Tulis & Tekan Enter
images

Tambang batu bara di Kaltim yang menimbulkan ribuan lubang yang menganga dan telah merenggut jiwa.(Ist)

“Seratus Penipu di Tambang”

Catatan Rizal Effendi

TAMBANG batu bara lagi membara. Ini terkait soal bagi-bagi izin usaha pertambangan (IUP). Setelah ormas agama, kini pemerintah menawari kampus atau perguruan tinggi (PT) ikut menambang. Sementara di Kaltim ada usul dari DPRD agar masyarakat terutama yang lagi berstatus penambang ilegal segera diberi izin pertambangan rakyat (IPR).

Rencana kampus dapat IUP mencuat dalam revisi Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) yang lagi dibahas Badan Legislasi DPR RI. Bersama koperasi, kampus akan mendapat izin penambangan seperti di jalan tol, tanpa perlu ikut lelang. Tentu sangat menggiurkan.

Ini gagasan baru di era Presiden Prabowo. Sebelumnya, Presiden Jokowi sudah memberikan izin kepada ormas keagamaan di antaranya yang sudah menerima adalah Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.

Suara kampus beragam menanggapi usul yang terkesan seakan amat mulia. Tujuannya bagus. Supaya kampus punya duit, sehingga biaya pendidikan bisa di-cover. Beban negara bisa berkurang. Supaya kewajiban mahasiswa membayar SPP atau UKT bisa ditekan. Dosen sejahtera. Kampus bisa bergerak dan bernapas leluasa.

Ratusan ponton batu bara melintas di Sungai Mahakam setiap hari.

Dari berbagai pernyataan, setidaknya suara kampus terbelah tiga. Ada yang bersikap menerima, ada yang wait and see dulu, tapi ada juga yang langsung menolak mentah-mentah.

Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) menyatakan siap melaksanakan perintah jika diminta terlibat dalam pengelolaan tambang. “UNY itu kan bagian yang tidak terpisahkan dari negara, ya siap melaksanakan kalau didhawuhi,” kata sang rektor, Prof Sumaryanto kepada Tribunnews.com.

PT terbesar di Jawa Timur, Universitas Airlangga (Unair) juga punya sikap yang sama. “Kalau niat baik itu direalisasikan, tentu dengan berbagai syarat, kami juga akan menyambut baik,” kata Rektor Unair Prof Mohammad Nasih.

Malah Nasih sudah siap dengan untung rugi mengelola tambang. “Tidak ada bisnis yang langsung tiba-tiba untung. Jadi jika kampus benar-benar diminta untuk mengelolanya, dapat dipastikan awal pengelolaannya belum mendapat untung. Mungkin diperlukan waktu 3-4 tahun,” katanya memberikan analisis.

Bagaimana suara dari Kaltim. Kalau normal-normal saja, kebijakan ini tentu sangat menguntungkan sejumlah PT di Kaltim. Soalnya potensi tambang terbesar di Indonesia ada di Benua Etam. Lihat saja di Sungai Mahakam. Tiap hari ada ratusan kapal tongkang mengangkut si emas hitam ini.

Produksi batu bara di Kaltim mencapai 800 juta ton per tahun. Izin pertambangannya sudah mencapai 5,13 juta hektare. Hampir setengah daratan Kaltim. Selama 20 tahun produksinya mencapai 3,66 miliar ton menghasilkan duit sekitar Rp3.747 triliun.

Menurut Kementerian ESDM, deposit batu bara di Kaltim ada sekitar 16 miliar ton. Masih bisa dikelola sampai 20 tahunan ke depan.

Berkat menambang di Kaltim, pemilik perusahaan tambang Gunung Bayan, Dato Dr Low Tuck Kwong terpilih sebagai orang terkaya di Indonesia dengan kekayaan bersih 28,2 miliar dolar AS atau Rp452 triliun. Salah satu direkturnya, Lim Chai Hock juga tercatat dalam daftar orang terkaya versi majalah Forbes. Lim masuk di urutan ke-37 dengan kekayaan 1,4 miliar dolar AS atau setara Rp22,42 triliun.

Saya memegang bongkahan batu bara ketika datang ke lokasi tambang.

Bayangkan, meski masih meringkuk di balik terali besi, mantan bupati Kukar Rita Widyasari masih menerima setoran tambang sangat besar. Buktinya awal Januari lalu, KPK menyita uang sebanyak Rp476 miliar dari 36 rekening milik Rita, yang disebutkan sumber uangnya berasal dari setoran hasil penjualan batu bara.

Meski menggiurkan, universitas terbesar di Balikpapan, Uniba menolak usulan izin tambang untuk kampus. “Mengelola tambang itu tidak gampang, jadi tidak perlu kampus main-main di sana. Lagi pula tugas PT adalah pendidikan, lebih baik pengelolaan tambang diserahkan kepada perusahaan yang profesional,” kata sang rektor, Dr Isradi Zainal.

Sikap Isradi sejalan dengan kebijakan Pemkot Balikpapan, yang sudah puluhan tahun tidak memberikan izin sejengkal pun tanahnya untuk dieksploitasi menjadi tambang batu bara.

Tapi suara di kampus Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda sepertinya masih beragam. Ini universitas terbesar dan terbanyak mahasiswanya di Kalimantan. Jumlahnya lebih 30 ribu orang.

