Oleh : Dr. Isradi Zainal
Rektor Uniba, Ketua PII Kaltim, Sekjen FDTI, Sekjen Forum Rektor PII
Rencana Pemindahan IKN baru ke sebagian Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara (Sepakunegara) sudah disampaikan Presiden Jokowi pada sidang Paripurna DPR RI di hari Jumat, 16 Agustus 2019. Untuk menindaklanjuti rencana tersebut, sejumlah langkah telah dilakukan diantaranya penyiapan skema pembiayaan termasuk pengiriman surat Presiden (surpres) terkait RUU Pemindahan dan Pembangunan IKN baru yang diserahkan oleh Pemerintah kepada Ketua DPR RI Puan Maharani di Gedung DPR RI tanggal 31 Agustus 2021.
RUU IKN yang diserahkan pemerintah ke DPR RI terdiri dari 9 Bab dan 34 Pasal diantaranya bab 1 terkait ketentuan umum, bab 2: kedudukan, Pembentukan dan pemindahan status, fungsi, prinsif dan cakupan wilayah, bab 3: bentuk, susunan dan urusan pemerintahan, bab 4 pembangunan wilayah, bab 5: Penataan ruang, pertanahan, lingkungan hidup, penanggulangan bencana, dan pertahanan keamanan, bab 6: pemindahan IKN, bab 7: pendanaan dan pengolahan anggaran pendapatan dan belanja, bab 8 ketentuan peralihan, dan bab 9 ketentuan penutup.
Khusus terkait pendanaan diuraikan pada pasal 24 RUU IKN. Menurut pasal tersebut, pendanaan, persiapan , pembangunan, dan pemindahan ibu kota negara serta penyelenggaraan pemerintahan khusus IKN bersumber dari APBN dan atau sumber lain yang sah yang sesuai dengan ketentuan perundang undangan yang berlaku. Dalam rangka pendanaan untuk penyelenggaraan IKN, pemerintah khusus IKN dapat melakukan pungutan pajak dan pungutan lainnya.
Ketentuan pendanaan dalam RUU IKN kalau dilihat dari konteksnya merupakan penguatan dari dokumen RPJM 2020-2024 yang menyatakan pemindahan dan pembangunan IKN 'Sepakunegara' akan menelan biaya sebesar 466,98 triliun rupiah yang terdiri dari dana APBN sekita 19% dan sisanya sekitar 81% dari swasta dan KPBU ( kerjasama pemerintah dan badan usaha),(CNBC Indonesia).
Secara detail rincian anggaran keuangan yang dirilis oleh Kementerian keuangan diantaranya: APBN 19,2% atau 89,472 triliun yang akan digunakan untuk pelayanan infrastruktur dasar, istana negara dan bangunan strategis, TNI/Polri, rumah dinas TNI/Polri/PNS, pengadaan lahan, ruang terbuka hijau, pangkalan militer, dll. Alokasi dana sebesar 89 triliun dari APBN ini juga direncanakan selama 4 tahun, sehingga rata rata hanya Rp. 22,5 triliun rupiah pertahun (Soeharso Manoarfa).
Melalui swasta dengan porsi 26,2% arau sebesar Rp. 122,092 triliun yang akan digunakan untuk perumahan umum, perguruan tinggi, science techno park, peningkatan bandara, pelabuhan dan jalan tol, sarana kesehatan, shopping mall, MICE. Melalui KPBU porsinya 54,6% atau sebesar Rp. 254,436 triliun yang akan digunakan untuk gedung eksekutif, legislatif, yudikatif, infrastruktur selain yang tercakup di APBN, sarana pendidikan dan kesehatan, museum, lembaga pemasyarakatan dan lain-lain.
Menurut Peraturan Presiden no.85 tahun 2021 tentang rencana kerja pemerintah tahun 2022, pemerintah telah mengalokasikan anggaran pembangunan IKN sebesar Rp. 510.799 milliar. Pos anggaran IKN ini masuk dalam pos anggaran komponen pengembangan wilayah untuk mengurangi kesenjangan dan jaminan pemerataan(Tempo). Yang disayangkan adalah baik draft RUU, Peraturan Presiden, maupun skema pembiayaan IKN dari kementerian keuangan belum ditemukan secara khusus terkait pembangunan SDM yang merupakan salah satu kunci suksesnya pemindahan IKN ke Kaltim.
Dalam kaitan dengan pemindahan IKN, sumber dana bisa juga didapatkan dengan menyewakan kantor atau gedung pemerintah yang akan ditinggalkan. Seperti dilansir sejumlah media, Dirjen kekayaan negara kementerian keuangan Rionald Silaban saat ini tengah memetakan kantor kantor kementerian yangvakan disewakan.
'saat ini memang baru dilalukan pemetaan aset mana yang dapat dimonetisasi guna pembiayaan IKN baru'(okezone, 3/9/2021).
Sebenarnya untuk skema biaya sebesar Rp. 466,98 triliun dengan rencana pembangunan selama 20an tahun tidaklah besar. Hal ini karena diperkirakan pembangunan IKN akan selesai pada tahun 2045 bersamaan dengan 100 tahun kemerdekaam Republik Indonesia. Apalagi IKN baru yang berlokasi disebagian penajam paser utara dan kutai kertanegara (Sepakunegara) memiliki potensi ekonomi yang besar baik dalam kaitan dengan green economy maupun blue economy. Selain itu biaya pembangunan IKN berbasis APBN tidaklah besar jika dibandingkan kontribusi kaltim untuk Indonesia setiap tahunnya yang tidak kurang dari Rp. 500 triliun.
Kalau mau jujur tanpa skema IKN pun di Kaltim layak dibangun Istana Negara sebagai tempat istrahat Presiden untuk memantau kekayaan alam kalimantan dan menyatukan Indonesia, karena dilokasi yang akan dibangun istana merupakan titik tengah Indonesia jika ditarik garis dari Sabang sampai Merauke. Mengucurkan dana sebesar ratusan triliun untuk membangun infrastruktur dan SDM Kaltimpun masih belum sebanding jika ditinjau dari kontribusi ribuan triliun kaltim untuk membangun negeri tercinta. (*)