Kaltimkita.com, BALIKPAPAN - Kasus penutupan jalan di kawasan Jalan Satu/Kampung Timur, Kelurahan Gunung Samarinda, Kecamatan Balikpapan Utara kembali mencuat. Pasalnya, beberapa warga di daerah tersebut sudah melaporkan warga berinisial (KS) ke pihak berwajib. Bersangkutan dilaporkan lantaran telah menutup akses jalan umum secara sepihak, dan merugikan beberapa warga yang tinggal di kawasan tersebut.
Ya, hal tersebut disampaikan oleh Rubadi dari Kantor Hukum RBI LAW FIRM bersama Hadi Iswan Noor Manihuruk, SH sebagai Kuasa Hukum penggugat yang mewakili beberapa warga termasuk SW yang tak lain kakak ipar dari KS. Mereka ingin jalan yang ditutup KS agar segera dibuka, karena merupakan jalan umum dan milik Pemerintah Kota Balikpapan.
"Kami tidak ingin jalan itu menjadi milik para pihak. Kami ingin mengembalikan itu kepada pemerintah daerah dalam hal ini Kelurahan Gunung Samarinda, agar itu bisa dimanfaatkan akses masyarakat luas," tegas Rubadi.
Dijelaskannya, secara jelas Badan Pertahanan Nasional (BPN) pun mengklaim bahwa jalan tersebut adalah aset Pemerintah Daerah, oleh karena itu sejatinya jalan itu mesti dikembalikan seperti semula.
Kemudian, sebagai Penasehat Hukum sekaligus Kuasa Hukum, ia pun berupaya melakukan mediasi, guna menyambung permintaan warga yang sederhana, yakni dibukanya akses jalan tersebut, sehingga tidak mengganggu aktivitas keluar masuknya kendaraan. Namun, hal itu tidak diindahkan KS, bahkan permintaan itu ditolak secara mentah-mentah.
Kepala Kantor Hukum RBI LAW FIRM, Rubadi
Rubadi mengatakan, KS sudah melakukan penutupan jalan selama 10 bulan, padahal jalan tersebut adalah akses keluar masuk daerah tersebut. Dampaknya, sejumlah warga merasa dirugikan.
"Kurang lebih 10 bulan penutupan itu. Artinya ada kerugian materi yang dialami warga di situ, termasuk SW," kata Rubadi usai mediasi, Jumat (24/6/2022) pagi.
"Jadi tadi KS juga menunjukkan sertifkat lahannya, dan digambar itu jelas bahwa jalan yang ditutup itu bukan lahannya, namun dia berkelit. Bahkan KS juga mengakui bahwa dari dulunya itu memang jalan yang dipakai untuk membawa sapi, dia sendiri membawa sapi saat kecil dijalan itu, diakuinya sendiri," kata Rubadi menerangkan pernyataan KS.
Lalu Rubadi menjelaskan motif kejadian penutupan jalan tersebut. KS merasa tanah yang dijadikan jalan saat ini itu hak miliknya. Faktanya, data yang diperoleh di lapangan menyebutkan sertifikat yang ditunjukkan KS juga belum atas namanya, masih milik orang tuanya yang masih hidup.
Dari tujuh bersaudara, lanjut Rubadi, Kakak pertama KS adalah istri SW. Kakak ipar KS yakni SW mempunyai usaha air minum di rumahnya, yang letaknya bersebelahan dengan tempat tinggal KS. Kedua rumah tersebut hanya dipisahkan oleh jalan yang sekarang masih ditutup oleh KS karena diklaim miliknya.
Saat Almarhum Sarbini (Ayah dari KS dan Istri SW) masih hidup, warisanpun sudah dibagi-bagikan, dan tidak ada keberatan.
Berjalannya waktu, Sarbini telah tiada, lalu timbul rasa kecewa dalam diri KS, karena mungkin pendapatan SW lebih besar dari usaha air minum tersebut.
Puncaknya, KS pun menutup jalan itu, agar tidak ada kendaraan yang dapat masuk untuk mengisi air di tempat SW.
"Dari saudara yang lain tidak ada yang keberatan sama sekali. Harusnya kalau dia mau minta ganti rugi itu atas persetujuan ahli waris lainnya juga. Anehnya, di depan rumah KS itu juga ada kakak yang nomor tiga, harusnya itu ditutup juga kalau memang dia merasa jalan itu miliknya," tutur Rubadi.
Rubadi mengaku, kliennya SW yang juga penggugat, tidak ingin memiliki jalan tersebut, karena memang bukan lahannya. Bahkan menyerahkannya untuk jalan masyarakat umum. Selain akses yang ditutup, masih ada satu jalan lagi yang bisa dilewati.
"Nah ini yang kami keberatan. Kami ingin mengembalikan fungsi dari pada jalan tersebut, bukan mau menguasai harta-harta yang dimiliki oleh si A, B dan C, kami tidak ada maksud," cetusnya.
Sementara itu, salah satu ketua RT dikawasan tersebut mengaku, bahwa sebelumnya warga daerah tersebut tidak ada yang keberatan dengan penutupan jalan itu, dan memaklumi perselisihan yang terjadi antar keluarga tersebut.
"Selama tahun 2021 warga tidak ada yang keberatan kalau jalan itu ditutup, karena memaklumi murni masalah keluarga, apalagi disini banyak jalan alternatif lain," katanya.
"Jadi kalau dari dulu ada yang komplain masalah ditutup jalan ini, pasti dari dulu sudah saya bereskan, dan saya sendiri yang akan bongkar penutupan itu, karena itu tanggung jawab saya sebagai ketua RT," tambahnya.
Kemudian, Samin merasa wewenangnya juga dilangkahi oleh warga yang melapor, menurutnya, warga tersebut harus terlebih dahulu melapor kepadanya.
"Tapi kenapa, saya sebagai penanggung jawab di RT itu justru tidak melapor ke saya dulu. Harusnya mereka datang ke saya dulu, ini RT nya dilangkahi dan ditinggal," imbuhnya.
Samin pun mengharapkan, bahwa perselihan warganya ini segera meredah sehingga tidak sampai berlarut-larut.
"Setau saya ini masalah pembagian, seandainya pembagian itu adil, mungkin masalah ini tidak meruncing," tutupnya. (lex)