Catatan Rizal Effendi
SAYA kemarin terbang ke Yogyakarta. Tujuannya singgah sebentar menengok cucu saya, Dafa yang baru ngekos di sana. Baru saya meneruskan perjalanan ke Semarang untuk mengikuti Sidang Pleno XXII Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), 24-26 Agustus 2022. Kebetulan saya ketua ISEI Balikpapan. Saya akan bergabung dengan seluruh ketua ISEI se-Indonesia
Cucu saya baru diterima di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Dia mengambil jurusan Teknik Sipil Internasional di Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan. Dia baru saja menjalani opspek universitas. Masih ada kegiatan pendalaman dasar Islam, opspek fakultas, sebelum nanti tanggal 5 September mulai memasuki masa perkuliahan.
Makan lesehan di halaman Warung Kopi Klotok
“Asyik juga tinggal di Yogya, Kai. Makanannya murah sesuai kantong kita para mahasiswa. Ada teman Dafa di SMA yang juga kuliah di sini. Doakan Dafa, ya Kai,” kata cucu saya, yang sudah mulai mengenal seluk beluk Kota Gudeg.
Saya tiba di Yogyakarta masih pagi. Maklum pesawat Lion yang saya tumpangi dari Balikpapan terbang pukul 06.00 Wita. Saya sudah mendarat di Yogyakarta International Airport (YIA), Kulon Progo sekitar pukul 07.00 waktu setempat. Saya bilang ini bandara “Sugeng Rawuh.” Karena ucapan selamat datang dalam bahasa Jawa itu, bertebaran di sana.
Di bandara belum banyak orang. Lalu saya bersama Chris, yang mendampingi saya mencoba naik kereta api. Ternyata enak sekali. Keretanya baru dan suhu dalam kabinnya sangat sejuk. Dalam waktu 40 menit sudah sampai di Stasiun Tugu. Jauh lebih cepat dibanding kalau kita naik mobil, yang hampir dua jam. Tarifnya juga murah, Rp 20 ribu per orang.
Tadinya saya mau sarapan pagi nasi pecel Solo di dekat hotel Hyatt, Sleman. Ternyata sopir mobil yang saya tumpangi, Pak Agus memberitahu bahwa nasi pecel Solo itu sudah tutup kena dampak Covid-19. Saya kaget padahal warung nasi pecel Solo sangat enak dan laris, kok akhirnya bangkrut. Saya berdoa bisa dibuka lagi. Di situ saya bisa menyeruput berbagai minuman khas Jawa seperti temu lawak dan wedang uwuh.
Masak sayur lodeh di dalam Warung Kopi Klotok, yang dipenuhi pisang kepok
Sebagai penggantinya, saya sarapan gudeg Yu Jum di dekat kampus UGM. Ini salah satu gudeg terbaik di Yogya. Sudah ada sejak tahun 1951. “Tapi itu agak manis, Pak. Ada juga Gudeg Sagan, gudeg basah yang rasanya tidak terlalu manis. Cuma agak lebih pedas,” kata Pak Sopir.
Ba'da salat dzuhur saya disarankan makan siang di Warung Kopi Klotok. Saya pikir ini semacam kafe. Ternyata bukan. Ini salah satu tempat makan terbaik, bernuansa suasana desa, tapi pelanggannya luar biasa. Yang datang tiap hari bisa ribuan orang, mulai orang penting, artis, wisatawan, dan warga biasa.
Padahal warungnya benar-benar ndeso. Rumahnya bentuk joglo tapi sudah sangat usang. Di tengah persawahan di kawasan Sleman atau tepatnya di Jl Kaliurang Km 16, Area Sawah, Pakembinangun, Kecamatan Pakem.
Di dalam “gubuk” Warung Kopi Klotok terpampang sejumlah kesan dalam tulisan tangan dari berbagai tokoh dan artis yang sempat makan di situ. Ada pesan Presiden SBY dan Ibu Ani. Ada juga Presiden Megawati dan Puan Maharani. Ada Wapres Kiai Ma’ruf Amin dan Ibu Wury Estu Handayani. Bahkan ada juga Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo. “Maju terus Kopi Klotok. Pertahankan terus untuk selalu enak. Seedap!” tulis Bu Mega dalam pesannya.
Sementara dari kalangan artis dan pemusik juga banyak. Mulai Ahmad Dani, Cak Lontong, De Masiv sampai Nikita Mirzani. “Makan dan minum di warung Kopi Klotok enak-enak. Semua wajib makan lagi di sini,” pesan Nikita.
