Tulis & Tekan Enter
images

Pantauan KPPU terhadap Harga Pangan di Awal Ramadan 1446 H

Kaltimkita.com, JAKARTA – Fenomena kenaikan harga pangan menjadi perhatian utama masyarakat jelang Ramadhan. Peningkatan permintaan terhadap berbagai bahan pokok seperti beras, gula, minyak goreng, daging, dan komoditas lainnya sering kali menyebabkan lonjakan harga di pasar. Namun, di luar mekanisme pasar yang wajar, terdapat potensi risiko praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang dapat memperburuk situasi. Oleh karena itu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melakukan pemantauan harga dan ketersediaan bahan pangan di berbagai wilayah untuk memastikan tidak terjadi pelanggaran persaingan usaha yang merugikan konsumen selama satu minggu sebelum Ramadhan 1446 H. Hasil pantauan tersebut disampaikan Anggota KPPU, Eugenia Mardanugraha dan Direktur Ekonomi KPPU, Mulyawan Ranamanggala dalam giat yang dilakukan dengan media secara daring kemarin sore, 4 Maret 2025 di Jakarta. 

 Dalam forum dengan awak media tersebut, disampaikan bahwa pantauan dilakukan melalui survei harga di tujuh wilayah kantor KPPU dengan fokus pada 17 (tujuh belas) komoditas penting yang mengalami lonjakan permintaan menjelang Ramadhan. Pemantauan ini dilakukan dengan membandingkan harga di pasar tradisional dan pasar modern dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) serta Harga Acuan Penjualan (HAP) yang ditetapkan oleh Badan Pangan Nasional.  

Berdasarkan pemantauan, KPPU menemukan hasil berikut:  

a.       Beras medium di seluruh wilayah kerja kantor wilayah KPPU ditemukan berada di atas HET, kecuali di wilayah Lampung yang sesuai dengan HET. Harga tertinggi ditemukan di Samarinda, mencapai Rp16.000 per kilogram, atau lebih tinggi 28% dari HET. Hal yang sama terjadi pada beras premium, yang umumnya dijual di atas HET, kecuali di pasar modern wilayah Surabaya dan Makassar.  

b.       Harga telur ayam di pasar tradisional bervariasi, mayoritas berada di bawah atau sesuai dengan HAP, kecuali di wilayah Bandung, Makassar, dan Samarinda yang menjual dengan harga berkisar Rp30.500 – Rp63.000 per kilogram. Harga tertinggi tercatat di Samarinda. Sementara itu, harga di pasar modern umumnya di bawah HAP, kecuali di Makassar yang mencapai Rp53.400 per kilogram, lebih tinggi 78% dari HAP.  

c.       Harga daging ayam cenderung stabil dan berada di bawah HAP yaitu Rp40.000 per kilogram, kecuali di pasar tradisional Samarinda dan pasar modern Surabaya yang masing-masing lebih tinggi 5% dan 6% dari HAP.  

d.       Harga daging sapi di sebagian besar wilayah berada di bawah HAP, dengan harga terendah di Sulawesi Selatan sebesar Rp87.400 per kilogram. Namun, di Lampung, Samarinda, Bandung, dan Surabaya, harga berada di atas HAP dengan deviasi 11-32%. Harga tertinggi tercatat di Lampung, mencapai Rp185.000 per kilogram.  

e.       Harga bawang putih di seluruh pasar tradisional melebihi HAP Rp38.000 per kilogram, dengan harga terendah di Surabaya Rp39.800 dan tertinggi di Bandung Rp46.000. Di pasar modern, harga tertinggi mencapai Rp64.000 per kilogram di Surabaya.  

f.        Harga bawang merah di pasar tradisional cenderung stabil dan di bawah HAP, dengan harga terendah di Medan (29% di bawah HAP) dan tertinggi di Makassar serta Bandung (4% di bawah HAP). Namun, di pasar modern, harga umumnya di atas HAP, dengan harga tertinggi di Yogyakarta Rp49.950 per kilogram.  

g.       Harga minyak goreng curah di pasar tradisional seluruhnya di atas HET, dengan harga terendah Rp18.600 di Yogyakarta dan tertinggi Rp28.000 di Samarinda. Produk "Minyak Kita" juga dijual di atas HET di enam wilayah, kecuali di Yogyakarta yang sesuai HET meski stok terbatas. Minyak goreng kemasan di pasar modern dijual dengan rentang harga Rp20.300 - Rp44.200 per liter.  

