Tulis & Tekan Enter
images

Terbukti Bersekongkol Dapatkan Rahasia Perusahaan, KPPU Jatuhkan Denda Rp3 Miliar ke PT Maruka Indonesia

Kaltimkita.com, JAKARTA- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjatuhkan denda sebesar Rp3 miliar kepada PT Maruka Indonesia karena terbukti bersekongkol untuk mendapatkan rahasia perusahaan pada Perkara Nomor 08/KPPU-L/2024 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 23 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terkait Persekongkolan untuk Mendapatkan Rahasia Perusahaan PT Chiyoda Kogyo Indonesia. Sanksi denda tersebut dibacakan oleh Majelis Komisi yang dipimpin oleh Anggota KPPU Eugenia Mardanugraha sebagai Ketua Majelis Komisi, serta Anggota KPPU Mohammad Reza dan Hilman Pujana sebagai Anggota Majelis Komisi, pada Sidang Majelis Pembacaan Putusan yang dilaksanakan kemarin sore, 25 Februari 2025 di Ruang Sidang KPPU Jakarta.

Sebelumnya, Investigator KPPU dalam menindaklanjuti laporan publik telah menduga terjadinya persekongkolan yang dilakukan oleh beberapa Terlapor dalam memperoleh rahasia perusahaan milik PT Chiyoda Kogyo Indonesia (PT CKI). Ketiga Terlapor tersebut terdiri dari PT Maruka Indonesia (Terlapor I), Sdr. Hiroo Yoshida (Terlapor II), dan PT Unique Solution Indonesia (Terlapor III). Terlapor I dan III merupakan perusahaan penanaman modal asing (PMA) Jepang, sementara Terlapor II merupakan individu warga negara Jepang. Pelapor dalam perkara ini, PT CKI yang juga merupakan PMA Jepang, merupakan perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan mesin industri dan manufaktur. Dalam laporannya. PT CKI juga meminta agar para Terlapor membayar ganti rugi baik secara materiil maupun immateril kepada Pelapor. (Catatan: Berdasarkan Pasal 38 ayat 2 UU No. 5/1999, identitas Pelapor tidak wajib dirahasiakan atas Laporan yang mencantumkan tuntutan ganti kerugian).

Dalam Laporan Dugaan Pelanggaran, Investigator KPPU menjelaskan bahwa Terlapor II merupakan mantan karyawan Pelapor, yang setelah berhenti dari perusahaan tersebut, bekerja dan menjabat sebagai Presiden Direktur di Terlapor III. Terlapor I yang merupakan perusahaan perdagangan, sebelumnya bekerja sama dengan Pelapor untuk membuat mesin yang dipesan oleh klien Terlapor I. Saat itu, Terlapor II merupakan Direktur Marketing di Pelapor. Pada 23 Juni 2020, diketahui Terlapor I bersama Terlapor II mendirikan perusahaan Terlapor III, dan menunjuk Terlapor II menjadi Presiden Direktur. Dengan adanya dugaan persekongkolan antara Terlapor I dan Terlapor II yang membentuk Terlapor III, pekerjaan pesanan mesin penggunaan khusus yang sebelumnya dikerjakan oleh Pelapor berpindah dikerjakan oleh Terlapor III. Pekerjaan pesanan mesin industri tersebut dikerjakan oleh mantan karyawan Pelapor yang diduga telah diajak oleh Terlapor II untuk berpindah ke Terlapor III.

Akibat dugaan persekongkolan tersebut, pendapatan Pelapor menjadi terdampak. Dalam laporannya, Pelapor menyatakan terjadi penurunan pendapatan di Divisi Special Purpose Machine secara signifikan, yakni dari Rp112 miliar pada Desember 2019 menjadi Rp40 miliar pada Desember 2020. Akibat dugaan persekongkolan tersebut, Pelapor diduga menderita kerugian sebesar Rp63 miliar sehingga mengajukan ganti kerugian. Dalam Laporan Dugaan Pelanggaran, Investigator KPPU juga memaparkan berbagai temuan yang mengarah kepada dugaan pelanggaran Pasal 23 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang dilakukan oleh para Terlapor.

Dalam Pemeriksaan Lanjutan, Majelis Komisi telah mendengarkan keterangan dari berbagai Saksi dan Ahli yang dihadirkan Investigator dan para Terlapor. Para Terlapor sendiri dinilai Majelis Komisi tidak patuh hukum yg berlaku di Indonesia karena tidak mau menghadiri persidangan di KPPU. Akhirnya lewat persidangan, Majelis Komisi menemukan fakta bahwa telah terjadi persekongkolan yang dilakukan para Terlapor untuk mendapatkan kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan milik Pelapor berupa adanya proyek, konsumen dan karyawan yang berpindah ke Terlapor I dan Terlapor III, dan penggunaan rahasia perusahaan berupa rekaman video milik Pelapor yang digunakan oleh Terlapor II untuk mendesain gambar proyek yang serupa. Majelis Komisi juga menilai bahwa persaingan tidak sehat dalam perkara ini terjadi karena para Terlapor merebut konsumen Pelapor, dan tidak berupaya untuk memperluas pasar dengan mencari konsumen baru.

Berdasarkan fakta dan bukti di persidangan tersebut, Majelis Komisi memutuskan bahwa PT Maruka Indonesia (Terlapor I) dan Sdr. Hiroo Yoshida (Terlapor II) terbukti secara sah meyakinkan melanggar Pasal 23 UU No. 5 Tahun 1999. Terlapor lainnya, PT Unique Solution Indonesia tidak terbukti melanggar pasal tersebut karena merupakan perusahaan bentukan Terlapor 1 dan Terlapor 2 untuk menampung hasil persekongkolan mereka. Atas pelanggaran, KPPU menjatuhkan sanksi denda sebesar Rp3 miliar kepada PT Maruka Indonesia, namun tidak menjatuhkan sanksi denda kepada Sdr. Hiroo Yoshida (Terlapor II) karena bukan pelaku usaha. Majelis Komisi juga memutuskan untuk menolak permintaan ganti kerugian baik materiil maupun immateril yang diajukan Pelapor, karena besaran kerugian tidak dapat dibuktikan oleh Pelapor dalam persidangan. (*/bie)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


TAG Hukum

Tinggalkan Komentar