Catatan Rizal Effendi
MAAFKAN Persiba! Saya tahu kita semua sakit hati. Kecewa dan gemas. Maklum hampir pasti Persiba jatuh ke jurang Liga 3, menyusul kekalahan 0-1 dari Sulut United di babak play off Liga 2 di Stadion Kalabat, Manado, Senin (22/1).
Ini kekalahan yang keempat tim Beruang Madu ketika bertemu Sulut United. Lima hari sebelumnya, Persiba ditekuk Sulut United 1-2 di kandang sendiri, Stadion Persiba Batakan, Rabu (17/1).
Saya sempat menonton. Persiba unggul di babak pertama, antiklimaks di babak kedua. Akhirnya kalah 1-2. Lalu kita sempat dipertontonkan pertandingan jenis lain. Berkelahi. Seru, ada pukulan dan tendangan. Untunglah akhirnya bisa dilerai dan para pemain mau bersalaman tanda mereka sudah damai.
Memang mengherankan, Persiba benar-benar tidak berkutik jika berhadapan dengan Sulut United. Main di kandang sendiri pun rontok. Siapa bilang “bubur manado” alias tinutuan makanan lembut? Apalagi Sulut United dijuluki Tim Hiu Utara. Tim kita benar-benar kelimpungan. Tidak berkutik. Akhirnya harus terlempar ke titik nadir paling rendah.
Striker Persiba Ardi Ardiana tak bisa apa-apa.
Liga 3 itu adalah kompetisi tingkat ketiga dalam sistem liga sepak bola Indonesia, yang digulirkan sejak tahun 2014. Itu tingkat kompetisi Liga Indonesia paling bawah, setelah sebuah tim terlempar dari Liga 1 dan Liga 2.
Bagi tim yang yang duduk di Liga 3, maka perjuangannya naik ke Liga 2 sangat berat dan panjang. Sebab, sistem pertandingannya dibagi dua babak. Pertama, harus mengikuti babak kualifikasi di tingkat provinsi. Kalau keluar sebagai juara baru bisa mengikuti babak selanjutnya, yaitu putaran tingkat nasional.
Sebelum Persiba, Mitra Kukar lebih dulu terperosok ke Liga 3. Tapi tim kebanggaan warga Tenggarong itu memutuskan tidak mengikuti putaran Liga 3 di tahun kemarin. Malah kabar terakhir dilaporkan sudah bubar.
Persiba memang masih menyisakan dua pertandingan play off lagi. Yaitu lawan Persijap Jepara di Stadion Batakan, Sabtu (27/1) dan mengakhiri laga pamungkas lawan Persipa Pati di Stadion Joyo Kusumo, Pati, Sabtu (3/2).
Perkelahian pemain Persiba lawan Sulut United di Stadion Batakan.
Ada yang menghitung-hitung. Kalau Persiba memenangi dua pertandingan terakhir itu, maka asa Persiba terbuka sedikit untuk bertahan di Liga 2. Tapi dengan catatan, Sulut United kalah terus dalam dua pertandingan terakhir serta Persipa Pati juga sekali kandas. Sehingga posisi Persiba bisa di urutan kedua klasemen. Sesuatu yang rasanya sulit terjadi.
Dalam klasemen Grup C, Persiba di urutan buncit dengan poin 3 hasil sekali menang. Sedang Persijap menduduki posisi puncak dengan poin 9, menyusul Sulut United 7 dan Persipa 4. Dua tim di papan atas mendapat kehormatan bertahan di Liga 2. Masing-masing tim menyisakan dua pertandingan lagi.
PASTI MURUNG
Jika Wali Kota Kol CZI Syarifuddin Yoes masih hidup, pasti wajahnya sangat murung. Wali Kota Balikpapan ke-6 ini (1981-1989) dikenal sebagai wali kota yang sangat gigih dan berhasil memperjuangkan Persiba masuk ke kelas elite.
Saya masih menjadi wartawan Jawa Pos dan ManuntunG (Kaltim Post), yang banyak meliput Persiba. Termasuk wartawan senior Haris Syamtah dan Sofyan Asnawi (almarhum), yang dikenal saat itu sangat akrab dengan Pak Yoes.
