Merawat Cinta Alquran di Bumi Etam

$rows[judul] Keterangan Gambar : Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ahmad Tholabi Kharlie.

KUTAI TINUR, denai.id – Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) bukan sekadar ajang kompetisi membaca Al-Qur’an. Ia adalah denyut kehidupan keagamaan bangsa ini. MTQ lahir dari rahim masyarakat Muslim Indonesia, tumbuh dalam ruang-ruang keluarga, majelis taklim, pesantren, hingga panggung-panggung kehormatan daerah, nasional, bahkan internasional.

Perhelatan ini mengusung misi mulia menjadikan Kalam Ilahi sebagai pedoman hidup dan sumber inspirasi peradaban. Maka, ketika MTQ digelar, sesungguhnya kita sedang merayakan kedekatan bangsa ini dengan firman-Nya.

Tahun ini, MTQ ke-45 tingkat Provinsi Kalimantan Timur digelar di Kabupaten Kutai Timur, pada 10–19 Juli 2025. Dengan mengusung tema “Mewujudkan Masyarakat Cinta Al-Qur’an untuk Bangsa yang Bermartabat di Bumi Etam”.

MTQ Kaltim bukan hanya menjadi ajang seleksi dan pembinaan calon kafilah terbaik, tetapi juga momentum konsolidasi spiritual dan budaya keislaman yang mencerminkan jati diri bangsa.

Hajat Keagamaan

Sejak digelar secara nasional untuk kali pertama pada 1968 di Makasar, MTQ tumbuh menjadi tradisi nasional yang menyatukan keberagaman etnis, bahasa, dan budaya dalam semangat cinta al-Qur’an. Inilah salah satu bentuk ekspresi Islam Nusantara, yakni Islam yang damai, menghargai estetika, dan memuliakan ilmu pengetahuan.

Perhelatan MTQ menggambarkan harmoni antara tilawah yang indah, lisan yang fasih, dan penghayatan terhadap makna ayat suci. Demikian juga cabang-cabang Musabaqah yang lain, seperti: tahfizh, qira'at, tafsir, fahm al-Qur’an, syarh al-Qur’an, karya ilmiah al-Qur'an, hingga seni kaligrafi al-Qur'an yang menunjukkan betapa Al-Qur’an telah menjadi sumber kreativitas intelektual dan artistik umat Islam di Indonesia.

Lebih dari itu, MTQ mempertemukan semangat kompetisi dan misi dakwah. Ia menyemai bibit unggul yang akan menjadi duta-duta Hamalatul Qur'an, pengajar tahsin, tilawah, dan tahfizh di pesantren, masjid, majelis taklim, juri di pelbagai level musabaqah, dan di banyak tempat, menjadi wajah Islam yang ramah dan membimbing. Karenanya, MTQ bukan semata perlombaan, tetapi perayaan spiritual yang bernuansa kebudayaan.

Tema MTQ Kaltim tahun ini sejatinya sangat relevan dengan tantangan zaman. “Masyarakat Cinta al-Qur’an” bukan sekadar slogan, melainkan misi besar membumikan nilai-nilai qurani dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks sosial-politik bangsa yang kerap diuji oleh polarisasi, disinformasi, dan krisis akhlak, seruan untuk kembali kepada al-Qur’an menjadi sangat relevan.

Cinta terhadap al-Qur’an bukan hanya terwujud dalam indahnya tilawah, tetapi juga dalam laku hidup yang jujur, adil, amanah, dan penuh kasih sayang. Di tengah derasnya arus globalisasi dan derasnya arus digital, MTQ menghadirkan ruang kontemplatif yang menyejukkan. Ia mengajarkan bahwa di balik kecanggihan teknologi, manusia tetap memerlukan panduan spiritual yang abadi.

Di Kutai Timur, gema MTQ menjadi pengingat bahwa nilai-nilai qurani harus terus ditanamkan sejak dini. Anak-anak yang hafal al-Qur’an, remaja yang menguasai tafsir, hingga kalangan dewasa yang aktif dalam majelis-majelis al-Qur’an, merupakan modal sosial bagi pembangunan bangsa yang bermartabat.

Mempertahankan Prestasi

Tidak berlebihan jika Kalimantan Timur, khususnya Kutai Timur, ingin menjadikan MTQ tahun ini sebagai panggung untuk menunjukkan kapasitasnya sebagai pusat prestasi qurani. Setelah sukses menjadi Juara Umum pada MTQ Nasional 2024, Kaltim tentu ingin mengulang prestasi serupa. Tetapi lebih dari sekadar juara, yang ingin dicapai adalah keberhasilan sistemik dalam pembinaan generasi qurani.

MTQ bukanlah hasil instan tapi buah dari proses panjang, yakni pembinaan di tingkat kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi, juga penguatan di rumah-rumah tahfizh, pelatihan tilawah, pelatihan tafsir, dan pembinaan berjenjang yang melibatkan banyak pihak.

Dari titik ini maka sinergi antara pemerintah daerah, Kementerian Agama, lembaga pendidikan, dan masyarakat menjadi kunci. Dan Kaltim telah menunjukkan keseriusannya dalam hal ini, sebagaimana  ditunjukkan oleh sikap sikap Gubernur Kaltim yang terus mendorong pembinaan al-Qur'an di Kaltim.

Bagi Kaltim, MTQ adalah bagian dari strategi kebudayaan yang lebih luas. Ia mengikat visi pembangunan spiritual dan pembangunan wilayah. Di tengah transformasi Kalimantan Timur sebagai wilayah yang akan menopang Ibu Kota Negara baru, keberadaan MTQ menunjukkan bahwa pembangunan fisik harus diimbangi dengan pembangunan spiritual.

Di sisi lain, kesuksesan MTQ tingkat provinsi ini akan menjadi fondasi penting menyongsong dua ajang nasional, yakni Seleksi Tilawatil Qur’an (STQ) Nasional 2025 dan MTQ Nasional 2026. Kedua perhelatan ini akan menuntut kesiapan lebih matang, baik dari sisi kualitas peserta maupun dari aspek kelembagaan.

Kaltim harus memanfaatkan momentum ini untuk memperkuat database pembinaan qari-qariah, menambah tenaga pelatih bersertifikat, serta mengembangkan ekosistem qurani yang berkelanjutan. Bukan mustahil, jika langkah-langkah strategis ini diambil sejak dini, Kaltim akan mencetak lebih banyak juara nasional bahkan internasional di masa mendatang.

Namun, ukuran keberhasilan MTQ tidak semata pada jumlah kejuaraan. Ukuran sejatinya adalah seberapa besar gaung al-Qur’an berdampak pada masyarakat luas. Apakah setelah MTQ, masjid-masjid kembali hidup dengan tilawah dan tahfizh? Apakah sekolah-sekolah semakin akrab dengan nilai-nilai qurani? Apakah masyarakat menjadikan al-Qur’an sebagai rujukan dalam menyikapi persoalan sosial dan kebangsaan?

Walhasil, Bumi Etam, tanah kaya budaya dan tradisi, menjadi tempat yang tepat untuk menyemai cinta al-Qur’an. Mari kita jadikan MTQ tahun ini sebagai momentum menyatukan semangat, menyuburkan kecintaan terhadap kitab suci, dan meneguhkan komitmen membangun bangsa yang bermartabat. Bukan hanya di atas kemajuan ekonomi, tetapi juga di atas fondasi spiritualitas yang kokoh. (nad)

Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)