Kaltimkita.com, BALIKPAPAN- Agustus mendatang proyek pembangunan infrastruktur Ibu Kota Nusantara (IKN) mulai dijalankan. Rencana ini terus mendapatkan kritik dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim dan LBH Samarinda. Pasalnya megaproyek tersebut akan berdampak pada penggusuran lahan masyarakat adat, transmigrasi, dan non transmigrasi.
Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang menjelaskan setidaknya ada 53 kampung adat yang masuk dalam landscape 260 ribu hektare. Sementara dari 53 kampung itu ada dua wilayah yang masuk dalam Kawasan Inti Pemerintah Pusat (KIPP). Yakni desa Pemaluan dan Bumi Harapan.
“Lebih dari 50 KK itu akan masuk dalam kawasn yang akan berpotensi digusur. Dengan metode bahwa warga berdomisili di kawasan yang masuk berbadan hukum, yaitu masuk dalam konsesi PT ITCI Hutani Manunggal,” kata Rupang saat konferensi pers, Senin (4/7/2022) di Swissbell Borneo Samarinda.
Padahal dikatakan Rupang ada warisan konflik yang sampai saat ini tidak terselesaikan. Berdasarkan riset dari Jatam Kaltim, bahwa ketika dicek dokumen resmi di ATR/BPN ada 41 persen wilayah yang memang dikuasi warga.
“ATR/BPN pun mengakui 41 persen itu memang dikuasai warga. Hingga hari ini yang 41 persen itu tidak difasilitasi untuk kepengurusan sertifikat. Baik level desa, kecamatan, sampai negara,” tambahnya.
Sementara itu Direktur LBH Samarinda, Fathul Huda Wiyashadi akan turut memberikan stimulasi pada masyarakat yang berpotensi digusur. Padahal secara aturan PP no 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah sudah cukup dijelaskan. Bagi masyarakat yang tidak memiliki bukti, mereka bisa mendaftarkan hak tanah dengan saksi dan paling lama ditinggali 20 tahun.
“Pembangunan IKN tidak hanya berdampak pada warga sekitar. Tapi juga ke wilayah lainnya, bicara soal bahan baku pembangunan seperti semen, pasti karst di Kutim jadi kena imbasnya. Begitu juga batu yang berasal dari Palu,” tegas Fathul. (dil)