Dalam pengalaman bertugas, saya pernah “dihukum” Pak Yoes tidak boleh meliput Persiba gara-gara ada berita Jawa Pos yang dianggap sangat melecehkan Persiba. Mungkin gara-gara itu, ternyata ada hikmahnya. Saya bisa juga menjadi wali Kota Balikpapan sejak 2011.
Rindu suasana seperti ini
Pak Yoes berani mengontrak pelatih Ronny Pattinasarany, yang mengangkat Persiba sampai ke Divisi Utama. Persiba sempat dijuluki “Tim Selicin Minyak” karena kelas permainannya sangat liat. Pelatih nasional Bima Sakti sempat bermain untuk Persiba. Apalagi stadionnya, Stadion Parikesit persis berada di samping kilang minyak Balikpapan.
Tapi pada akhir masa tugas Pak Yoes, Persiba sempat turun kasta ke Divisi 1 dan baru musim kompetisi 2004 naik lagi ke Divisi Utama era Wali Kota Imdaad Hamid melalui perjuangan luar biasa.
Semangat saya mencintai Persiba memang tidak sama dengan Pak Yoes dan wali kota di atas saya. Sebab, di era kepemimpinan saya, Pemerintah Daerah (Pemda) sudah dilarang membantu pendanaan tim perserikatan, yang berubah menjadi tim profesional berbadan hukum. Tapi saya tetap menonton Persiba sampai sekarang dan ikhlas membeli tiket masuk duduk bersama “pasukan” Balistik di pintu Selatan Stadion Batakan.
Sejak musim kompetisi 2017, Persiba terdegradasi ke Liga 2 karena hasil pertandingannya tidak memuaskan. Persiba di urutan ke-17. Upaya untuk naik ke Liga 1 buyar sekarang karena Persiba harus menerima kenyataan tengah “OTW” menuju Liga 3.
Dari segi manajemen, Persiba juga mengalami pergantian. Setelah Persiba berbadan hukum, maka saham Persiba sempat dimiliki H Syahril HM Taher, ketua MPC Pemuda Pancasila (PP) Balikpapan, yang cukup lama mengurusi Persiba. Belakangan sempat akan dilepas ke Rahmad Mas’ud, yang waktu itu masih wakil wali kota. Tapi karena sesuatu hal, berujung batal dan akhirnya masuk Gede Widiade, pengusaha yang juga aktif di persepakbolaan nasional menjadi penyelamat.
Belakangan Gede juga angkat tangan. Apalagi biaya pengelolaan Persiba makin berat tanpa mendapat dukungan dari berbagai pihak. Kepala UPTD BPKAD Djogeh Permana pernah mengungkapkan Persiba sempat menunggak pembayaran sewa stadion Rp300 juta.
Gede melepas sahamnya dan muncullah pengelola baru sejak 13 November 2023. Manajemen baru itu dipimpin Mohammad Rafii Perdana (MRP), yang disebut-sebut adalah putra mantan Wakapolri Komjen (Purn) Dr (HC) Syafruddin Kambo.
MRP bukan orang baru di persepakbolaan nasional. Dia pernah menjadi COO (Chief Operating Officer) Persija di tahun 2016-2018. Bersama Gede dia berhasil mempersembahkan hadiah terbaik untuk warga Jakarta dengan menjuarai Liga 1 Tahun 2018/2019, Piala Presiden 2018, trofi Boost Fix Super Cup 2018 di Malaysia dan semifinalis AFC Cup 2018.
Sayang MRP masuk ke Persiba di ujung kompetisi Liga 2. Dia tidak bisa berbuat banyak untuk menyelamatkan nasib Persiba. Tetap saja Beruang Madu tak berbuah manis. Apakah MRP tetap bertahan? Ini yang masih menjadi tanya besar.
Saya lihat di media sosial beragam pendapat dan komen tentang Persiba. Ada yang menyerang, ada juga yang tetap membela. Tapi, saya bersama Balistik tentu tetap mencintai Persiba dalam kondisi apa pun. Kita berjuang lagi, meski harus merangkak dan terseok-seok.(*)