KaltimKita.com, JAKARTA - Para ilmuwan baru saja menyelesaikan 9 indikator kondisi Bumi yang aman bagi manusia, namun mencatat 6 diantaranya telah melampaui batas aman diluar level safe operating space, termasuk perubahan iklim, polusi, dan merosotnya keanekaragaman hayati, oleh karena itu pemimpin Indonesia perlu memenuhi kriteria pro-kesejahteraan ramah lingkungan atau memiliki Sustainability Quotient (SQ) yang tinggi, demikian disampaikan Mahawan Karuniasa, Pakar Lingkungan Universitas Indonesia.
Hal tersebut disampaikan dalam Webinar Mencari Figur Pemimpin Pro-Lingkungan yang diselenggarakan Asosiasi Media Siber Indonesia bekerjasama dengan BBC Media Action pada Kamis, 26 Oktober 2023.
Beberapa kriteria pro-kesejahteraan ramah lingkungan yaitu pertama mampu menjaga kedaulatan sumberdaya alam tidak terbarukan, dengan menutup keran ekspor, menghemat dan mengutamakan kepentingan dalam negeri. Kedua mengendalikan sumberdaya alam terbarukan, seperti menciptakan swasembada pangan, mempercepat penyediaan energi bersih, dan mengendalikan jumlah penduduk yang terus membengkak.
Ketiga, pemimpin baru mesti mampu menghadapi triple planetary crisis (perubahan iklim, pencemaran, dan biodiversity loss) dengan memangkas emisi gas rumah kaca dan meningkatkan adaptasi terutama kelompok rentan iklim, merestorasi dan menjaga ekosistem daratan dan lautan serta penegakan hukum pencemaran lingkungan. Selain itu mampu menghadapi krisis lainnya yaitu perubahan sistem lahan, air, dan siklus kimia terutama fosfor dan nitrogen, antara lain dengan mengendalikan tutupan dan perubahan penggunaan lahan melalui tata ruang dan pengelolaan daerah aliran sungai serta pengendalian pupuk pertanian dan limbah tambang.
Keempat, kriteria pemimpin baru perlu mampu menciptakan konsep kesejahteraan dan pembangunan SDM yang baru, karena pada saat ini kesejahteraan cenderung diukur dengan ekonomi namun pada kenyataannya tidak sejalan dengan tingkat kebahagiaan masyarakat yang ingin dicapai.
Kriteria kelima, pemimpin baru harus mampu membangun sistem politik dan ekonomi yang tidak merusak lingkungan juga membangun etika bumi yang mendorong para pemangku kepentingan menjaga kehidupan yang harmonis dengan alam.
Dalam kesempatan tersebut, Dayu Nirma dari Binus University mengutarakan minimnya sense of crisis dari para pemimpin, sedangkan Kennedy Muslim dari Indikator Politik Indonesia menyoroti kesadaran lingkungan pemilih muda yang semakin peduli isu lingkungan namun masih terbatas pelibatannya dalam membangun gagasan kebangsaan terutama untuk membangun masa depan mereka.
Menutup catatannya, Ketua Umum Jaringan Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia ini menyatakan tidak ada pilihan lain bagi Indonesia untuk menjaga kelestarian Bumi Indonesia, karena itu menjadi syarat menjadi negara maju di era saat ini. Jadi semua pihak perlu mendorong agar pemimpinnya memgembangkan kapasitas untuk memiliki kriteria pemimpin yang pro kesejahteraan ramah lingkungan. (*/and)