h.       Harga cabai merah di pasar tradisional mayoritas di bawah HAP, kecuali di Bandung yang mencapai Rp60.000 per kilogram (9% di atas HAP). Sementara itu, harga cabai rawit mayoritas di atas HAP, dengan harga tertinggi di Bandung Rp85.000 per kilogram (49% lebih tinggi dari HAP). Di pasar modern, harga cabai merah dan cabai rawit juga mayoritas di atas HAP, dengan rentang kenaikan 22%-99%.  

i.         Harga gula pasir curah di pasar tradisional umumnya di atas HAP dengan kenaikan 3%9%, kecuali di Surabaya dan Lampung yang sesuai HAP. Di pasar modern, harga gula pasir kemasan mayoritas sesuai HAP, namun di Medan dan Surabaya dijual lebih tinggi. 

j.         Harga garam di pasar tradisional dan modern bervariasi, dengan harga terendah Rp2.500 per kilogram di Bandung dan tertinggi Rp12.500 per kilogram di Samarinda.  

k.       Harga tepung terigu curah di pasar tradisional berkisar Rp8.000 – Rp12.000 per kilogram, dengan harga tertinggi di Lampung. Sementara harga tepung terigu kemasan di pasar modern berkisar Rp12.300 – Rp14.500 per kilogram. 

Survei ini merupakan indikator awal KPPU untuk mengetahui pelaku usaha komoditas apa dan di wilayah mana yang perlu mendapatkan perhatian khusus dari KPPU. Berdasarkan survei 17 komoditas yang dilakukan, secara keseluruhan terdapat 8 komoditas yang dijual di atas HET/HAP, yaitu Beras Medium, Beras Premium, Telur Ayam, Bawang Putih, Minyak Goreng Curah, Minyak Kita, Cabai Rawit dan Gula Pasir. Komoditas telur ayam di wilayah Samarinda dijual dengan harga yang paling jauh lebih tinggi dibandingkan dengan HAP, yaitu 110% lebih tinggi dibandingkan HAP. Kemudian diikuti dengan komoditas Minyak Goreng Curah di wilayah Samarinda juga 78% lebih tinggi dari pada HAP yang ditetapkan, serta  Cabai Rawit di wilayah Bandung dijual 49% lebih tinggi dari HAP yang ditetapkan. 

Dari data tersebut, KPPU melakukan analisis hasil pemantauan dan menemukan bahwa hampir seluruh stok komoditas tersedia di pasar tradisional dan modern. Namun, ditemukan kelangkaan beras medium di pasar modern di luar wilayah Medan serta keterbatasan stok minyak goreng "Minyak Kita" di wilayah Lampung, Bandung, dan Yogyakarta. 

Memperhatikan temuan tersebut, KPPU melihat HET dan HAP yang ditetapkan pemerintah belum sepenuhnya melindungi masyarakat dari tingginya harga pangan menjelang Ramadhan. Kenaikan harga masih dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor, termasuk peningkatan permintaan, gangguan distribusi, serta kemungkinan adanya praktik anti-persaingan di pasar. Untuk beras misalnya, kemungkinan salah satu penyebabnya adalah keterbatasan pasokan akibat cuaca ekstrem yang menghambat produksi di beberapa wilayah. KPPU menyatakan akan terus memantau pergerakan harga tersebut agar tidak merugikan masyarakat.  

"Kami terus memantau pergerakan harga dan distribusi bahan pokok, serta memastikan bahwa tidak ada pihak yang memanfaatkan momentum ini untuk melakukan praktik-praktik yang merugikan konsumen," ujar Anggota KPPU, Eugenia Mardanugraha. 

Oleh karena itu, KPPU akan terus memantau aktivitas pelaku usaha dan memastikan tidak terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Jika ada pelanggaran, KPPU akan menindak tegas pelaku usaha yang terbukti melakukan pelanggaran seperti menahan stok untuk menciptakan kelangkaan dan menaikkan harga, bersepakat menetapkan harga di atas harga wajar (price fixing), membagi wilayah pasar untuk menghindari persaingan, atau mewajibkan pembelian produk lain dalam satu transaksi. Diharapkan melalui pemantauan secara terus menerus, dapat memberikan perlindungan bagi konsumen dan menjaga stabilitas harga pangan di Indonesia menjelang bulan suci Ramadhan. 

KPPU juga akan berkolaborasi dengan pemerintah untuk menindaklanjuti temuan tersebut. Hal ini sejalan dengan perintah Presiden Prabowo Subianto yang meminta semua Kementerian dan Lembaga terkait berkolaborasi dalam mengawasi harga pangan tetap di bawah Harga Eceran Tertinggi (HET). (*)

 

 


TAG

Tinggalkan Komentar