Kaltimkita.com, BALIKPAPAN - Surianti (47), warga Kelurahan Sepinggan, Kecamatan Balikpapan Selatan, melaporkan dua oknum pegawai salah satu Bank BUMN di Balikpapan ke Polda Kaltim.
Laporan tersebut terkait dugaan pemalsuan tanda tangan. Kepolisian kini tengah melakukan penyelidikan.
"Kami sudah laporkan ke Polda Kaltim tanggal 24 Mei 2023. Ada dua oknum yang dilaporkan, yakni IK bagian lelang dan AR pimpinan Bank," kata Surianti kepada wartawan saat ditemui di kediamannya, Kamis (22/6/2023).
Akibat dugaan pemalsuan tanda tangan itu, Surianti beserta anaknya terancam kehilangan dua asetnya di Balikpapan, yakni sebuah ruko di Jalan Sepinggan Baru, Kelurahan Sepinggan, Balikpapan Selatan dan rumah di Jalan Perusda Merah Delima V, Kelurahan Sepinggan Baru, Balikpapan Selatan.
Sebelum dugaan pemalsuan ini terkuak, Surianti mengaku dirinya memang terlibat dalam urusan utang dengan salah satu bank BUMN di Balikpapan.
Utang tersebut bermula penawaran dari petugas bank untuk membeli ruko dengan metode lelang senilai Rp 600 juta, persisnya pada 2018.
"Kami ditawari. Karena memang sebelumnya sudah biasa meminjam uang ke bank itu untuk modal usaha bengkel," ungkapnya.
Surianti menerima saja penawaran tersebut. Awalnya pembayaran berjalan lancar. Sampai akhirnya pandemi Covid-19 melanda. Lantaran banyak aktifitas yang dibatasi, pendapatannya ikut menurun.
Kondisi ini membuat Surianti pesimis mampu menyelesaikan angsuran lelangnya itu. Surianti lantas berinisiatif mendatangi pihak bank untuk meminta keringanan tenor. Dari 5 tahun menjadi 10 tahun. Sayang, upayanya selalu kandas karena pihak bank yang berwenang selalu tak berada di tempat.
Di tengah upayanya, Surianti justru dikejuatkan dengan kedatangan orang yang mengaku memenangkan lelang atas asetnya pada 10 Mei 2023. Yang lebih membikin kaget, pihak bank rupanya sudah melayangkan tiga kali surat peringatan untuk dirinya.
Yang jadi soal, Surianti yakin surat peringatan tersebut tidak pernah dia terima, apalagi menandatangani.
"Mereka bilang lewat pos, saya nggak pernah terima. Ini aja kami cuma dapat salinan fotokopian aja, yang sudah ditandatangani," ungkap Surianti sambil menunjukkan salinan 3 lembar surat peringatan dari bank.
Pada salinan surat peringatan pertama ditulis tertanggal 1 April 2019 lengkap dengan tanda tangannya tanpa nama terang. "Itu mirip tanda tangan saya. Tapi bukan saya yang tanda tangan. Cuma mirip, ini kan jelas ada pemalsuan, seolah-olah saya menerima surat peringatan itu," ucapnya.
Untuk salinan peringatan kedua dan ketiga, tidak ada tanda tangan, hanya paraf. Surianti memastikan, itu bukan parafnya.
Merasa dirugikan, dia pun menempuh jalur hukum. Dimulai secara perdata baik Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Tinggi. Namun belum membuahkan hasil. Surianti juga sudah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung untuk permasalahan yang ia hadapi.
Belakangan dirinya mendapat surat untuk pengosongan aset maksimal 12 Juli 2023 mendatang. "Saya heran, kok serba tiba-tiba. Kami seperti dipojokan supaya tidak punya banyak waktu," tuturnya.
Surianti tak menyerah. Dia memutuskan melaporkan dua pejabat berwenang dari bank tersebut atas dugaan pidana pemalsuan tanda tangan.
Kasubdit Harda (Harta Benda) Dit Reskrimum Polda Kaltim AKBP Harun membenarkan adanya laporan dari Surianti. Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) juga sudah diserahkan kepada Surianti selaku pelapor.
"Sementara masih dalam penyelidikan. Kami masih meminta keterangan pelapor dan (keterangan pendukung) lainnya," ucap singkat Harun. (an)