Oleh : Arif Fadillah
KEBERADAAN Ibu Kota Nusantara (IKN) membuat Pemerintah Republik Indonesia menggelontorkan anggaran untuk pembangunan infrasturktur, salah satunya Jalan Tol IKN. Jalan tol tersebut dimulai dari Balikpapan menuju Kawasan Inti Pusat Pemerintahan. Konon jarak yang ditempuh hanya 30 menit saja dengan panjang 88 km. Hanya saja keberadaan jalan tol ini mengabaikan warga sekitar, tepatnya di sekitar pengerjaan ruas jalan tol IKN segmen 3A Karang Joang-KKT Kariangau, sepanjang 13,4 km.
Deru suara mesin menembus ruang tamu rumah Haryono, saat asyik bercengkrama dengan istri dan anak-anaknya, 13 Oktober 2024. Suara itu bersumber dari proyek jalan bebas hambatan Ibu Kota Nusantara (IKN). Jarak antara proyek tersebut dengan rumahnya hanya bekisar 7 meter. Tampak dari jendela rumah, terlihat alat berat beroperasi melakukan proses pemancangan tiang jalan tol.
Yono sapaannya sudah hampir empat bulan terakhir ini merasakan kebisingan proyek tersebut. Mulai suara truk hingga alat berat menghiasi hari-harinya bersama keluarga kecilnya. Tiba lah pada 13 Juni 2024, proses pemancangan itu langsung berdampak ke rumah Haryono dan sebagian warga RT 57 Kelurahan Karang Joang, Balikpapan Utara, Kalimantan Timur.
Rumah Yono retak imbas dari getaran proses pemancangan tiang jalan tol. Mulai dari teras rumah, ruang tamu, kamar tidur, dapur hingga kamar mandi mengalami keretakan di bagian dinding. Kecewa yang mendalam, karena rumah yang dia beli dari hasil keringatnya itu rusak. Tanpa ada tanggung jawab dari pelaksana proyek tersebut.
“Pasca-kejadian itu, kami sudah mediasi dengan kontraktor. Tapi belum ada kejelasan apa bentuk tanggungjawabnya. Karena kami butuh secara tertulis, sampai sekarang mereka tidak mengeluarkan surat yang menegaskan akan bertanggung jawab, hanya secara lisan saja pada Juli lalu,” kata Yono.
Jauh sebelum adanya proyek itu, warga RT 57 dan sekitarnya hidup aman, tentram, damai. Bahkan selalu gotong royong, termasuk membangun saluran drainase yang saat ini tertimbun oleh material tanah dari proyek IKN. Akibatnya, sebagian rumah terendam banjir ketika hujan deras berguyur.
Yono sebetulnya sangat bangga dengan keberadaan IKN. Hanya saja dia meminta pemangku kebijakan peduli terhadap nasib warga. Sejauh ini, dia bersama warga lainnya sudah melaporkan ke RT hingga ke tingkat kelurahan setempat. Sayang, solusi tak kunjung didapatkan.
Yono saat menunjukkan titik keretakan di dinding rumahnya pada 13 Oktober lalu. (Arif Fadillah)
“Anak saya tiga masih kecil semua. Kalau waktu pertama-tama itu pekerjaan sampai 10 malam. Tidak bisa tidur anak. Apalagi saya pulang kerja butuh istirahat, ini malah terganggu dengan kebisingan proyek. Tapi sekarang jam dibatasi sampai 6 sore saja,” jelas karyawan perusahaan itu.
Yono merupakan karyawan salah satu perusahaan sawit di kawasan Balikpapan Utara. Bekerja hingga Sabtu. Sementara waktu libur sehari hanya Minggu, yang dia pakai untuk berkumpul bersama keluarga. Pekerjaan proyek tersebut dilakukan setiap hari. Pihak pelaksana kerja yakni Kerja Sama Operasi (KSO) Adhi Karya, Hutama Karya, Nindya, dan Abipraya belum juga memberikan jaminan akan bertanggungjawab atas dampak yang diderita warga, selama pengerjaan tol itu berlangsung.
Selain Yono, dampak banjir juga dirasakan Riyanto. Saat curah hujan tinggi, rumah miliknya terendam banjir setinggi satu meter atau se-dada orang dewasa. Rumah beserta isinya terendam. Kasur, televisi, kulkas, hingga mesin cuci basah dan rusak. Padahal, rumah itu baru saja dibangun Riyanto, beberapa bulan lalu.
