Batik Naik Kelas, Jadi Simbol Gaya Hidup Modern Anak Muda

$rows[judul] Keterangan Gambar : Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam peringatan Hari Batik Nasional (HBN) 2025 di Museum Tekstil Jakarta, Kamis (2/10).

JAKARTA, denai.id – Batik tak lagi sekadar pakaian tradisional. Kini, kain penuh filosofi itu menjelma jadi ekspresi gaya hidup modern yang lekat dengan kreativitas dan identitas anak muda Indonesia. Dari panggung fesyen hingga kafe di sudut kota, motif parang, kawung, hingga mega mendung tampil berani dan stylish.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bersama Yayasan Batik Indonesia (YBI) melihat fenomena ini sebagai momentum penting untuk membawa industri batik naik kelas. “Batik adalah contoh nyata bagaimana warisan budaya bisa menjadi kekuatan ekonomi. Kita tidak hanya menjaga peninggalan leluhur, tapi membangun fondasi ekonomi kreatif berbasis budaya,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam peringatan Hari Batik Nasional (HBN) 2025 di Museum Tekstil Jakarta, Kamis (2/10).

Menurut Agus, generasi muda kini menjadi motor baru dalam menjaga keberlanjutan batik. Mereka tak hanya mengenakan batik di acara formal, tapi menjadikannya bagian dari lifestyle. “Inilah peluang emas bagi pelaku industri batik untuk hadir dengan desain yang lebih segar, memanfaatkan pemasaran digital, dan menjaga kualitas agar tetap relevan,” katanya.

Sejak batik diakui UNESCO sebagai Intangible Cultural Heritage of Humanity pada 2009, pamornya terus menanjak. Data Kemenperin menunjukkan, terdapat 5.946 industri batik di lebih dari 200 sentra produksi di 11 provinsi. Daya serap tenaga kerjanya mencapai 200 ribu orang, dengan total 47 ribu unit usaha.

Kinerja ekspor pun kian menggembirakan. Pada triwulan I 2025, nilai ekspor batik mencapai US$7,63 juta, tumbuh 76,2 persen dibanding tahun sebelumnya. Sedangkan pada triwulan II, ekspor tetap tumbuh dengan capaian US$5,09 juta, atau naik 27,2 persen.

Meski begitu, industri batik menghadapi tantangan serius: regenerasi perajin. Data Asosiasi Perajin dan Pengusaha Batik Indonesia (APPBI) mencatat, jumlah perajin turun dari 151 ribu orang pada 2020 menjadi sekitar 101 ribu di 2024.

Untuk menjawab tantangan itu, Kemenperin memperkenalkan inovasi seperti kompor listrik batik, katalog digital pewarna alami, hingga teknologi CNC motif digital. Semua diarahkan agar produksi lebih efisien tanpa menghilangkan sentuhan tradisi.

Langkah ini sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo, khususnya poin tentang kedaulatan ekonomi berbasis sumber daya nasional dan penguatan budaya bangsa. “Industri batik yang tangguh hanya bisa terwujud lewat kolaborasi semua pihak: pemerintah, pelaku usaha, akademisi, komunitas, dan media,” tegas Agus.

Peringatan HBN tahun ini bertema “Bangga Berbatik”, dengan Batik Tulis Merawit Cirebon sebagai ikon utama. Rangkaian acaranya berlangsung sepanjang Oktober–November, menandai semangat baru bahwa batik bukan sekadar warisan, tapi juga simbol gaya hidup modern anak bangsa. (nad)

Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)