Tulis & Tekan Enter
images

AJI Balikpapan Mengecam Pelabelan Berita Serampangan oleh Wali Kota Balikpapan

KaltimKita.com - Akun instagram pribadi Wali Kota Balikpapan, Rahmad Mas'ud (@rrahmadmasud), mengunggah pernyataan bahwa berita berjudul "PBB Naik 3 Ribu Persen, Warga Balikpapan Pertanyakan Dasar Kenaikannya" dinyatakan 100 persen tidak tepat.

Pernyataan tersebut diunggah pada 23 Agustus 2025. Menanggapi hal tersebut, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Balikpapan menilai bahwa frasa *100 persen tidak tepat* bermakna seluruh isi berita tidak tepat. Artinya, seluruh isi berita dilabeli salah.

Menanggapi pelabelan tersebut, AJI Kota Balikpapan menyatakan sikap sebagai berikut:

• Dari analisis cepat AJI Balikpapan, berita tersebut adalah hasil dari kerja jurnalistik dengan proses pengumpulan data melalui wawancara dan bukti dokumen resmi. Artinya, berita tersebut berbasis fakta yang ditemukan di hari saat berita itu dibuat dan diterbitkan.

• Berita itu pun telah melakukan upaya verifikasi dan konfirmasi melalui pejabat di Pemkot Balikpapan. Pernyataan yang relevan pun tercantum dalam isi berita. Artinya, asas keberimbangan (cover both sides) dalam kerja jurnalistik telah diupayakan dan dilakukan oleh jurnalis.

• Masih dari analisis cepat AJI Balikpapan, berita tersebut juga tidak berhenti di sana. Ketika ada kebijakan baru dan pernyataan terkini, jurnalis yang menulis “PBB Naik 3 Ribu Persen, Warga Balikpapan Pertanyakan Dasar Kenaikannya” juga menulis berita lanjutan sesuai perkembangan fakta. Satu di antaranya adalah: “PBB Warga Balikpapan Naik 3.000 Persen, Pemda Sebut Salah Catat”.

• AJI Balikpapan menyayangkan pelabelan berita 100 persen tidak tepat yang serampangan oleh pejabat publik. Hal itu berpotensi melanggar Pasal 18 Undang-Undang Pers tentang larangan menghambat kerja jurnalistik.

• Sesuai UU Pers, AJI mendorong penggunaan mekanisme hak jawab hingga pelaporan ke Dewan Pers jika lembaga, kelompok, atau individu, menemukan berita yang tidak tepat. Pelabelan 100 persen tidak tepat, serampangan dapat menghambat kebebasan pers dan mencederai mekanisme yang ada dalam UU Pers.

• Label 100 persen tidak tepat berpotensi dimaknai sebagai berita bohong atau “hoaks”.

• AJI menekankan pentingnya verifikasi fakta, kepatuhan kode etik, dan upaya konstruktif untuk mengoreksi kesalahan, bukan dengan menghakimi produk jurnalistik secara mana suka.

• Pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan dapat menempuh mekanisme hak jawab sesuai Undang-Undang Pers. Mengajukan pengaduan ke Dewan Pers adalah upaya mediasi dan penyelesaian kasus pemberitaan.

• Pelabelan semacam itu berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap jurnalis yang bekerja profesional dan dapat menimbulkan praktik swasensor.

• Jurnalis diwajibkan bersungguh-sungguh menguji fakta dan mengkonfirmasinya sebelum mempublikasikan (verifikasi).

• AJI menolak pembuatan karya jurnalistik yang beritikad buruk untuk menyerang atau menyudutkan seseorang atau lembaga, termasuk membuat berita palsu atau wawancara fiktif.

• Jurnalis harus menjaga integritas jurnalistik, tetap profesional dan objektif dalam menyampaikan informasi, serta menjunjung tinggi prinsip akurasi, verifikasi, dan keberimbangan.

• AJI mendorong solusi yang sesuai dengan hukum dan kaidah jurnalistik untuk menangani produk jurnalistik yang dianggap tidak benar, seperti melalui hak jawab dan pelaporan ke Dewan Pers. Hanya melalui mekanisme tersebut sebuah produk jurnalistik bisa dinilai dan dianalisis secara kompeten dan sesuai tupoksinya. (*)

 


TAG

Tinggalkan Komentar

//