Pria yang akrab disapa Yanto itu sangat setuju dengan pembangunan jalan tol yang menghubungkan Kota Balikpapan dengan IKN. Keberadaan jalan tol tersebut sangat menguntungkan bagi warga Balikpapan, menurutnya. Hanya saja dia menyayangkan pada proses pembangunan tersebut mengabaikan dampak yang dialaminya.
“Sebelum ada jalan tol ya aman-aman aja. Tidak ada namanya air itu menggenangi jalan. Sejak ada bangunan tol, parit jadi buntu. Kalau banjir pertama semua isi rumah terendam, kasur, barang elektronik semua terendam hampir se-dada,” katanya.
Pihak KSO sebenarnya sudah memberikan penawaran sebesar Rp5 juta, namun nilai tersebut ditolak Yanto karena tak sesuai harapan. Penolakan itu masuk akal, karena dia mesti memperbaiki kembali rumahnya juga mengganti barang elektronik yang rusak terendam banjir.
KSO juga memberikan biaya Rp1,5 juta untuk biaya warga menyewa rumah sementara saat banjir terjadi. Namun ditolak Yanto dan warga. Mengingat banjir terjadi berulang kali ketika curah hujan cukup tinggi.
Selain barang elektronik, beberapa tanaman produktif miliknya juga mati. Seperti pohon rambutan, cempedak, durian, hingga nangka. Meski tak begitu banyak, tanaman tersebut sangat berarti baginya dan keluarga. Terkadang ketika panen, dia membagikan hasilnya ke tetangga hingga keluarga terdekat.
“Saya inginkan parit harus ada. Juga pergantian yang terendam rumah beserta isinya harus sesuai,” jelasnya.
Parit yang dimaksud merupakan saluran utama limbah rumah tangga. Lebarnya hanya satu meter, dengan kedalaman setengah meter. Muaranya ke parit besar yang tertimbun tanah dari galian proyek jalan tol.
Kerugian juga turut dirasakan Suparman. Seorang buruh bangunan yang telah tinggal 7 tahun di RT 5 Kelurahan Karang Joang, Balikpapan Utara tersebut. Parman sapaannya, harus mengeluarkan biaya hampir Rp10 juta demi memperbaiki halaman rumah yang terkena longsor.
“Kejadiannya itu sekitar bulan Agustus juga. Hujan deras juga, kemudian amblas kamar, teras sedalam 30 centimeter. Saya perbaiki sendiri itu bisa habis Rp10 juta,” kata Parman.
Longsor tersebut diduga dampak dari aktivitas pemancangan jalan tol segmen 3A-1. Parman bahkan sempat ikut bulan Juli lalu dengan pihak pelaksana proyek tersebut yang berkomitmen akan mengganti rugi. Tapi sampai sekarang tak ada kabarnya.
Parman sangat berharap sekali dapat pergantian biaya perbaikan rumah dari pihak KSO. Tak lain karena penghasilannya sebagai buruh bangunan tidak menentu. Bergantung pada ajakan kerja dari mandor maupun rekannya. Sementara dia mesti terus menghidupi istri dan ketiga anaknya.
Hingga saat ini kejelasan nasib warga RT 57 tersebut masih buram. Parman juga termasuk warga yang ditawarkan uang senilai Rp1,5 juta untuk biaya sewa rumah sementara. Tapi dia menolak, lantaran rumah tersebut sangat dicintainya.
“Kami kalau hujan itu selalu was-was. Karena sudah pasti banjir. Kita minta penjelasan dari kontraktor aja lah gimana. Waktu itu pernah janji, tapi sekarang kita tunggu tidak ada kabar apa-apa,” katanya.
Warga Siap Gugat Perdata
Yono dan kawan-kawan kini memberikan kuasa kepada Biro Bantuan Hukum (BBH) Balikpapan. Berharap ada tanggung jawab yang jelas mematuhi ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Hendra Sukmanegara, kuasa hukum warga menjelaskan saat ini pihaknya sudah memberikan somasi kepada kontraktor kerja sama operasi (KSO) antara lain Hutama Karya, Adhi Karya, dan Brantas Abipraya. Mereka adalah badan usaha milik negara (BUMN) yang diberi kepercayaan untuk melaksanakan proyek tersebut.
Somasi pertama itu dilayangkan pada 5 Juli 2024 kepada salah satu KSO, PT Hutama Karya. Surat dengan kop BBH Balikpapan itu meminta pihak KSO bertangung jawab. Ada enam tuntutan yang dilayangkan pada somasi tersebut. Pertama, meminta untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan rumah warga akibat pekerjaan pembangunan jalan tol.
