KALTIM - Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sikap, Ebin Marwi menyatakan kepala daerah petahana yang melakukan mutasi jabatan aparatur sipil negara (ASN) jelang Pilkada seharusnya bisa dibatalkan pencalonannya.
Menurutnya, hal ini diatur pada Pasal 71 ayat (2), Pasal 71 ayat (4) dan Pasal 162 ayat (3) Undang-Undang (UU) Nomor 10/2016. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo pada 22 September 2016 telah menandatangani Peraturan Mendagri (Permendagri) Nomor 73/2016 tentang Pendelegasian Wewenang Penandatangani Persetujuan Tertulis untuk Melakukan Penggantian Pejabat di Lingkungan Pemerintah Daerah.
“Gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, dan walikota atau wakil walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari menteri.” tulis isi Permendagri tersebut.
Di Kalimantan Timur (Kaltim) tepatnya di Kabupaten Berau sempat terjadi polemik ini. Pada tanggal 22 Maret 2024 lalu, Bupati Berau, Sri Juniarsih melakukan mutasi sebanyak 160 ASN.
Sementara, jadwal penetapan calon kepala daerah oleh KPU diumumkan tanggal 22 September 2024, jika ditarik enam bulan ke belakang, maka jatuh pada tanggal 21 Maret 2024.
“Pada pokoknya, kepala daerah itu dilarang melakukan mutasi,” sebut Ebin.
Namun, Ebin juga menjelaskan ada mekanisme yang dapat ditempuh jika hal tersebut ingin dilakukan, yakni mendapat persetujuan tertulis dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Saat itu, Kemendagri mengeluarkan surat persetujuan tanggal 10 Mei 2024 yang ditandatangani oleh Plh. Direktur Jenderal Otonomi Daerah, Komisaris Jenderal Polisi, Drs. Tomsi Tohir.
Dalam surat tersebut Kemendagri menindaklanjuti surat Pj. Gubernur Kaltim tanggal 19 April 2024 perihal permohonan persetujuan mutasi/rotasi Pejabat Administrator, Pejabat Pengawas, dan Kepala Sekolah. Hasilnya, pelantikan yang dilakukan oleh Bupati Berau pun disetujui.
“Izin nya ini kan belakangan, nah ini bisa melanggar pasal 71 tadi. Kan kalau mau melakukan sesuatu harus izin dulu baru dilaksanakan, bukan malah sebaliknya,” ungkapnya.
Pelantikan pejabat tersebut tetap dianggap sah oleh Ebin, namun ia menyoroti proses pencalonan kepala daerah tersebut yang kembali maju pada Pilkada 2024 ini.
“Masalah ini bisa dibawa ke Bawaslu untuk diselidiki atau kajian mendalam terhadap pencalonannya, sanksinya bisa didiskualifikasi,” tegasnya Ebin Erwin yang pernah menjadi Anggota Bawaslu Kaltim periode 2019-2023.
Ebin menegaskan, aturan ini harus ditegakkan untuk menghindari adanya unsur politis yang terjadi di lingkungan pemerintah.
“Adanya aturan ini unuk menghindari terjadinya politisasi ASN,” tandasnya. (Ian)