Tulis & Tekan Enter
images

Alasan KPK Perlu Jerat Rita Cs dengan UU Pertambangan

Kaltimkita.com, JAKARTA — Langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut kasus gratifikasi eks Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), Rita Widyasari, mendapat sorotan. Publik mempertanyakan, mengapa Rita belum juga dijerat dengan pidana pertambangan?

Mantan Koordinator Jatam, Merah Johansyah, menilai KPK seharusnya menerapkan pasal pidana pertambangan. Bukan hanya untuk efek jera, tapi juga membuka jalan pencabutan izin tambang yang diperoleh lewat praktik korupsi.

“Ini jelas masuk kualifikasi pidana. Kita harus kawal agar tambang yang terlibat pencucian uang bisa ditindak tegas,” ujar Merah, yang kini aktif di Nugal Institute for Social and Ecological Studies.

Merah merujuk Pasal 119 UU Minerba yang menyebut Izin Usaha Pertambangan (IUP) dapat dicabut jika pemegangnya terlibat tindak pidana. Pencabutan juga bisa dilakukan bila ada pelanggaran ketentuan atau kewajiban hukum lainnya.

“KPK bisa gunakan pasal pidana pertambangan, tentu dengan koordinasi bersama Kementerian ESDM,” tegasnya.

Ia mengkritik pendekatan KPK yang dianggap sempit jika hanya mengandalkan UU Tipikor dan TPPU. Menurutnya, kasus Rita adalah korupsi sumber daya alam, yang berdampak pada keuangan negara dan lingkungan hidup.

“Ini bukan sekadar korupsi biasa. Ini kerusakan lingkungan dan kerugian negara. Jangan reduksi ke pidana korupsi semata,” ujar Merah.

Penggunaan UU Minerba, katanya, akan jadi preseden penting. Selama ini, pencabutan IUP banyak dilakukan atas dasar administratif, seperti tidak menyerahkan RKAB atau izin yang tidak aktif.

“Padahal Pasal 119 jelas menyebut dasar pidana. Dulu, pencabutan izin juga dilakukan lewat mekanisme clean and clear yang melibatkan BPKM dan KPK,” tambahnya.

Ia juga menyayangkan sikap KPK yang belum menyentuh perusahaan-perusahaan tambang yang disebut terlibat dalam pusaran kasus Rita. Jika dibiarkan beroperasi, kerusakan lingkungan akan terus berlangsung.

Merah mempertanyakan mengapa hingga kini para pihak yang disebut terkait dengan pencucian uang belum juga ditahan.

Sejauh ini, KPK telah menyita 104 kendaraan dan 30 jam tangan mewah—termasuk dari rumah Ketua Pemuda Pancasila Kaltim, Said Amin, dan Ketua Umum Pemuda Pancasila, Japto Soerjosoemarno.

Dari rumah pengusaha Robert Bonosusatya, KPK juga menyita 26 dokumen dan uang tunai Rp1,8 miliar. KPK turut memanggil Bupati Penajam, Mudyat Noor, yang dikenal sebagai orang dekat Rita.

Rita Widyasari ditangkap KPK pada 2017. Ia divonis 10 tahun penjara dan denda Rp600 juta atas gratifikasi. Hak politiknya dicabut selama lima tahun setelah masa hukuman. Dalam putusan 6 Juli 2018, Rita terbukti menerima suap Rp6 miliar dari bos PT Sawit Golden Prima, Hery Susanto Gun alias Abun, terkait izin lahan sawit di Muara Kaman. Ia juga menerima gratifikasi bersama Khairudin, Komisaris PT Media Bangun Bersama, senilai Rp110 miliar.

Ditanya soal jerat pidana pertambangan terhadap Rita, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu hanya menjawab singkat, “Kami fokus menangani tindak pidana korupsinya,” ujar jenderal polisi bintang satu itu, 30 April 2025.

Sementara itu, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyebut penahanan terhadap pihak-pihak terkait masih menunggu hasil pendalaman.

“KPK masih terus mendalami berbagai informasi dan keterangan dari pemeriksaan saksi maupun hasil penggeledahan,” kata Budi, Senin (19/5). (faz/bie)


TAG

Tinggalkan Komentar