Oleh : Wahyuni Nur Fitriah, S.H,.M.H
Dosen Program Studi Hukum Pidana Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Balikpapan Kaltim
Anak adalah subjek dalam penegakan Hak Asasi Manusia (HAM). Pengakuan atas eksistensi anak sebagai subyek HAM yang sui generis (rights holders as sui generis) ditandai manakala Konvensi Hak Anak (KHA) dan telah diratifikasi oleh 193 negara. Dengan demikian pemerintah Indonesia yang merupakan salah satu negara yang meratifikasi KHA tersebut berkewajibannya untuk mengambil semua langkah-langkah legislatif, administratif, sosial, dan pendidikan secara layak untuk melindungi anak-anak dari semua bentuk-bentuk dan manifestasi kekerasan.
Kekerasaan yang terhadap anak salah satunya adalah bulliying. Bullying merupakan perilaku dengan karakteristik melakukan tindakan yang merugikan orang lain. Tindakan bullying perlu mendapatkan perhatian serius mengingat akibat dari tindakan bullying terhadap korban bully akanmenyebabkan si korban bully menimbulkan dampak fisik mupun psikologis dan mengalami trauma yang berkepanjangan.
Dampak dari Bullying yang mengkhawatirkan adalah dapat menyebabkan seseorang memiliki keinginan untuk bunuh diri, tidak dapat dipungkiri bahwa Bullying memiliki dampak yang cukup “mengerikan” terutama bagi mereka yang menjadi korban Bullying secara berulang-ulang ataupun menjadi korban Bullying fisik. Bullying fisik ini biasanya dapat dikenali dengan adanya tanda bekas kekerasan seperti luka lebam.
Selain Bullying Fisik, terdapat juga Bullying verbal, jenis Bullying ini lebih sulit diidentifikasi karena memang tidak ada tanda-tanda yang dapat dilihat kasat mata untuk mengidentifikasi Bullying verbal, meskipun tidak terlihat secara nyata, namun bukan berarti Bullying ini tidak berbahaya bagi korban, jenis Bullying verbal ini justru menyerang secara psikis, yang apabila dibiarkan tidak ada penanganan secara khusus juga dapat menyebabkan seseorang memiliki keinginan yang kuat untuk bunuh diri, Seperti yang dilansir oleh TribunJabar.Id yang memberitakan bahwa “Delapan dari sepuluh warga Indonesia, terutama kalangan anak, sudah terkena dampak perundungan atau Bullying, baik dalam kehidupan nyata maupun media sosial di internet.
Pemberantasan Bullying di lingkungan pendidikan pun masih menjadi pekerjaan berat bagi semua pihak di Indonesia. Bullying yang sudah dialami kebanyakan orang ini berdampak serius terhadap kejiwaan bahkan sampai terhadap fisik korban, maupun pelakunya. Bullying wajib di hentikan didunia pendidikan karena bisa berdampak kematian, tutur Jasra Putra selaku Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Menurut Andrew Mellor seorang psikolog dari University Of Freiburg Inggris bulliying terjadi ketika seseorang merasa teraniaya oleh tindakan orang lain dan takut bila prilaku buruk tersebut akan terjadi lagi dan merasa tak berdaya untuk mencegahnya. Berdasarkan dari pengertian ini bahwa bulliying berarti penindasan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk menganiaya orang lain yang lebih lemah secara sadar dan disengaja yang bertujuan untuk menyakiti dan menakuti melalui ancaman baik secara verbal maupun non verbal.
Saat ini sangat banyak kasus bullying di masyarakat, kasus bullying yang paling sering terjadi terhadap anak yaitu berada di lingkungan pendidikan/sekolah yang seharusnya menjadi wadah aman anak-anak untuk beraktivitas belajar dan bermain bersama teman-teman.
Bullying yang terjadi di sekolah disebabkan oleh Ingin diterima dalam pergaulan, pengaruh dari orang-orang sekitarnya untuk ikut melakukan bullying, pengaruh dari game atau tontonan yang tidak sesuai dengan usianya. Merasa lebih baik dengan menggunakan kekuatan fisik untuk melampiaskan amarah atau balas dendam.
