Catatan Rizal Effendi
SAYA lama tidak berkomunikasi dengan Farida Baderun. Dia mantan Putri Manuntung Balikpapan Tahun 1996 yang sekarang tinggal di Turki bersama putrinya bernama Sarah. Lengkapnya Maisarah Myra Sophia Lativa. Dia sudah lama meninggalkan Balikpapan. Setelah menetap di Jakarta lalu hijrah ke Turki mendampingi anaknya yang studi di sana.
Beberapa hari lalu Farida me-WA saya. “Apa kabar Bang Rizal,” begitu kalimat pembukanya. Lalu dia bercerita tentang kehidupannya di negeri penuh sejarah ini, mulai soal pribadinya sampai kehidupan di Turki, yang belakangan nama negara itu diubah Presiden Recep Tayyip Erdogan menjadi Turkiye.
Ada dua hal yang disampaikan Farida tentang dirinya. Pertama, dia tidak sendirian lagi. Dia sudah menikah dengan lelaki Turki bernama Ekrem Kucuk. Kedua, putrinya Sarah sudah lulus S1. “Sekarang mencari peluang untuk meneruskan S2 di Eropa,” katanya.
Bersama Dubes Turki Achmad Rizal Purnama (berjaket merah) dan Ibu Pariani Windana, pemilik Yayasan Pasar Senggol Turki.
Sarah yang punya bakat kuat bermain musik terutama biola dan piano itu kuliah di jurusan fisika Universitas Teknik Timur Tengah (METU) atau ODTU (Orta Dogu Teknik Universites), Ankara. Ini salah satu universitas terbaik di negeri itu.
Lelaki yang menjadi pendamping Farida adalah pemilik perusahaan Axoy Endustriyel Mutfak. Tadinya dia bekerja di situ. Belakangan dia dilamar Ekrem yang kebetulan dalam status duda. “Jadilah kami menikah. Doain pernikahan kami Samara ya bang,” katanya kepada saya.
Menurut Farida, kehidupan di Turkiye saat ini tidak terlalu nyaman. Inflasi sangat tinggi, membuat harga-harga barang termasuk kebutuhan pokok melambung tinggi gila-gilaan. “Banyak pekerja migran Indonesia yang kembali ke Tanah Air karena tak sanggup membayar sewa rumah,” ungkapnya.
Farida dan Sarah tampil di Festival Pasar Senggol Istanbul.
Presiden Erdogan juga dianggap tidak berpihak ke rakyat kecil. Hampir seluruh masyarakat di Istanbul tidak menginginkan dia. Kasihan rakyat kecil yang gunakan transportasi umum. Tarifnya naik 100 persen. Demikian juga harga sembako.
Warga lokal, kata Farida juga sangat cemburu dengan pengungsi Suriah, yang mendapat perlakuan istimewa dari Erdogan. Warga Suriah mendapatkan pelayanan sekolah dan rumah sakit gratis. Juga tak jarang terlibat dalam perbuatan kriminilitas. “Ini semua yang membuat warga Turki membenci pengungsi Suriah,” jelasnya.
Pada abad ke-19, Turki pernah dijuluki sebagai The Sick Man of Europe. Julukan ini diberikan kepada Turki yang mengalami kemerosotan ekonomi dan membeludaknya masalah kemiskinan.
AKTIF DI KJRI DAN PPI
Ditanya aktivitasnya sehari-hari, Farida mengaku lebih banyak ikut membantu bisnis suami. Selain itu, dia juga aktif dalam berbagai kegiatan di Konsul Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Istanbul dan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI).
Istanbul adalah kota terbesar di Turki sekaligus kota terbesar ke-15 di dunia dengan penduduk sekitar 15 juta orang. Berfungsi sebagai pusat ekonomi, budaya dan sejarah negara. Kota ini dikelilingi oleh Selat Bosporus, terletak di antara benua Eropa dan Asia.
“Farida dan Sarah sering mendapat undangan kegiatan kesenian dan kebudayaan Indonesia dari Konsul Istanbul Bapak Darianto Harsono dan Dubes RI untuk Turki Bapak Achmad Rizal Purnama,” ujarnya.
Ada agenda akbar tahunan yang diselenggarakan Ibu Pariani Windana dari Yayasan Pasar Senggol Turki. Namanya Festival Pasar Senggol Turkiye. Sudah dua tahun berlangsung. Acaranya diisi dengan festival kesenian dan kebudayaan Indonesia. “Aku dan Sarah jadi opening performer-nya,” kata Farida.
Farida tampil di depan anggota Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Turki.
Dia menawarkan jika Kaltim atau kota dan kabupaten se-Kaltim berminat berpartisipasi dengan membawa tim keseniannya. Selama ini banyak juga datang dari Indonesia berpartisipasi. Terakhir datang Ibu Farida Darland dan rombongan dari DPRD Palangkaraya, Kalteng.
Farida mengaku terus mengikuti perkembangan kota Balikpapan sebagai kota kelahirannya. Dia mengetahui Rahmad Mas’ud terpilih kembali menjadi wali kota. “Aku turut berduka atas meninggalnya Om Djody dan Bang Irwan Faisal. Innalillahi wainna ilaihi rojiun,” ucapnya.
Kapan pulang? “Insyaallah jika ada kesempatan aku ke Balikpapan. Rindu juga dengan keluarga dan teman-teman,” katanya bersemangat.(*)