Kaltimkita.com, BANJARMASIN - Kuasa hukum, Mardani H Maming, Denny Indrayana menyebut belum diterimanya gugatan praperadilan kliennya itu mencederai rasa keadilan.
Hal tersebut disebabkan KPK menetapkan Mardani sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) saat proses praperadilan bergulir.
"Tentu ada kekecewaan karena proses yang sudah kami siapkan dengan sangat serius, menghabiskan banyak energi dan pikiran disabotase dengan hanya penetapan DPO yang masih bisa persoalkan," jelas Denny Indrayana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (27/7/2022).
Denny mengacu aturan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) 1 Tahun 2018 yang melarang tersangka sedang buron dilarang mengajukan praperadilan.
Denny menyebut status DPO itu pun terkesan dipaksakan setelah pihak pengacara Mardani H Maming telah mengirimkan surat tentang kesediaan kliennya itu untuk diperiksa.
"Kami itu bersurat, panggilan pertama dan kedua, tapi dinyatakan tidak ada keterangan dan mangkir, saya khawatir pada panggilan kedua misalnya kami ditanya habis magrib itu kok belum datang. Padahal kami sudah mengirim surat tidak hadir dan diterima KPK setengah 11," tegas Denny.
"Kalau ini yang kemudian dijadikan pintu masuk untuk tidak menerima, ya, itu yang tadi saya sebut, ini jadi sabotase proses praperadilan kami. Akhirnya tidak masuk ke pertanyaan-pertanyaan pokok tentang penetapan tersangka yang tidak sah, pembuktian yang tidak sah," tambah Denny.
Tidak Ditolak
Sebelumnya, dalam putusan praperadilan hari ini, hakim tunggal Hendra Utama Sutardodo belum menerima permohonan praperadilan yang diajukan Mardani. Penunjukan DPO oleh KPK menjadi salah satu pertimbangan hakim dalam menolak gugatan tersebut.
Putusan ini berbeda dengan ditolak sebab secara hukum ada tiga poin putusan, menurut Denny, yakni:
1. Diterima/dikabulkan: artinya dalil-dalil terbukti
2. Ditolak: Artinya dalil-dalil tidak terbukti
3. Belum Diterima: belum masuk ke inti permasalahan. Ada persyaratan formil yang tidak dipenuhi, sehingga hakim tidak memeriksa pokok perkara. Jadi tidak ada pembuktian dalil-dalil.
Konstruksi Perkara
Mardani sebelumnya dituding KPK pernah menerima suap dan gratifikasi terkait peralihan izin usaha pertambangan di Tanah Bumbu semasa menjabat bupati pada 12 tahun silam.
KPK mulai menyidik Mardani H Maming setelah mendapat aduan dari kuasa hukum Raden Dwidjono selaku mantan kepala dinas ESDM Tanah Bumbu. Dwidjono telah divonis bersalah oleh hakim Pengadilan Banjarmasin.
Pengadilan Banjarmasin menilai Dwidjono bersalah menerima suap karena kewenangan yang berhubungan dengan jabatan sesuai Pasal 11 Undang-Undang Tipikor.
Putusan Pengadilan Banjarmasin itu dinilai kuasa hukum Mardani menunjukkan bahwa pelimpahan IUP kepada PT PCN yang ditandatangani oleh Mardani tidak terkait dengan suap yang diterima oleh Dwidjono.
Sebagai pengingat, kasus korupsi yang menyeret nama Mardani pada 2011 silam menyangkut pengalihan IUP operasi dari PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) kepada PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN). Dwidjono menjadi terdakwa tunggal dalam kasus tersebut, setelah Henry Soetio meninggal pada 19 Juli 2021.
Penetapan tersangka seiring dengan pencegahan Mardani untuk bepergian ke luar negeri. Mardani dicegah untuk bepergian ke luar negeri bersama adiknya, Rois Sunandar, selama enam bulan ke depan terhitung sejak Juni 2022.
Usai diperiksa Juni lalu, Mardani mengaku dimintai keterangan oleh KPK soal permasalahannya dengan Pemilik PT Jhonlin Group, Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam.
Mardani mengajukan gugatan praperadilan lantaran menemukan sederet kejanggalan, selepas ditetapkan KPK sebagai tersangka.
Dari sisi prosedur penetapan tersangka, misalnya, tim kuasa hukum menyayangkan mengapa masyarakat lebih dulu mengetahui status tersangka dibanding Mardani sendiri.
Begitu juga dengan jarak laporan kejadian dengan penerbitan sprindik. Kemudian hal proses penyidikan di KPK berjalan saat perkara yang berkaitan sedang ditangani jaksa dan disidangkan di PN Tipikor Banjarmasin.
Ketiga mengenai singkatnya waktu yang dibutuhkan KPK untuk menetapkan bendahara umum PBNU tersebut sebagai tersangka. Diketahui Mardani menjalani pemeriksaan dalam proses penyelidikan 7 Juni lalu, sedangkan laporan kejadian perkara 9 Juni. Kasus tersebut naik ke tingkat penyidikan pada 16 juni dan surat pemberitahuan pada 20 juni. (*/bie)