Kaltimkita.com, BALIKPAPAN - Pengentasan kemiskinan adalah urusan mendasar yang menjadi perhatian pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten dan kota. Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Kaltim Sri Wahyuni menegaskan pengentasan kemiskinan sangat penting demi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Dia menjelaskan bahwa pengentasan kemiskinan kini bukan hanya menjadi tugas instansi teknis terkait, tapi reformasi birokrasi pun harus berdampak pada upaya-upaya pengentasan kemiskinan.
"Sekarang ini, pengentasan kemiskinan juga sudah menjadi tematik reformasi birokrasi," kata Sekda Sri Wahyuni saat membuka Forum Data Tematik Kemiskinan Tahun 2023 bertema Integrasi Regsosek dalam kerangka kebijakan Satu Data untuk mendukung agenda strategis pengentasan kemiskinan Kalimantan Timur di Swiss-Belhotel Balikpapan, Selasa (6/6/2023).
Apalagi, Kementerian PAN dan RB sudah mulai mengubah cara penilaian reformasi birokrasi yang tidak lagi berdasarkan proses bisnis atau ketersediaan dokumen saja, tetapi lebih pada output. Apa hasilnya, apa dampaknya.
Sebagai contoh, indeks pembangunan manusia (IPM) sangat baik. Dimana Kaltim berada di posisi ketiga di bawah DKI Jakarta dan DI Yogyakarta. Demikian pula kontribusi ekonomi Kaltim tertinggi untuk regional Kalimantan mencapai 52 persen.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi Kaltim terbilang baik mencapai 4,48 persen. Namun di sisi lain, angka kemiskinan Kaltim ternyata masih relatif tinggi di lingkup regional Kalimantan yakni 6,44 persen per September 2022. Kemiskinan di Kaltim berada di bawah pencapaian Kalimantan Selatan 4,49 persen dan Kalimantan Tengah 5,28 persen.
“Tentu kita tidak ingin secara sporadis dalam upaya penanggulangan masalah kemiskinan. Kita punya dana, kita akan berikan bantuan yang sifatnya dari hulu sampai hilir. Di hulu kita berikan bantuan modal usaha, sementara di hilir kita salurkan bantuan untuk peningkatan daya beli,” jelas Sekda Sri Wahyuni.
Ia juga menyoal apakah program dan kegiatan yang dilakukan terkoneksi dengan baik merespon kondisi di lapangan. Kemudian, apakah program yang ditawarkan bisa menjangkau data penduduk miskin di daerah.
“Apa sih manfaat dari kehadiran perangkat daerah ini? Kalau perangkat daerah ini tidak ada atau digabung, adakah dampak capaian kesejahteraan yang akan tergganggu. Kalau ada atau tidak OPD itu tidak ada pengaruh, maka ada kemungkinan OPD diciutkan. Ini bukan menghantui ya,” tandasnya lagi.
Menurutnya ini adalah pola penataan reformasi birokrasi yang tidak lagi hanya bergantung pada tupoksi (tugas pokok dan fungsi) saja, tapi outcome dan dampaknya bagi pengentasan kemiskinan.
“Jadi tidak dibalik. Kita ciptakan OPD, ciptakan tupoksi, baru mencari outputnya apa? Maka harus ditentukan dulu outputnya apa,” tambahnya.
Karena itu, sangat diperlukan potret peta kemiskinan secara lengkap, termasuk karakteristik, peta sebaran hingga tipologinya. Namun tegasnya, program pengentasan kemiskinan yang sudah baik, harus terus dilanjutkan dan disempurkan.
“Bicara kemiskinan, maka harus klir dulu yang namanya data dasar tentang masyarakat miskin dan karakteristiknya, sehingga intervensi yang dilakukan nanti bisa menjawab persoalan kemiskinan,” tutup Sri Wahyuni.
Kepala Bappeda Kaltim Yusliando menyebutkan tujuan dari pelaksanaan Forum Satu Data ini dalam rangka sinkronisasi dan konsolidasi data difokuskan pada data yang berkaitan dengan dukungan terhadap upaya pengentasan kemiskinan di Kalimantan Timur.
Menurutnya rapat ini sangat penting, karena permasalahan kemiskinan hingga saat ini masih menjadi paradoks dalam pembangunan.
“Pertumbuhan ekonomi di Kaltim belum sepenuhnya bersifat inklusif. Oleh karena itu, hal ini perlu di antisipasi dengan baik melalui kebijakan pembangunan yang tepat didukung dengan data yang akurat,” kata Yusliando.
Rapat dihadiri diikuti 100 peserta dari seluruh kabupaten dan kota se-Kaltim. Narasumber dihadirkan antara lain Toton Dartono (Unit Advokasi Daerah TNP2K), Kepala BPS Yusniar Juliana dan Kepala Diskominfo Kaltim M Faisal. (sul/yans/adp/bie)