KaltimKita.com, SANGATTA – Jalannya pesta demokrasi di Kabupaten Kutai Timur di ciderai dengan ibdikasi kecurangan yang terlihat jelas hal ini berdasarkan temuan-temuan para tim maupun saksi paslon bupati/wabup Kutim nomor urut 1 H Mahyunadi, SE.,M.Si dan H Lulu Kinsu.
Akibat dugaan pelanggaran pemilukada tak ayal baik para pendukung paslon bupati/wabup kutim nomor urut 1 Mahyunadi-Kinsu merasa dirugikan, untuk itu Minggu (13/12/2020) mendatangi kantor Bawaslu dan berlanjut pada hari Senin malam (14/12/2020) Tim Pemenangan Paslon 01 Mahyunadi-Kinsu, Munir yang didampingi Advokasi, secara lugas membeberkan berbagai dugaan pelanggaran yang terjadi di Pilkada Kutim. Ada 3 poin penting yang diduga kuat merupakan tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh salah satu paslon.
Tim advokasi nemberikan bukti adanya KTP ganda yang disinyalir bisa mencoblos berulang - ulang di TPS berbeda
Pertama, terkait temuan adanya kartu tanda penduduk (KTP) ganda di hampir semua TPS di Kabupaten Kutim. Temuan ini berkaitan erat dengan perolehan suara yang terjadi pada saat pelaksanaan pencoblosan pada tanggal 9 Desember 2020 lalu.
“Dalam laporan ini, kami melampirkan berupa DPT dan DPTb yang memang secara signifikan ditemukan adanya pemilih ganda, yakni pemilih yang pernah mencoblos dengan nama dalam DPT dan juga DPTb. Data pelanggaran ini secara masif terjadi di hampir semua TPS,” ungkap Munir dalam keterangan konferensi persnya.
Lebih lanjut munir menduga, bahwa temuan itu berkaitan erat dengan didapatkan data-data KTP ganda di hampir semua kecamatan oleh pihaknya. Untuk itu, ia meminta Bawaslu Kutim agar secara serius mendalami temuan dugaan pelanggaran tersebut.
Poin kedua, yakni adanya dugaan 0 yang dilakukan oleh calon petahana, yakni berupa penyalahgunaan kewenangan yang Pasal 71 ayat 3 Undang-Undang nomor 10 tahun 2016. Di mana, alat bukti atas dugaan pelanggaran itu telah diserahkan ke Bawaslu Kutim. Bahkan alat-alat bukti dukungan atas laporan itu pun telah dilengkapi.
“Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih,” terang Munir Munir menjelaskan pada poin terkait pengangkatan DR Sulastin S Sos M Kes sebagai Plt Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kutai Timur.
Menurutnya, pengangkatan Sulastin ini menyalahi aturan. Yang mana, lanjut Munir, bentuk pelanggaran dalam pengangkatan Sulastin sebagai Plt Kepala Disdukcapil Kutim, terkait amanat Pasal 71 ayat 2 Undang-Undang (UU) nomor 10 tahun 2016. “Pasal 71 ayat 2 itu berbunyi, Gubernur atau Wakil Gubenur, Bupati atau Wakil Bupati, Walikota atau Wakil Walikota, dilarang melakukan penggantian pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan, kecuali mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri,” tegasnya.
Sesuai data Surat Perintah Pelaksana Tugas Bupati Kutai Timur nomor 821.29/572/BKPP-MUT/IX/2020 tertanggal 25 September tahun 2020 yang diperoleh pihaknya, diketahui kalau Sulastin ditunjuk sebagai Plt Kepala Disdukcapil Kutim pada 25 September 2020 atau 2 hari setelah Plt Bupati Kutim Kasmidi Bulang sebagai petahana ditetapkan menjadi paslon nomor urut 03.
“Kami tidak melihat adanya urgensi dalam pergantian Plt Kepala Disdukcapil Kutim itu. Sementara SK Pak Heldi Frianda sebagai Plt Kepala Disdukcapil Kutim, juga baru akan berakhir pada 1 November 2020. Dengan dasar itulah, Kami menduga, kalau pengangkatan Plt Kepala Disdukcapil Kutim dari Heldi Frianda ke Sulastin ini diduga kuat berkaitan dengan temuan banyaknya KTP ganda di lapangan. Jika merujuk pada UU nomor tahun 2016, maka tindakan pelanggaran itu dapat berupa diskualifikasi kepada paslon yang telah diduga melakukan pelanggaran,” tutup Munir yang di dampingi Tim Advokasi MaKin. (tim)