Kedua, meminta untuk memperbaiki saluran air warga yang tersumbat akibat pembangunan jalan tol. Ketiga, meminta untuk membuat jalan akses ke kebun dan rumah warga yang tertutup akibat pembangunan jalan tol.
Keempat, meminta untuk menangani longsor yang terjadi di kawasan permukiman warga akibat pembangunan jalan tol. Kelima, meminta pihak PT Hutama Karya dapat mempertanggungjawabkan dengan mengeluarkan surat pernyataan tanggungjawab. Keenam, meminta penghentian sementara proyek hingga keluar surat tersebut.
Somasi yang diajukan tak mendapatkan respons, Hendra kembali melayangkan somasi pada 22 Oktober lalu. Isinya serupa dengan somasi sebelumnya. Kali ini pihak KSO sudah menyerahkan sepenuhnya pada kuasa hukum. Syaiful Bahtiar selaku Project Manager, Hutama-Adhi-Abipraya mengatakan, KSO memberikan kuasa kepada AP Law Firm Attoneys & Counsellor at Law yang berbasis di Jakarta.
Solusi juga tak ditemukan. KSO mengklaim sudah bertanggungjawab sepenuhnya atas apa yang dituntut warga. Termasuk memberikan tawaran ganti rugi pada warga yang terkena dampak banjir senilai Rp5 juta. Hanya saja nilai tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan warga. KSO melalui kuasa hukum juga menilai tawaran tersebut dianggap mengada-ada, termasuk harus mengganti rugi barang yang sudah rusak. Dalam surat lampiran yang diajukan BBH kepada KSO nilai yang mereka ajukan Rp83 juta.
“Kami akan melakukan gugatan secara perdata. Rencana akhir tahun ini kita adukan ke pengadilan,” jelas Hendra Sukmanegara.
Potensi Konflik Manusia dengan Satwa
Jalan tol IKN mulanya sekadar jembatan Pulau Balang, jalan arteri atau jalan Trans Kalimantan yang menghubungkan antar Kota Balikpapan menuju Penajam Paser Utara (PPU). Rencana Pembangunan ini telah digaungkan Pemerintah Kaltim semasa kepemimpinan Gubernur Kaltim, Awang Faroek.
Peletakan batu pertama bentang panjang jembatan ini pada Mei 2013. Bentang panjang dari Kota Balikpapan menuju Pulau Balang,rampung pada 31 November 2020. Jembatan itu sepanjang 0,8 kilometer lebih.
Proyek bentang panjang tol ini juga termasuk dalam proyek strategis nasional (PSN periode 2020-2024). Nilai proyek mencapai Rp1,38 triliun dengan sumber dana dari surat berharga syariah nasional (SBSN) tahun anggaran 2015-2021.
Untuk bentang pendek, dari Pulau Balang menuju PPU, sepanjang 0,5 kilometer atau secara riil berkisar 470 meter dengan dana Pembangunan APBD Kaltim. Menurut catatan Pemprov Kaltim, bagian ini selesai dibangun pada 2016. Namun, seluruh rangkaian jembatan ini belum berfungsi optimal karena jalan pendekat dari Balikpapan menuju Jembatan Bentang Panjang belum tersedia.
Pada 2022, proyek diambil alih Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KPUPR) memakai biaya dari APBN. Jembatan itu juga bagian dari masterplan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025 era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tujuannya, memudahkan akses masyarakat maupun logistik dan konektivitas koridor ekonomi Kalimantan.
Tak hanya warga saja, dampak pembangunan jalan tol juga turut mengancam kehidupan silent victim, atau satwa. Jalan tol memang dibangun berbatasan dengan kawasan hutan lindung Sungai Wain, Balikpapan. Dibangun di atas hutan alokasi penggunaan lahan (APL) jaraknya kurang lebih 10 meter dari hutan lindung. Kehadiran jalan tol tidak menutup kemungkinan mengancam satwa hingga konflik dengan manusia.
Luas hutan lindung tersebut mencapai 10.025 Hektare, terdiri atas hutan Dipterocarpa, perbukitan, hutan rawa terbuka dan air tawar, hutan riparian, hingga aliran Sungai Wain sepanjang kurang lebih 18.300 meter dengan hutan bakau di tepiannya. Di sana juga terdapat 64 spesies satwa, di antaranya ada yang berstatus dilindungi. Seperti orangutan, macan dahan, beruang madu, hingga bekantan.
