KaltimKita.com, BALIKPAPAN - Gerakan penolakan terhadap UU Omnibus Law Cipta Kerja dari masyarakat Balikpapan yang mengatasnamakan Balikpapan Bergerak di depan kantor DPRD Kota Balikpapan, berlangsung Kamis (8/10) siang. Koordinator aksi Fahri Maulana mengatakan, pihaknya dengan tegas menyuarakan penolakan terhadap Omnibus Law.
“Kita semua menolak adanya Omnibus Law karena itu akan merugikan bangsa Indonesia untuk ke depannya. Untuk itu kami dengan tegas menolak dan mancabut Omnibus Law,” katanya di sela-sela aksi.
Nantinya, lanjut Fahri, pihaknya akan meminta pernyataan sikap dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Balikpapan. Untuk itu massa akan masuk dan duduki gedung DPRD.
“Kita akan masuk dan duduk di gedung DPRD sesuai dengan hasil konsolidasi bersama teman-teman. Karena untuk audiensi dan tandatangan petisi kami sudah tidak percaya lagi,” ujarnya.
Fahri menambahkan, perjuangan untuk menolak Omnibus Law adalah perjuangan melawan politik upah murah yang biasa dirasakan oleh buruh, perampasan ruang hidup dan hak-hak pekerja legalisasi terhadap penindasan dari kaum pemodal kelas buruh.
“Dan dampak dari semua itu yang paling dirugikan adalah perempuan pekerja, selain mempengaruhi kerentanan pekerja perempuan Omnibus Law juga akan menambah kerusakan pada lingkungan hidup akibat dari eksploitasi pihak pengusaha dalam kaitannya dengan lingkungan hidup,” jelasnya.
Kemudian, beberapa kluster yang sangat berkaitan dengan isu lingkungan yaitu klaster penyederhanaan izin, pengenaan sanksi dan pengadaan lahan. Selain dari itu ada yang tak kalah penting untuk kepentingan rakyat yaitu untuk segera disahkannya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS), di mana kasus kekerasan seksual semakin marak terjadi di Indonesia. Berdasarkan catatan Komnas Perempuan sebanyak 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi sepanjang tahun 2019.
Jumlah tersebut naik sebesar 6% dari tahun sebelumnya yakni 406.178 kasus.
“Di mana dalam dunia kerja pun perempuan sering mendapat kekerasan seksual, berdasarkan catatan akhir tahun Komnas Perempuan tahun 2019 dari 3.528 kasus kekerasan di ranah publik, terdapat 2.670 atau sebesar 76% kekerasan seksual yang terjadi di tempat kerja,” tambahnya.
Kondisi ini akan semakin diperparah dengan disahkannya Omnibus Law dan dibatalkannya RUU PKS. Maka dari itu sudah tidak ada alasan lagi bagi Balikpapan Bergerak untuk berdiam diri.
“Sudah saatnya kita melawan penindasan berlapis-lapis ini. Atas dasar itu kami aliansi kolektif menyatakan sikap gagalkan Omnibus Law dan sahkan RUU penghapusan kekerasan seksual,” tegasnya. (tim)