Kaltimkita.com, MANILA – Filipina dilanda panas ekstrem hingga di atas 40 derajat Celcius. Pemerintah terpaksa menutup ribuan sekolah dan membatalkan kelas tatap muka.
Dilansir dari Straits Times, Sabtu (6/5/2024) bulan Maret, April dan Mei biasanya merupakan bulan terpanas dan terkering di negara kepulauan ini. Kondisi ini diperburuk oleh fenomena cuaca El Nino.
Banyak sekolah tidak memiliki AC, sehingga siswa harus kepanasan di ruang kelas yang padat dan berventilasi buruk.
Departemen Pendidikan Filipina telah mengeluarkan mandat, memberikan wewenang kepada kepala sekolah untuk memutuskan kapan harus beralih ke pembelajaran jarak jauh jika terjadi cuaca panas ekstrem dan bencana lainnya.
Terhitung tanggal 5 April, sebanyak 5.288 sekolah menangguhkan kelas tatap muka, yang berdampak pada lebih dari 3,6 juta siswa. Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan 4.769 sekolah yang ditutup pada 4 April.
Langkah lain yang juga dilakukan pihak sekolah yaitu mengurangi jam pelajaran untuk menghindari pengajaran pada waktu-waktu terpanas.
Ramalan cuaca memperkirakan, suhu di Filipina bisa mencapai tingkat ‘bahaya’ 42 atau 43 derajat Celcius di beberapa wilayah pada tanggal 5 April. Di Manila, indeks panas diperkirakan akan mencapai tingkat ‘sangat hati-hati’ hingga 40 derajat C.
Dikutip dari CNBC Indonesia, Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) telah memberikan kode merah terkait keadaan iklim global pada 19 Maret 2024 lalu. Dilaporkan, es di kutub mencair dengan tingkatan yang semakin cepat jika dibandingkan beberapa tahun sebelumnya.
Selain itu, WMO juga menyoroti semakin banyaknya bencana yang terjadi akibat perubahan iklim. Di sisi lain, WMO menyatakan langkah dunia soal perubahan iklim masih perlu ditingkatkan, terutama dari unsur pendanaan.
“Pada 2021-2022, aliran keuangan global terkait iklim meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan 2019-2020. Namun, masih hanya mewakili 1 persen dari PDB global,” menurut laporan organisasi nirlaba Climate Policy Initiative yang dikutip oleh WMO.
“Aliran keuangan ini berjumlah US$1,3 triliun setara dengan PDB Indonesia dan sekitar setengah PDB Perancis sebagai perbandingan. Namun, investasi perlu ditingkatkan enam kali lipat dan mencapai US$9 triliun pada 2030 agar tetap berada dalam target 1,5 derajat Celcius ditetapkan oleh Perjanjian Paris,” tambahnya. (det/bie)