Agusdin, perwakilan Yayasan Pro Natura selaku pengelola kawasan pendidikan lingkungan hidup hutan lindung, telah memberikan rekomendasi kepada Kementrian PUPR, agar memperhatikan koridor satwa. Termasuk pengelolaan koridor satwa buatan dari PUPR. Dia tentu tak ingin keberadaan koridor satwa buatan dipakai manusia. Pro Natura pun pernah memberikan rekomendasi agar negara memperhatikan satwa sekitar.
“Kami merekomendasikan bagaimana pelaksanaan dan pengelolaan. Ketika dibangun koridor maka harus dipastikan satwa melintasi,” jelasnya.
Dia mengakui ada dampak mikro dari proses pembangunan jalan tol. Seperti suara kebisingan yang mengganggu satwa di sana. Meskipun dibangun di atas APL, diakuinya berpengaruh pada koridor Sungai Wain karena terjadinya fragmentasi. Atau proses pembagian hutan yang luas menjadi beberapa bagian yang lebih kecil. Fragmentasi hutan dapat terjadi secara alami, seperti akibat kebakaran atau letusan gunung berapi, namun lebih sering disebabkan oleh aktivitas manusia.
Fragmentasi bisa berdampak buruk. Mulai dari mengurangi jumlah dan kualitas habitat bagi satwa liar, hutan tidak layak huni bagi tumbuhan dan hewan asli, menghambat ukuran, keberlanjutan, dan kapasitas hutan untuk menjalankan fungsi-fungsinya. Hingga kepunahan banyak spesies. Persoalan itu katanya sudah dibahas oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di jaman Presiden Jokowi.
“Tadinya kan berupa hutan, kemudian adanya bukaan lahan. Artinya bisa berpotensi membelah rumah satwa hutan lindung Sungai Wain,” kata Agusdin.
Dia hanya berharap ada koridor yang tidak terputus di antara bentang alam hutan yang ada di sekitar tol IKN. Kalau nantinya terpotong mesti dibangun koridor satwa. Termasuk menghijaukan kembai bukaan lahan itu.
“Kalau dari kami yang dikhawatirkan pembukaan lahan spekulan di tepi hutan yang nanti bisa berdampak terancamnya Sungai Wain dari pembukaan lahan,” katanya.
Hutan lindung Sungai Wain ini dimanfaatkan untuk melindungi satwa langka seperti macan dahan, orangutan, beruang madu dan bekantan yang merupakan hewan endemik Kalimantan. Secara khusus, hutan lindung ini difungsikan sebagai pusat laboratorium flora dan fauna di Balikpapan.
Sementara itu Zulfikar, Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Balikpapan, mengatakan, pembangunan jalan tol Jembatan Pulau Balang ini berada di zona penyangga (buffer zone), yang berada di luar kawasan hutan lindung. Dia akui potensi konflik satwa dengan manusia bisa saja terjadi. Hanya saja sejauh ini belum ada laporan terkait konflik atau kematian satwa.
“Selama ini tidak ada satwa yang mati. Di lapangan kita tidak ada ketemu berdasarkan laporan patroli yang kami lakukan,” klaim Zulfikar.
Dia juga menjelaskan KPHL mempunyai fungsi tugas mengamankan. Terkait yang ada di kawasan hutan lindung itu ada kewenangannya di pusat. Seperti keberadaan jumlah satwa, konflik, dan situasi yang dialami satwa di dalam hutan.
“Kasarannya kami ini security lah. Jadi KPHL ini lebih ke aspek keamanan hutannya. Terkait pembangunan jalan tol penanganannya dari pemerintah ya dibuatkan koridor satwa. Sehingga tidak terputus,” ungkapnya.
Di sisi lain, warga sadar keberadaan jalan tol IKN ini berdampak pada lingkungan sekitar. Termasuk permukiman mereka. Tak ada niatan ingin menentang pemerintah. Hanya asas keadilan yang belum mereka rasakan. Bagaimana pun juga mereka menginginkan hak terpenuhi, hidup tenang, aman dan damai.
“Kita ini orang kecil. Tapi jangan seenaknya saja jalankan proyek. Kami akan minta keadilan kepada pelaksana proyek. Tuntutan kami terpenuhi, sudah selesai,” tutup Yono. (*)
Liputan ini merupakan project kolaborasi kaltimkita.com dengan AJI Makassar dan Internews