Dampak negatifnya adalah, korban bullying akan mengalami depresi dan hingga timbul rasa untuk bunuh diri, tidak ingin pergi ke sekolah karena di sekolahnya ia akan di bully oleh si pelaku. Kasus bullying di Sekolah Meningkat Selama 2023. Januari-Agustus 2023, terdapat 2.355 kasus pelanggaran terhadap perlindungan anak. Dari sekian laporan yang masuk tersebut, 837 kasus terjadi di lingkup satuan pendidikan, antara lain anak yang sebagai korban bullying atau perundungan dan kekerasan fisik yaitu sebanyak 379 kasus.2 Di Indonesia kasus bulliying ini sudah bisa dikatakan sebagai kasus darurat yang membutuhkan perhatian secara komperhensif. Kasus ini masih kerap terjadi di Indonesia.
Terakhir, bullying atau perundungan terjadi di SMA Binus Serpong, Tangerang yang melibatkan anak selebritas. Apa hukuman bagi pelaku bullying? Mengingat negara Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi supermasi hukum yang merupakan upaya menegakkan dan menempatkan hukum pada posisi tertinggi dengan menempatkan hukum sesuai tempatnya, hukum dapat melindungi seluruh warga masyarakat tanpa adanya intervensi oleh dan dari pihak manapun.
Terjadinya bullying di sekolah antara teman dan teman yang dimana pelaku adalah anak dibawah umur, sehingga dalam penanganan dan perlindungan hukumnya harus seimbang dan manusiawi. Hukum pidana itu sendiri berada dalam dua sisi. Sisi pertama, ketika hukum pidana konsisten ditegakkan, maka akan menjadi efek jera bagi pelaku kejahatan dalam masyarakat begitupun sebalikanya jika hukum pidana tidak ditegakkan muncull ketegangan di dalam masyarakat yang berpotensi akan melakukan pengadilan jalanan terhadap orang ynag diduga melakukan tindak pidana.
Sebagai contoh kasus yang terjadi pada bulan Februari 2023 Kasus bullying terbaru yang membuat miris ialah saat seorang siswa kelas 6 Sekolah Dasar (SD) berinisial F (12) di Bekasi di-bully teman sekolah hingga berujung kakinya diamputasi. Kejadian berawal saat korban hendak membeli makan ke kantin, namun tiba-tiba dijegal oleh teman satu sekolahnya. Usai tersungkur, korban malah mendapat perundungan lainnya.
Akibat perundungan pada Februari 2023 itu, kaki F mengalami cedera dan infeksi. Kondisi kaki F kemudian memburuk dan ia didiagnosa mengalami kanker tulang di mana hal tersebut diduga terjadi dipicu karena luka akibat bullying dari teman-temannya. Kaki F akhirnya diamputasi. Kejadian perundungan yang dialami F menjadi salah satu contoh kasus atau masalah bullying di Indonesia sudah seperti fenomena gunung es yang belum juga ada titik perbaikan.
Bullying dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penganiayaan, pengeroyokan, atau perundungan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Tindak pidana tersebut memiliki definisi dan ancaman hukuman yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat dan bentuk kekerasan yang dilakukan oleh pelaku.
Pasal 351 KUHP tentang Tindak Penganiayaan
Pasal 351 KUHP menyatakan bahwa barang siapa dengan sengaja melukai atau menyebabkan rasa sakit pada orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Jika penganiayaan tersebut mengakibatkan luka berat, maka ancaman pidana penjara menjadi paling lama lima tahun. Jika penganiayaan tersebut mengakibatkan matinya orang, maka ancaman pidana penjara menjadi paling lama tujuh tahun .
Pasal 170 KUHP tentang Pengeroyokan
Pasal 170 KUHP menyatakan bahwa barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menyerang atau melawan orang atau barang secara bersama-sama dalam suatu perkumpulan, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. Jika pengeroyokan tersebut mengakibatkan luka berat atau matinya orang, maka ancaman pidana penjara menjadi paling lama sembilan tahun .
Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP tentang Perundungan Pasal 310 KUHP menyatakan bahwa barang siapa dengan sengaja merendahkan kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang untuk umum diketahui, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah . Jika perbuatan tersebut dilakukan di muka umum, maka ancaman pidana penjara menjadi paling lama satu tahun empat bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah .
Pasal 311 KUHP menyatakan bahwa barang siapa dengan sengaja merendahkan martabat seseorang dengan jalan melakukan perbuatan yang tidak senonoh, yang maksudnya terang untuk umum diketahui, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah . Jika perbuatan tersebut dilakukan di muka umum, maka ancaman pidana penjara menjadi paling lama satu tahun empat bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Bagiamana Perlindungan Hukum yang layak terhadap anak sebagai korban bulliying di sekolah menurut hukum positif dan hukum pidana islam ? Dalam UU No. 35 Tahun 2014 Tentang perubahan atas UU No. 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan anak ditulis pada Pasal 1 angka (2) yaitu "Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi".
Anak mempunyai suatu hak-hak yang harus diakui dan dilindungi Negara serta Pemerintah. Berdasarkan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak adalah negara, pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, keluarga, dan orang tua atau wali.
Hukum Internasional melalui pembentukan konvensi hak anak telah memposisikan anak sebagi subjek hukum yang memerlukan perlindungan atas hak-hak yang dimilikinya. Salah satu pokok materi hukum konvensi hak anak adalah adanya hak terhadap perlindungan. Tujuan utama dari perlindungan anak adalah memastikan bahwa anak-anak dapat tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi dalam masyarakat sesuai dengan martabat dan hak asasi manusia.
Berikut beberapa UU yang mengatur tentang perlindungan anak:
1. Undang - Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM Menurut UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari orang tua, keluarga, masyarakat, dan negara. Hak anak adalah hak asasi manusia dan diakui serta dilindungi oleh hukum.
2. Undang- Undang Nomor 23 tahun 2004 Tentang Penghapusan KDRT Pasal 5 UU ini berisi tentang pelarangan atas kekerasan rumah tangga, baik kekerasan fisik maupun psikis serta penelantaran dalam rumah tangga.
3. Undang - Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Dari UU ini, didapatkan bahwa anak merupakan titipan Tuhan yang harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Bahwa anak adalah harapan bangsa yang menentukan masa depan Negara. Upaya perlindungan anak bersifat sangat penting dan dimulai saat masih janin sampai berusia 18 tahun. Secara empiris bahwa anak yang menjadi korban bulliying masih dianggap biasa saja tidak berdampak negatif untuk dikemudian hari, padahal tindak perundungan (bullying) memiliki dampak yang sangat buruk terhadap si korban. Korban tindak perundungan (bullying) bisa saja mengalami stress, depresi, minder (rendahnya kepercayaan diri), pemalu dan penyendiri, merasa terisolasi dalam pergaulan atau hubungan sosial, dan bahkan yang terburuk korban bullying bisa berfikir untuk bunuh diri dan melakukan bunuh diri.
Di sisi lain apabila pelaku tindak perundungan (bullying) dibiarkan saja maka dia akan belajar bahwa tidak ada resiko apapun bagi mereka apabila mereka melakukan kekerasan yang agresif maupun mengancam orang lain. Perundungan (bullying) merupakan tindakan tercela dan diharamkan oleh Islam karena dapat melukai korban secara fisik maupun mental dan bahkan perundungan (bullying) juga dapat menghilangkan nyawa seseorang apabila seseorang yang di bully tidak tahan dengan keadaan dan akhirnya lebih memilih untuk mengakhiri hidupnya, hal ini termasuk hal yang sangat dibenci oleh Allah SWT. Karena agama Islam mengajarkan kepada umatnya untuk tidak melakukan kekerasan dan dianjurkan untuk berlemah lembut dan di dalam Islam perilaku perundungan (bullying) dilarang karena merugikan orang lain, Allah Swt berfirman, dalam QS al Imran/3:159.
