Kaltimkita.com, BALIKPAPAN- Memanfaatkan Twitter untuk menyebar konten pornografi, menjadi motif waria berinisial IK alias SS (24) untuk menggaet pelanggannya.
Kepada polisi, IK mengaku ingin menggaet lebih banyak pelanggan dengan menyebarkan konten pribadinya.
“Motifnya adalah ekonomi, tersangka IK alias SS ingin mendapat pelanggan lewat Twitter dengan cara menyebarkan video pribadinya,” kata Kabid Humas Polda Kaltim Komisaris Besar Yusuf Sutejo, Jum’at (31/3/2023).
Diterangkan, untuk sekali kencan, IK alias SS biasanya memasang tarif antara Rp 600 ribu hingga Rp 1 juta. Terkait satu pemeran lain dalam video tersebut, kepolisian menurut Yusuf masih terus melakukan pelacakan. “Tersangka mengaku lupa karena memang tak pernah menjalin komunikasi lanjutan setelah kencan dengan pelanggan,” kata ujar Yusuf.
Dijelaskan Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kaltim Komisaris Besar Juda Nusa Putra, penindakan kasus ini guna menjaga generasi muda. Maklum saja, dengan jumlah pengikut alias follower mencapai belasan ribu tepatnya 13.400-an, video yang disebarkan IK alias SS berpotensi dikonsumsi oleh anak di bawah umur. Ini tentu saja membuat resah masyarakat, khususnya para orang tua.
“Kami juga meminta kerjasama masyarakat jika mengetahui ada konten asusila seperti ini untuk melapor,” ucap Juda.
Kasubdit Siber Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kaltim Kompol Alek Andreas mengatakan, IK alias SS sebelumnya ditangkap di sebuah indekos di kawasan Mekarsari, Balikpapan Tengah pada Selasa (28/3) kemarin. Penangkapan SS bermula dari patroli siber Subdit Siber Ditreskrimsus Polda Kaltim.
“Pada Minggu malam kami telusuri video yang tersebar di media sosial, setelah kami lakukan pemeriksaan ternyata memang video itu berasal dari Balikpapan,” kata Alek.
Kepada polisi, IK alias SS mengaku sudah setahun terakhir menjalani profesi sebagai pekerja seks komersial. “Video ini direkam pada 21 Februari dan merupakan video pertama yang dia upload ke media sosial,” kata dia.
Tersangka pun dijerat UU ITE dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara dan denda maksimal Rp 1 miliar. (bie)