Kaltimkita.com, SAMARINDA – Aktivitas tambang ilegal mengancam keberadaan Hutan Pendidikan Unmul yang seharusnya menjadi kawasan konservasi dan penelitian ilmiah, hingga memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk DPRD Kaltim.
Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, Salehuddin, mengungkapkan keprihatinannya atas lemahnya penegakan hukum terhadap aktivitas tambang ilegal.
Saleh sapaan akrabnya, menilai bahwa persoalan ini mencerminkan tata kelola pertambangan yang belum sepenuhnya direformasi secara menyeluruh, baik di tingkat pusat maupun daerah.
"Kalau sudah ilegal, maka itu sudah keluar dari konteks kewenangan normatif kami sebagai legislatif. Aparat penegak hukum harus bertindak tegas, karena ini menyangkut pelanggaran hukum yang sistematis," terang Saleh.
Menurutnya, lemahnya penegakan hukum telah menciptakan pola yang sistematis, di mana berbagai oknum bahkan dari unsur pemerintahan desa, kecamatan, hingga kelurahan diduga ikut terlibat atau membiarkan aktivitas tambang ilegal berlangsung.
"Ada entitas yang mengatasnamakan forum masyarakat, ormas, dan lainnya yang ikut bermain. Ini tidak bisa dibiarkan. Aparat hukum harus bertindak tegas," ucapnya.
Dirinya juga menyinggung tentang kerusakan infrastruktur yang ditimbulkan akibat aktivitas tambang, seperti jalan umum yang rusak, bahkan hingga mengganggu pemukiman dan lahan pertanian warga.
"Kadang ada kepala desa dan oknum kecamatan yang malah membackup aktivitas tersebut. Kalau sistemnya sudah seperti ini, apa yang bisa kita harapkan?," tuturnya.
Lebih lanjuta kata Saleh, mempertanyakan mengapa Peraturan Daerah (Perda) terkait penggunaan jalan umum untuk aktivitas pertambangan tak kunjung disahkan oleh Kementerian terkait. "Kami curiga ada kepentingan korporasi besar yang bermain di balik penundaan ini," katanya.
DPRD Kaltim sendiri telah melakukan inspeksi dan merekomendasikan penguatan tata kelola pertambangan ke pemerintah pusat. Namun, proses revisi perda yang berlangsung hingga empat hingga lima bulan belum menunjukkan hasil signifikan.
"Kalau ini tidak segera dibenahi, dalam 5 hingga 10 tahun ke depan, anak cucu kita yang akan merasakan dampaknya. Harapannya, ada komitmen nyata dari semua pihak, terutama aparat hukum, untuk menghentikan aktivitas tambang ilegal ini," tutupnya. (AL/Adv/DPRDKaltim)