Kaltimkita.com, BALIKPAPAN - Setelah sebelumnya mengalami deflasi, IHK Kota Balikpapan pada bulan November 2024 kembali berstatus inflasi dalam koridor yang terjaga. Sesuai rilis terkini Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi Kota Balikpapan berada di level 0,10 persen (mtm).
Adapun capaian bulanan tersebut membuat level inflasi tahunan Kota Balikpapan menjadi sebesar 1,19 persen (yoy) atau lebih rendah dibandingkan inflasi nasional (1,55 persen yoy) dan inflasi gabungan empat Kota di Provinsi Kalimantan Timur (1,54 persen yoy).
Kepala KPw Bank Indonesia (BI) Balikpapan, Robi Ariadi menyebut bahwa komoditas penyumbang inflasi tertinggi di Kota Balikpapan pada bulan November 2024 yaitu bawang merah, kopi bubuk, angkutan udara, tomat dan emas perhiasan.
"Kenaikan harga pada komoditas bawang merah dan tomat disebabkan oleh pasokan yang menurun dari wilayah penghasil akibat curah hujan yang tinggi. Selanjutnya, kenaikan harga kopi bubuk disebabkan oleh kenaikan harga dari distributor," terang Robi, Rabu (4/12/2024).
Sementara itu, kenaikan harga pada emas perhiasan sejalan dengan kenaikan harga emas global sebagai aset safe haven di tengah risiko tekanan geopolitik. Adapun kenaikan harga angkutan udara sejalan dengan meningkatnya permintaan sejalan dengan mobilisasi masyarakat menjelang periode HBKN Nataru.
Di sisi lain, lanjut Robi, beberapa komoditas mengalami penurunan harga (deflasi) sehingga menahan inflasi lebih lanjut, yakni beras, ikan layang, kangkung, ikan kakap merah, dan ikan kembung.
"Penurunan harga beras dan kangkung mengalami penurunan dikarenakan pasokan yang meningkat. Selanjutnya, penurunan harga pada komoditas ikan layang, ikan kakap merah, dan ikan kembung dikarenakan meningkatnya pasokan hasil tangkapan nelayan," jelasnya.
Senada dengan Balikpapan, IHK Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) pada bulan November 2024 juga mengalami inflasi sebesar 0,15 persen (mtm), setelah sebelumnya mengalami deflasi pada bulan Oktober 2024. Sementara secara tahunan, inflasi IHK PPU adalah sebesar 0,90 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi nasional (1,55 persen yoy) dan inflasi gabungan empat Kota di Provinsi Kaltim (1,54% persen).
Penyumbang terbesar inflasi di PPU terutama bersumber dari Kelompok makanan, minuman dan tembakau dengan andil sebesar 0,12 persen (mtm). Berdasarkan komoditas, penyumbang inflasi tertingginya yaitu bawang merah, tomat, semangka, sawi hijau, dan kopi bubuk.
"Kenaikan harga komoditas bawang merah, tomat, dan sawi hijau disebakan oleh pasokan yang menurun akibat curah hujan yang tinggi. Sedangkan kenaikan harga pada semangka dan kopi bubuk dikarenakan kenaikan harga dari distributor," ungkap Robi.
Ia mengatakan, bahwa tingkat inflasi yang berada dalam level terjaga tersebut tidak terlepas dari sinergi yang dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Kota Balikpapan, Kabupaten PPU dan Kabupaten Paser dalam mendorong berbagai bauran kebijakan termasuk sinergi dengan berbagai instansi, termasuk Bank Indonesia.
"Kembalinya IHK Kota Balikpapan dan Kabupaten PPU ke level inflasi di periode yang semakin mendekati akhir tahun tersebut menjawab adanya kekhawatiran mengenai penurunan daya beli masyarakat. Hal ini selaras dengan hasil survei Konsumen di Balikpapan yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan pada November 2024 yang masih menunjukkan optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi, meskipun sedikit melambat dibanding bulan sebelumnya," ujar Robi.
Keyakinan konsumen yang tetap optimis tersebut didorong oleh keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini (IKE) dan ekspektasi kondisi ekonomi kedepan (IEK). Hal ini ditunjukkan dengan capaian kedua indeks tersebut dalam level yang optimis.
"Daya beli masyarakat yang terjaga juga ditunjukkan oleh peningkatan jumlah transaksi QRIS di Balikpapan dan PPU pada bulan Oktober 2024 masing-masing sebesar 9,18 persen (mtm) dan 9,22 persen (mtm) dibanding periode September 2024," ucapnya.
Namun demikian, ke depan inflasi daerah perlu terus diwaspadai seiring peningkatan sisi permintaan di periode HBKN Nataru di tengah kondisi curah hujan yang cukup tinggi, sehingga berpotensi mengganggu ketersediaan pasokan pangan seperti cabai rawit dan bayam yang saat ini harganya terindikasi meningkat.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan bersama Pemerintah Daerah melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Balikpapan, PPU dan Paser akan terus bersinergi melalui pelaksanaan high level meeting TPID untuk mengantisipasi gejolak harga di periode HBKN Nataru, mendorong penguatan kerja sama antar daerah (KAD) dan peningkatan efektifitas toko penyeimbang, pelaksanaan gelar pangan murah dan operasi pasar secara intensif terutama menjelang periode HBKN Nataru serta gerakan tanam cabai dan hortikultura.
"Ke depannya, Bank Indonesia akan senantiasa bersinergi dengan berbagai pihak melalui program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP), untuk menjaga tingkat inflasi daerah pada rentang target inflasi nasional tahun 2024 dan 2025 yaitu sebesar 2,5 persen ± 1 persen," tutupnya. (lex)