Kaltimkita.com, BALIKPAPAN – Penanganan masalah stunting di Kota Balikpapan dinilai masih terkendala oleh lemahnya sistem pendataan di lapangan.
Ya, hal itu tak luput dari perhatian serius Anggota Komisi IV DPRD Balikpapan, Siska Anggreni.
Ditemui di ruang kerjanya, Senin (20/10/2025), Siska menilai, tanpa data yang valid dan terbarui, upaya pemerintah untuk menekan angka stunting akan sulit dilakukan secara tepat sasaran.
“Persentase stunting di Balikpapan sebenarnya belum bisa dipastikan karena persoalannya ada pada pendataan. Pendataan yang tidak akurat membuat kita tidak tahu secara pasti berapa angka stunting yang sebenarnya,” ungkapnya.
Menurutnya, pendataan seharusnya dilakukan secara menyeluruh mulai dari tingkat bawah, terutama melalui kader-kader posyandu. Ia mencontohkan sistem pendataan di Kota Bogor dan Jakarta yang dinilai sudah lebih maju dan terintegrasi.
“Saya pernah melakukan kajian ke Bogor dan Jakarta. Di sana, pendataannya sudah sangat lengkap dan spesifik. Misalnya untuk kategori stunting, fakir miskin, keluarga tidak mampu, hingga janda, semua disertai foto, alamat, dan nomor kontak. Jadi datanya benar-benar bisa dipantau secara langsung berdasarkan wilayah,” jelas perempuan dari Fraksi Nasdem ini.
Siska menilai, sistem pendataan seperti itu layak diterapkan di Balikpapan agar pemerintah memiliki basis data yang kuat untuk menyusun kebijakan penanganan stunting.
“Kalau pendataan kita diperbaiki, baru kita bisa tahu berapa sebenarnya angka stunting di Balikpapan. Dari situ kita bisa menentukan langkah yang tepat untuk memperbaikinya. Karena tanpa data valid, kita tidak tahu dari mana harus memulai,” tegasnya.
Selain itu, ia juga menyoroti banyaknya data lama yang belum diperbarui, termasuk data warga yang sudah pindah atau meninggal dunia namun masih tercatat aktif. Kondisi ini, kata dia, semakin memperburuk akurasi data stunting di lapangan.
“Pendataan yang tidak pernah diperbarui bisa membuat hasilnya keliru. Misalnya data warga yang sudah tidak tinggal di wilayah tersebut masih tercatat, tentu ini harus segera dibenahi,” tambahnya.
Ia bahkan mengusulkan agar Balikpapan mengembangkan sistem berbasis aplikasi seperti yang digunakan di DKI Jakarta, yang memungkinkan pengawasan dan pembaruan data dilakukan secara digital dan terpusat.
“Di Jakarta, sistem seperti itu sudah diterapkan melalui BPBD dengan anggaran sekitar Rp10 miliar. Aplikasinya seperti command center yang bisa memantau kondisi wilayah secara real time. Model seperti ini bisa kita jadikan contoh untuk memperkuat data penanganan stunting di Balikpapan,” tutup Siska. (lex)