Kaltimkita.com, BALIKPAPAN - Dugaan peredaran beras oplosan di Kalimantan Timur terus meluas. Setelah temuan awal oleh Satgas Pangan Polda Kaltim bersama tim, kini Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kaltim mengungkap potensi lain kecurangan serupa di dua kota besar, Samarinda dan Balikpapan.
Hal itu disampaikan oleh Asep Nuzuludin, Plt Kepala Bidang Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Disperindag Kaltim, dalam konferensi pers di Mapolda Kaltim, Jumat (25/7/2025).
Dijelaskannya, sebelumnya, pihaknya bersama Satgas Pangan dan sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) telah melakukan pengawasan terpadu pada Rabu (23/7/2025) di Samarinda. Dan keesokan harinya, tim juga menginpeksi enam distributor di kota Balikpapan.
“Kami sudah mengambil 21 sampel beras yang diklaim sebagai premium, dan akan segera diuji di laboratorium. Bila hasilnya tidak sesuai, tentu ini merugikan konsumen,” ungkap Asep.
Asep Nuzuludin
Adapun beberapa merek beras yang sampelnya telah dikumpulkan untuk pengujian, ungkap Asep, yakni Kura-kura, Berlian Batu Mulia, Raja Lele, Belekok, Sip, Bondy, Pandanwangi, Menara, Rahma, Sedap Wangi, Raja Ultima, Putri Koki, Raja Platinum, Tiga Mangga Mana Lagi, Rojo Lele, Sania, Rumah Tulip, Ketupat Mana Lagi, Mawar Melati, Rahma 35, dan Ikan Sembilan.
Dari hasil pengawasan awal, Asep menyebutkan bahwa terdapat beberapa merek yang mengindikasikan pelanggaran karena menjual beras kualitas medium dengan label dan harga premium.
“Empat merek ini sudah lebih dulu diberitakan media karena diduga menjual beras mutu medium dengan harga premium. Kami akan lanjutkan dengan pembuktian laboratorium untuk merek lainnya,” jelas Asep.
Menurut Kabid Humas Polda Kaltim, Kombes Pol Yuliyanto, kecurangan tersebut sangat merugikan konsumen karena produk yang ditawarkan tidak sesuai mutu, namun dijual dengan harga lebih tinggi.
Dalam beberapa kasus, harga beras medium dijual melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) beras premium, yang tentunya bertentangan dengan aturan perlindungan konsumen.
“Ada beras yang seharusnya dijual di bawah HET medium, tapi di lapangan justru dipasarkan dengan harga premium. Ini sangat merugikan masyarakat,” tegas Kombes Pol Yuliyanto. (lex)