Transformasi Literasi di SMK Maharati: Membendung Ketergantungan Hape Lewat Buku

$rows[judul] Keterangan Gambar : Perpustakaan SMK Maharati. (kompas.com)

KALIMANTAN TENGAH, Denai.id — SMK Maharati, sebuah SMK yang berada di jantung hutan di Kalimantan Tengah, menyikapi rendahnya capaian literasi dan numerasi melalui program wajib membaca sebelum pelajaran. Evaluasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengindikasikan bahwa sekolah-sekolah sejenis belum memadai dalam aspek literasi, sehingga Maharati menetapkan target memperbaiki rapornya: dari kuning ke hijau.

Pembatasan Hape dan Pembentukan Kebiasaan Baru

Kepala Sekolah Aris Dianto mengungkapkan, kebijakan ini melibatkan pengurangan akses hape murid, terutama pada hari libur, bila target membaca tidak tercapai. Murid wajib membaca satu buku per bulan yang dilaporkan ke wali kelas. Genre bacaan bebas sepanjang tidak mengandung konten dewasa.

Sejak kebijakan ini dijalankan, terutama di asrama, murid ramai menggunakan waktu malam untuk membaca buku sebagai pengganti gadget, karena asrama melarang penggunaan hape. Melalui mekanisme poin, murid yang rajin mendapat penghargaan, sementara pelanggaran literasi diimbangi tugas tambahan.

Peran Guru, Staf, dan Perpustakaan dalam Upaya Literasi Berkelanjutan

Guru dan staf sekolah memperoleh pelatihan literasi agar mampu memberi contoh kepedulian terhadap budaya membaca. Kepala Perpustakaan, Dhia Zulfiqar menuturkan bahwa novel menjadi bacaan favorit karena sifatnya yang menghibur namun edukatif.

Sekolah mencoba memperluas koleksi bacaan lokal, buku pertanian, perkebunan, budaya dan sejarah Kalimantan, termasuk karya langka. Hal ini untuk memastikan bahwa bacaan tidak hanya menyenangkan tetapi juga kontekstual dan relevan dengan kehidupan murid.

Kesulitan, Akses, dan Dampak Program

Perpustakaan aktif memiliki sekitar 280 buku yang tersedia secara rutin, meskipun koleksi total diperkirakan hampir 1.000 bila termasuk yang belum aktif atau hilang. Kondisi geografis yang jauh dari kota besar, akses transportasi yang sulit, dan fasilitas relatif sederhana menjadi tantangan.

Meski demikian, dampak positif mulai terlihat. Rapor pendidikan sekolah membaik dari indeks kuning menjadi hijau, kebiasaan membaca mulai melekat, dan murid menunjukkan peningkatan kemampuan memahami teks dan ekspresi tertulis.

Refleksi Pendidikan di Pedalaman

Dengan jarak tempuh delapan jam dari ibu kota provinsi, sekolah yang dikelola oleh Yayasan Bina Harati Pama di Desa Buhut Jawa ini tetap mampu membangun budaya membaca di tengah keterbatasan. Program “Dari Hape ke Buku” bukan hanya soal mengurangi penggunaan gadget, tetapi tentang membongkar hambatan literasi, membangun identitas lokal, dan membuka jendela peluang bagi murid-murid di pedalaman Kalimantan. (sh)

Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)