JAKARTA, denai.id – Batik Indonesia kini tak sekadar berbicara soal motif dan filosofi, tapi juga soal strategi bertahan di tengah derasnya arus mode dunia. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mulai menyiapkan langkah serius lewat penguatan strategi branding untuk menjaga agar warisan budaya ini tak sekadar dikenang, tapi juga terus hidup di pasar global.
“Batik punya nilai sejarah dan ekonomi yang besar. Tapi
tanpa branding yang kuat, sulit bersaing di tengah produk fashion modern yang
serba cepat,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Jumat
(3/10).
Langkah Kemenperin itu bukan tanpa alasan. Di tengah
derasnya pengaruh tren fast fashion dan digitalisasi industri, batik perlu
tampil lebih segar tanpa kehilangan jati dirinya. Branding menjadi kunci agar
batik bisa berbicara dengan bahasa zaman, sekaligus mempertahankan identitas
lokal yang khas.
Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri
(BSKJI) Andi Rizaldi menegaskan, setiap helai batik adalah karya budaya yang
memuat filosofi dan cerita panjang peradaban Nusantara. “Guratan canting dan
tetesan malam itu bukan sekadar motif, tapi narasi visual tentang nilai dan
kearifan lokal,” ujarnya.
Namun, Andi tak menampik tantangan yang dihadapi industri
batik kini semakin kompleks. Selain bersaing dengan produk tekstil negara lain,
pelaku batik juga dituntut menyesuaikan diri dengan tren gaya hidup baru yang
lebih dinamis. “Pertanyaannya, bagaimana batik bisa tetap relevan bagi generasi
muda, dan di saat yang sama diminati pasar global?” ujarnya retoris.
Data Kemenperin menunjukkan, ekspor batik triwulan I 2025
mencapai USD7,63 juta. Angka itu berasal dari 214 sentra di 11 provinsi,
melibatkan sekitar 47 ribu unit usaha batik. Fakta ini membuktikan bahwa batik
bukan sekadar simbol budaya, tapi juga penggerak ekonomi rakyat.
Sebagai tindak lanjut, BSKJI melalui Balai Besar
Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kerajinan dan Batik (BBSPJIKB)
menggelar Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik (SNIKB) VII 2025.
Mengusung tema “Strategi Branding Batik: Dari Warisan Budaya ke Komunitas
Global,” forum ini menjadi ajang bertukar ide antara akademisi, peneliti,
hingga pelaku industri.
Kepala BBSPJIKB Jonni Afrizon menyebut, SNIKB bukan sekadar
diskusi ilmiah, tapi langkah konkret memperkuat posisi batik sebagai bagian
dari industri kreatif global. “Batik tak boleh berhenti di museum. Ia harus
hadir di runway dunia, dikenakan generasi muda, dan tetap jadi kebanggaan
Indonesia,” tegasnya. (nad)
Tulis Komentar