Suara Rektor Unmul Prof Abdunnur masih wait and see. “Kami masih mempelajari baik dan mudaratnya. Kalau kampus mengelola langsung usaha tambang, jangan sampai PT dengan core bisnisnya akademik menjadi hilang,” ujarnya.

Abdunnur memahami di balik munculnya kebijakan itu. Supaya otonomi dan kemandirian PT di Indonesia bisa terwujud. Supaya beban keuangan negara untuk operasional pendidikan dan pengelolaan PT bisa ditekan.

Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa (BEM-KM) Unmul, Muhammad Ilham Maulana menilai pemberian izin tambang untuk kampus sebagai bentuk pembungkaman dari rezim Prabowo-Gibran, karena itu harus ditolak.

Dia juga tak yakin hasil tambang bisa menekan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang menjadi kewajiban mahasiswa selama ini. “Tidak ada yang bisa menjamin UKT menjadi murah kalau PT mendapat sumber dana dari hasil tambang,” katanya seperti diberitakan berbagai media.

Guru besar hukum Unmul, Prof Muhammad Muhdar juga mengkritik keras soal wacana izin tambang untuk kampus. “Kalau Unmul menerima, saya khawatir Unmul berubah menjadi perusahaan. Moral kampus bisa hancur,” katanya seperti diberitakan KOMPAS.com.

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unmul Dr Aji Sofyan Effendi dalam tulisannya menyebut pertambangan batu bara sebagai simbol dunia bisnis yang kerapkali penuh dengan intrik, mafia dan risiko finansial yang menghancurkan. Dunia kampus dengan jubah akademiknya yang bersih, bakal dihadapkan dengan godaan gelap lubang-lubang tambang yang menganga. “Sejarah tidak pernah mencatat success story dalam pengelolaan tambang,” tulisnya.

Dari data yang beredar menyebutkan, pertambangan di Kaltim menimbulkan 1.735 lubang tambang dengan luas 1,32 juta hektare. Di situ sudah 50 orang tewas tenggelam.

LEGALKAN TAMBANG RAKYAT

Di tengah polemik tambang untuk kampus, muncul isu baru dari DPRD Kaltim agar pemerintah melegalkan tambang rakyat yang selama ini dikelola tanpa izin. Tambang illegal ini juga akrab disebut tambang batu bara koridor atau tambang karungan.

Usul ini muncul dari ucapan Ketua Komisi III DPRD Kaltim Abdulloh setelah bersama anggota Komisi 3 lainnya melakukan inspeksi ke wilayah pertambangan di Sebulu, Kabupaten Kutai Kartanegara beberapa waktu lalu.

Lebih khusus lagi usul itu sepertinya diarahkan Abdulloh kepada Rudy Mas’ud-Seno Aji jika nantinya ditetapkan sebagai gubernur dan wakil gubernur Kaltim terpilih. “Ini terobosan yang belum pernah dilaksanakan oleh gubernur sebelumnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat,” katanya begitu.

Dia menunjuk hasil inspeksi mendadak (Sidak) Komisi III banyak petani tambang seperti di Sebulu sangat berharap aktivitas mereka bisa mendapatkan izin atau IPR sehingga lebih punya kepastian hukum dan tidak berisiko ditertibkan.

Menurut Abdulloh, selama ini penambangan rakyat ada izin atau tidak ada tetap saja berjalan. Jumlahnya cukup banyak. Ribuan. Tanpa memerhatikan dampak lingkungan. “Jadi lebih baik dilegalkan atau disahkan saja. Selain kontrolnya bisa lebih efektif, juga Pemda bisa mendapatkan pemasukan untuk menaikkan pendapatan asli daerah (PAD),” tambahnya.

Kebijakan itu juga sejalan dengan UU Nomor 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang mengatur IPR.

Usul Abdulloh ini ternyata juga didukung oleh Ketua Umum Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) Gatot Sugiharto. Dia bilang pemberian IPR akan menggerakkan ekonomi daerah. Mulai penyerapan tenaga kerja, menaikkan PAD sampai soal kontrol pascatambang.

Menurut Gatot, setidaknya tiap IPR menyerap 300 orang. Kalau di Kaltim ada 100 IPR, maka tercipta 30 ribu lapangan kerja. “Setiap IPR juga mampu menyumbang PAD sekitar Rp2 sampai 5 miliar. Belum lagi dampak ikutan lainnya. Kontrol lingkungannya juga lebih mudah,” ucapnya seperti diberitakan Kaltimpost.

 Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bamperda) DPRD Kaltim Baharuddin Demmu juga mengungkapkan, pengambilalihan wewenang pertambangan batu bara ke pemerintah pusat malah memunculkan persoalan baru. “Ketika ada masalah, kepala daerah terkesan menutup mata. Sementara kinerja inspektur tambang tidak berjalan maksimal,” ujarnya.

Saya pernah mau ikut-ikutan berbisnis tambang. Saya pikir gampang dan memberikan sejuta harapan. Wah ternyata ruwet dan penuh tipu-tipu. Ternyata berurusan dengan satu pemain tambang, sepertinya kita juga berhadapan dengan 100 penipu. Banyak hantu hitamnya di situ. Apa kampus mau ikut-ikutan?(*)


TAG

Tinggalkan Komentar