Tulis & Tekan Enter
images

Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Muhammad Husni Fahruddin. (Foto : Ist)

Dari Lahan Pascatambang ke Kebun Kopi, DPRD Kaltim Dorong Kukar Jadikan Kopi Sebagai Simbol Ekonomi Hijau

Kaltimkita.com, SAMARINDA – Dalam upaya mendorong transformasi ekonomi yang berkelanjutan pasca dominasi tambang dan sawit, DPRD Kaltim melihat pengembangan kopi lokal di Kutai Kartanegara (Kukar) sebagai langkah strategis menuju ekonomi hijau berbasis desa. 

Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Muhammad Husni Fahruddin, menilai kopi bukan sekadar komoditas, melainkan simbol peralihan menuju model pembangunan yang lebih ramah lingkungan dan inklusif.

“Pengembangan kopi di desa seperti Jonggon bukan hanya soal bisnis, tapi juga pemulihan lahan dan pembentukan ekonomi baru setelah tambang. Ini soal arah masa depan Kukar,” ujar Ayyub sapaan akrabnya.

Ia menyoroti fakta bahwa banyak wilayah eks tambang di Kukar menyisakan lahan tidur yang sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk budidaya kopi. Selain berkontribusi pada pemulihan lingkungan, tanaman kopi juga dinilai cocok secara ekologis di dataran Kukar yang memiliki keunikan tanah dan iklim tersendiri.

“Kopi itu bukan tanaman serampangan. Ia tumbuh subur di tanah yang sehat. Jadi ketika desa mulai menanam kopi, itu juga tanda kita mulai memperbaiki alam,” terangnya.

Lebih jauh, Ayyub menilai kopi sebagai pintu masuk menuju kebangkitan ekonomi desa yang mandiri dan berbasis komunitas. Ia menekankan bahwa pengembangan kopi bisa menciptakan rantai ekonomi baru, dari petani, pengolah, pelaku UMKM, hingga pelaku wisata desa.

“Kita ingin desa jadi pusat ekonomi, bukan sekadar penonton. Kopi bisa jadi motor untuk pariwisata, pelatihan keterampilan, bahkan diplomasi budaya,” jelasnya.

Ia juga menekankan perlunya dukungan pemerintah daerah dalam bentuk pelatihan budidaya, akses pembiayaan, bantuan alat pascapanen, dan promosi terpadu. Menurutnya, tanpa keberpihakan kebijakan, kopi lokal sulit menembus pasar yang lebih luas.

“Kalau kita bisa promosikan kopi Kukar sebagai kopi spesialti, seperti Gayo atau Kintamani, maka kita bukan cuma jual rasa. Kita jual cerita, identitas, dan semangat desa bangkit,” tegas Ayyub.

Di tengah krisis iklim dan ketimpangan ekonomi akibat eksploitasi sumber daya alam, Ayyub melihat kebangkitan kopi desa sebagai simbol harapan baru. 

“Inilah ekonomi pascatambang yang kita impikan, berakar di desa, tumbuh bersama alam, dan menyatu dengan budaya,” pungkasnya. (AL/Adv/DPRDKaltim)



Tinggalkan Komentar