KaltimKita.com, BALIKPAPAN - Peradaban manusia menuju era society 5.0 mengantarkan problematika sosial yang semakin beragam. Tentu saja, ini menjadi tantangan tersendiri dalam menghadapi perubahan zaman. Dimana perubahan itu mengantarkan manusia membentuk kebiasaan sosial dan budaya masyarakat.
Kondisi ini tentu saja tidak terlepas dari catatan sejarah dimasa lalu yang memberikan ragam warna bagi perempuan di masa kini. Seperti kiprah RA. Kartini yang merupakan role model perempuan Indonesia hingga saat ini.
Sejarah mencatat bahwa sosok RA.Kartini menganggap bahwa kala itu perempuan pribumi memiliki stratifikasi sosial yang rendah. Tentu saja, pada akhirnya sosok kartini membuktikan bahwa sejatinya semua kaum perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam mewujudkan impian dan mengenyam pendidikan tinggi. Sekalipun demikian, hingga saat ini gender role di masyarakat masih sering djumpai yang memberikan jarak antara peran perempuan dan peran laki-laki.
Perdebatan gender sebagai bentuk budaya yang dipakai membedakan peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional yang berkembang dimasyarakat.
Sebagaimana ketimpangan gender senantiasa dikaitkan dengan ciri biologis yang menandai kaum perempuan sebagai kaum yang bersifat feminim. Kaum perempuan itu juga dianggap lemah lembut sedangkan kaum laki-laki dianggap sebagai kaum yang tangguh. Inilah yg menjadi sumber timbulnya subordinasi gender.
Subordinasi gender bagi kaum perempuan merupakan penomorduaan gender bagi kaum perempuan yang memberikan stigma bahwa peran, fungsi dan kedudukan perempuan berada dibawah laki-laki.
Menurut Julia Cleves Mosse (1996) asal usul subordinasi bagi kaum perempuan tidak hanya pada konteks keluarga melainkan juga pada konteks pekerjaan. Tentu saja, subordinasi gender bagi kaum perempuan ini membuat eksistensi perempuan di ranah domestik lebih luas dari pada di ranah publik.
"Seorang perempuan atau anak perempuan haruslah berusaha untuk memperjuangkan kehidupannya. Merdeka di ranah publik artinya berusaha untuk berdaya guna minimal bagi diri sendiri ataupun bagi keluarga,” ungkap Dr. Indrayani.
Indonesia telah memberikan ruang hak dan persamaan bagi kaum perempuan untuk menjalankan peran di ranah publik dan ranah domestik. "Setiap individu memiliki kapasitas masing-masing. Keyakinan yang teguh, tekad yg kuat serta komitmen untuk mewujudkan impian haruslah ditanamkan sejak dini bagi generasi perempuan. Sebab, semakin berdaya kaum perempuan, maka semakin berpeluang terhadap peningkatan partisipasi kerja bagi perempuan. Akhirnya, peran perempuan diruang publik tanpa subordinasi gender akan menghantarkan pertumbuhan ekonomi bagi Negara Republik Indonesia,” tutup Dr. Indrayani. (*)