Upaya Prefentif :
• Sosialisasi Undang-Undang Perlindungan Anak, Undang-Undang Hak Asasi Manusia yang berkaitan tentang anak di lingkungan sekolah. Dalam hal ini seluruh elemen sekolah baik kepala sekolah, guru, siswa dan orang tua mendaptkan edukasi untuk paham nilai mengetahui hukum, mematuhi peraturan yang berlaku bagi mereka, dan menumbuhkan kesadaran sejak dini tentang perlunya menghindari bullying dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pengetahuan yang cukup terkait hukum, menjadikan mereka sadar, dan jera untuk melakukan Tindakan tersebut.
• Pemerintah harus memastikan bahwa sekolah memiliki prosedur dan peraturan yang memadai untuk mencegah dan menangani kekerasan di antara siswa,
• Mengatasi bullying Melalui Konseling Behavior.
• Pembentukan Tim Anti bullying atau SATGAS guna meminimalisir kasus perundungan, khususnya yang melibatkan anak sekolah. Sebab penanganan kasus bullying, terutama yang punya efek besar, berkaitan dengan banyak sektor. Satgas Anti-Bullying melibatkan berbagai perwakilan instansi, termasuk dari pihak sekolah satgas ini juga bisa bertugas memberikan sosialisasi tentang dampak buruk bullying dan pengawasan demi mencegah terjadinya bullying pada anak.
• Memantau Media Sosial Siswa.
• Menanamkan Ajaran Aqidah Akhlak Untuk Siswa.
• Menciptakan Jalur Komunikasi yang Terbuka.
Upaya Represif :
Upaya Represif dalam mengatasi perilaku bullying merupakan upaya pemulihan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dengan memberikan tindakan hukuman kepada pelaku bullying untuk Upaya represif adalah suatu tindakan pengendalian sosial yang dilakukan setelah terjadinya suatu pelanggaran atau peristiwa. Upaya represif bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Upaya dalam lingkungan sekolah diwujudkan dengan memberi peringatan atau hukuman kepada pelaku setiap pelanggaran yang dilakukan. Bentuk hukuman tesebut bersifat psikologis yaitu mendidik dan menolong agar siswa menyadari bahwa perbuatannya adalah salah dan tidak mengulanginya kembali.
2. Upaya dalam lingkungan keluarga dapat dilakukan dengan mendidik dan mencontohkan hidup disiplin terhadap peraturan yang berlaku dan bila melanggar siap menerima konsekuensinya.
3. Upaya dalam lingkungan masyarakat dapat dilakukan dengan memfungsikan peran masyarakat sebagai kotrol sosial yaitu memberi nasehat langsung kepada pelanggar agar melakukan kegiatan yang sesuai dengan norma hukum, sosial, dan juga agama. Dan sebagai langkah terakhir masyarakat yaitu dengan melaporkan kepada pihak yang berwajib tentang adanya perbuatan negatif yang dilakukan dengan disertai bukti.
4. Mendorong kolaborasi antar lintas kementerian/lembaga, termasuk aparat penegak hukum, guna penanganan kasus perundungan atau bullying yang marak terjadi di Indonesia. Selain itu, pendampingan psikologis bagi para korban bullying juga harus disediakan di setiap sekolah. Upaya Rehabilitasi Salah satu cara mengatasi bullying dengan menggunakan intervensi pemulihan sosial (rehabilitasi). Ini merupakan proses intervensi yang memberikan gambaran jelas pada pelaku perundungan bahwa tindakannya tidak bisa dibiarkan. Pusat Rehabilitasi sangat penting agar upaya penanganan korban bullying dapat berjalan sesuai fungsi pusat rehabilitasi yaitu untuk menyediakan sarana bagi pasien untuk pulih dari apa pun yang mereka butuhkan untuk pulih.
Dengan menerapkan tema Intimacy and Identity Space dimana tema ini menggunakan metode penyembuhan psikologi melalui keintiman. Keintiman disini adalah bagaimana para korban dapat membangun kembali sebuah hubungan terhadap diri sendiri dan orang terdekat dan dapat mengembalikan identitasnya. (*)