Tulis & Tekan Enter
images

Wagub Kena Pantunnya

Catatan Rizal Effendi

WAGUB Kaltim Hadi Mulyadi kena batunya. Bukan urusan kerja. Tapi soal pantun memantun, yang biasa dilontarkan Wagub dalam mengawali sambutan. Maklum dia masuk ke sarang penyamun, eh, sarangnya yang jago pantun. Keoklah dia dihujani pantun bertubi-tubi.

Ini terjadi ketika Wagub bejalanan bersama rekan-rekannya alumni jurusan Fisika SMAN 2 Samarinda angkatan tahun 1987 belum lama ini. Tujuan mereka ke Kalimantan Selatan, di antaranya menyusuri Sungai Martapura ke Pasar Terapung Lok Baintan.

Pasar terapung Lok Baintan atau pasar terapung Sungai Martapura adalah sebuah pasar terapung tradisional yang berlokasi di Desa Sungai Pinang, Kecamatan Sungai Tabuk, Banjar. Di situ terdapat ratusan perahu yang dikayuh ibu-ibu. Mereka berjualan sayur mayur dan buah-buahan dari atas perahu.

Ada juga yang jualan wadai dan makanan sarapan pagi. Mulai untuk-untuk sampai nasi kuning. Pemandangannya sangat menarik. Penuh warna-warni. Makanya ini menjadi salah satu objek wisata menarik terutama para turis dan pendatang.

Pak Wagub dan kekawalannya sempat singgah di sana. Dari atas perahu speed, dia sempat melempar pantun. “Burung punai di atas tupai. Bila baduit bini beranai. Kadada duit bini bemamai,” kata Wagub setengah menantang.

Tak lama pantun Wagub langsung disambar seorang ibu dari atas perahu. “Buah duku buah rambutan.  Hanya satu di tengah hutan. Cintaku bukan buatan. Kaya paku lengket di papan,”

Sambil tertawa, Wagub sempat membalas. “Ada gadis berjilbab biru.  Jilbab dibeli di Pasar Minggu. Kalau handak jadi minantu. Ayo kita ke penghulu.”

Si ibu tak mau kalah. Dia menjawab lagi. “Buat apa lemari kaca. Kalau isinya banyak kecoa. Buat apa mertua kaya. Kalau tidak sayang sama kita.”

Setelah itu, Wagub diberondong berbagai pantun dari ibu-ibu. “Keladi berdaun dua. Anak kita tersenyum birai. Kalau kita jadi berdua.   Ranjang panjang rambut terburai.”

Belum sempat Wagub menjawab, muncul lagi pantun dari si ibu. “Daun sirih kulipat-lipat. Buah manggis kubagi-bagi. Putih kuning sudah Bapak dapat. Kita mandi sambil berapat.”

Nah, mereka tahu Wagub mulai kewalahan. Sekarang giliran para ibu melancarkan serangan pantunnya berujung menodong jualannya. “Pak buah durian tabal isinya. Bapak keren karena banyak ininya,” kata si ibu sampai memperagakan gestur menyilangkan jari jempol dan telunjuk tanda minta duit.

Lalu mereka tutup dengan pantun menggoda. “Naik sepeda kena batu. Panjang umur sambil minum jamu. Kalau Garuda lambang negaraku. Kalau Bapak ada di hatiku.”

BORONG JUALAN

Hebat juga ibu-ibu penjual di atas perahu tersebut. Begitu Wagub Hadi Mulyadi sudah tidak berkutik lagi, lalu mereka menyodorkan beramai-ramai barang jualannya. Mau tak mau Wagub membeli dan memborongnya. Ada yang dibayar 100 ribu, ada yang 50 ribu. “Punya saya balum, Pak,” kata seorang ibu sambil menyorongkan jualannya.

Wagub bersama rombongannya sangat terhibur. Mereka mendapat kesan yang sangat inspiratif. Pasar terapung Lok Baintan adalah pasar terapung paling ramai di Kalsel. Hanya sekitar 10 km dari Swiss-Belhotel Borneo Banjarmasin. Hotel Swiss menyediakan paket tur gratis ke tempat ini.

Aktivitas jualan di atas sungai ini hanya berlangsung sekitar 3 -4 jam, antara pukul 06.00 sampai pukul 10.00 pagi. Selain sayur mayur dan ikan, yang paling banyak dijual adalah buah pisang, nenas, pepaya, dan jeruk. Apalagi kalau lagi musim buah, biasanya ada rambutan dan durian. Bahkan beberapa buah langka seperti lahung dan wanyi.

Yang menjadikan Pasar Terapung Lok Baintan berbeda dan lebih unik dibanding pasar terapung lainnya karena di sini berlaku juga jual beli dengan sistem barter. Mengingatkan kita dengan suku Dayak di pedalaman pada masa lalu. Barang ditukar barang sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

Pasar terapung dulu banyak di Pasar Pagi Samarinda, di Tenggarong, Kota Bangun, Muara Muntai, Melak dan pedalaman Mahakam lainnya.  Sayangnya sekarang mulai berkurang dan tidak terlalu diarahkan menjadi objek wisata sungai seperti di Banjarmasin.

Justru pasar terapung sepanjang Sungai Mahakam sudah berubah menjadi “Pasar Terapung Batu Bara.” Ratusan ponton tiap hari lewat mengangkut batu bara beribu ton dari pedalaman Kutai. Waktu jualannya tidak terbatas. Maklum harganya lagi “manis-manisnya” di dunia. Yang punya IUP dan areal seperti terapung di pulau banyak intannya.(*)


TAG

Tinggalkan Komentar