Kaltimkita.com, BALIKPAPAN – Warga Balikpapan dalam beberapa hari terakhir dibuat resah dengan sulitnya mencari beras premium. Tak hanya di toko kelontong, rak-rak beras di ritel besar seperti Lotte Mart Grosir, Maxi, dan Yova Mart pun tampak kosong.
Pemandangan ini membuat banyak warga bertanya-tanya. Padahal, berdasarkan keterangan sejumlah pelaku usaha, kelangkaan ini bukan karena beras tak ada, tapi diduga karena para distributor menahan pasokan.
“Kosongnya sudah sekitar semingguan. Banyak pelanggan yang nanya-nanya juga, tapi memang belum ada pasokan masuk,” kata Joko Sundoro, pegawai di Lotte Mart Grosir, Rabu (6/8/2025).
Manajemen toko bahkan sempat menerapkan pembatasan pembelian, satu pelanggan hanya boleh membawa satu kemasan baik ukuran 5 kg, 10 kg, maupun 25 kg. Tapi kini, bahkan satu karung pun tak ada yang bisa dijual.
Menurut pemilik CV Maxi Raya, Sonny Yuwono, bahwa permasalahan utama bukanlah kekurangan stok dari daerah produsen.
“Stok di Jawa aman. Masalahnya kami sebagai distributor bingung mau jual dengan harga berapa,” ujarnya.
Sonny menjelaskan, saat ini para distributor terjepit antara Harga Pokok Penjualan (HPP) yang tinggi dan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang rendah. Jika menjual sesuai HET, mereka bisa rugi karena harga kulakan sudah tinggi. Tapi jika menjual lebih mahal, mereka bisa dituding melanggar aturan.
Bahkan, sejumlah distributor mulai menghentikan suplai merek-merek ternama demi menghindari potensi tuduhan menjual beras oplosan atau melanggar harga resmi.
“Daripada disalahkan karena menjual mahal atau dituduh oplosan, ya banyak yang pilih berhenti kirim dulu,” jelasnya.
Hal ini membuat beras-beras bermerek dan berkualitas premium menghilang dari pasaran. Yang tersisa hanyalah produk berlabel premium tapi dengan kualitas yang tidak sebanding.
Situasi ini digambarkan sebagai kelangkaan semu, produk sebenarnya tersedia, tapi tidak bisa dijual bebas karena pelaku usaha khawatir tersandung aturan. Sonny menilai, ketidaksesuaian antara kebijakan harga dan realitas biaya distribusi menjadi pemicu utama.
“Kalau terus begini, yang rugi masyarakat. Mereka terpaksa beli beras murah yang mutunya tidak sebanding dengan labelnya,” kata Sonny.
Ia berharap pemerintah pusat, terutama Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan Perum Bulog segera mengambil langkah konkret. Penyesuaian regulasi harga dengan realita lapangan menurutnya sangat mendesak.
Di sisi lain, masyarakat juga mulai mempertanyakan peran pemerintah. Seperti Bambang, warga asal Balikpapan Selatan ini mengaku kecewa karena pemerintah seperti terlambat menangani situasi ini.
“Harusnya Bulog itu sudah tahu dan antisipasi jauh hari. Ini malah seperti panik setelah kejadian, tapi di lapangan juga nggak kelihatan ada tindakan,” ujarnya. (lex)