Saya datang ke warung itu sekitar pukul 12. Ini pertama kali. Ampun sangat sesak di dalam. Akhirnya saya dapat tempat di teras warung. Tapi sebagian orang memilih lesehan di halaman sambil memandang ke arah seberang warung, yang lagi penuh dengan hamparan tanaman jagung. Di Yogya baru selesai panen padi, sehingga areal pertanian sekarang banyak diisi dengan tanaman jagung. Biasanya di situ terlihat hamparan sawah padi yang begitu hijau.
Kopi Klotok mulai buka pukul 07.00 pagi sampai 22.00 malam. Semua makanan dimasak di situ menjadi satu dengan meja tempat kita makan. Mereka tidak menggunakan kompor. Tetap kayu bakar. Ada sayur lodeh, tempe garit sampai telur dadar krispi. Disajikan secara prasmanan. Makan sepuasnya, hanya bayar Rp 13.500.
Yang saya kaget di situ juga kita bisa menikmati pisang goreng atau sanggar pisang kepok. Sangat enak. Pisang kepok, ya pisang manurun atau pisang kalimantan seperti kita di Balikpapan. Ini disajikan dengan kopi klotok, yang punya cita rasa tersendiri.
Kabarnya Warung Kopi Klotok juga sudah buka di Cisarua. Pemiliknya disebut-sebut adalah politisi Siti Hediati Hariyadi atau yang lebih dikenal dengan nama Titiek Soeharto.
BERHASIL MEMAKMURKAN
Alhamdulillah saya sempat salat maghrib di Masjid Jogokaryan, Jl Jogokaryan 36, Kecamatan Mantrijeron. Ini masjid terkenal dengan keuangan dan manajemennya yang sering jadi percontohan. Sebagai ketua umum Masjid Agung At Taqwa Balikpapan, saya wajib belajar ke sini.
Saya datang sekitar 5 menit sebelum azan. Saya pikir masjid telanjur penuh. Ternyata tidak. Di dalam ruangan utama, baru ada sekitar 10 jamaah. Tapi begitu salat akan dimulai, jamaah meluber sampai ke luar.
Bersama cucu saya, Dafa magriban di Masjid Jogokaryan
Menurut penuturan seorang jamaah kepada saya, jamaah Masjid Jogokaryan meluber sampai ke jalan-jalan pada bulan suci Ramadan. Selain warga setempat, juga datang ribuan mahasiswa yang ingin buka bersama. Pernah jamaahnya meledak sampai tiga ribu lebih. Tapi panitia bisa melayani semuanya.
Keistimewaan masjid ini, manajemen keuangannya tidak pernah menyimpan uang banyak di kas masjid. Bahkan dikenal dengan istilah nol saldo. Semua dihabiskan untuk kemakmuran masjid dan warga setempat, terutama yang tidak mampu. Masjid juga punya beberapa kegiatan usaha termasuk penginapan. Kalau ada jamaah yang kehilangan barang, sandal, sepatu bahkan sepeda motor, maka langsung diganti oleh pengurus masjid.
Dari segi bentuk dan arsitekturnya, Masjid Jogokaryan biasa-biasa saja. Bentuk bangunan sangat sederhana. Dan lokasinya sangat dekat dengan jalan. Tapi manajemen pengelolaan masjid ini, memang berhasil memakmurkan masjid sehingga menjadi percontohan.
Semalam di Yogya saya tutup dengan makan malam di Warung Sate Klathak Pak Pong Pusat di Jl Sultan Agung 18, Jejeran II, Wonokromo, Kecamatan Plered, Bantul. Lalu minum kopi di Menoewa Kopi Jogja, tempat Tri Suaka menyanyi bersama Nabila Maharani dan Zinidin Zidan. Tapi ketiga penyanyi itu sedang tidak manggung karena ada show di daerah lain.
Beberapa tamu dari luar daerah mengaku kecewa jauh-jauh datang ke Yogya mau menonton Tri Suaka ternyata tidak ada. Kabarnya Zidan yang berasal dari Sulteng itu, juga sudah jarang bergabung menyusul kasus pelecehan kepada penyanyi Andika. Penggemar Tri Suaka langsung melorot dan menjauh. Seperti lagu Tri Suaka terakhir yang lagi digemari, “Aku bukan jodohnya.”
Saya bahagia bermalam di Yogyakarta. Diberi fasilitas menginap di Hotel Platinum milik Pak Charles, yang dekat bandara lama, Bandara Adisutjipto. Soalnya menjelang waktu salat subuh, tim kesayangan saya di Liga Inggris, Manchester United mengalahkan Liverpool 2-1. Sesuai tema HUT ke-77 Kemerdekaan RI, “Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat.” Mantappp.(*)