Tulis & Tekan Enter
images

Murid SD 004 Bontang Utara saat mengunjungi Mangrove Telok Bangko. Selain wisata primadona baru, banyak sekolah menjadikan tempat ini sebagai taman edukasi

Berdampingan Jaga Bumi Bontang, Sinergi Pupuk Kaltim dan Warga Pesisir Lahirkan Wisata Mangrove Telok Bangko

Kaltimkita.com, BONTANG - Hembusan angin kecil dan udara sejuk di antara rimbunan pohon mangrove yang terhampar di lahan seluas enam hektare, hadir memesona di area Lok Tuan, Kecamatan Bontang Utara, Provinsi Kalimantan Timur.

Di sinilah, harmoni antara alam, masyarakat, dan dunia industri tumbuh subur berkat sinergi nyata antara masyarakat pesisir dan PT Pupuk Kalimantan Timur (Pupuk Kaltim) Kota Bontang.

Dua dekade lalu, kawasan ini hanyalah kawasan pantai biasa berlumpur yang sunyi, tergerus abrasi, dan nyaris kehilangan vegetasi bakau. Namun kini, area itu menjelma menjadi wisata edukasi mangrove yang hijau dan teduh, bahkan menjadi tempat belajar, berwisata, sekaligus penghidupan baru bagi warga sekitar. 

Inilah Mangrove Telok Bangko. Wisata Hutan yang berdampingan langsung dengan permukiman masyarakat pesisir, yang lahir dari kepedulian seorang pria hingga dibina oleh perusahaan industri.

Awal kepedulian itu lahir dari seorang pria bernama Hadi Wiyoto. Warga pendatang dari Mandar, Sulawesi Barat itu, memulai minatnya sejak 1997 silam. Di mana, ia kala itu masih tinggal seorang diri di pinggiran lahan lepas sebelum kini menjelma menjadi Wisata Mangrove Telok Bangko.

Akhirnya, di tahun 2009, Hadi memulai niatnya untuk membeli lahan tersebut dari pemilik sebelumnya. Dengan iktiar dan restu dari sang istri yang bernama Nurdia, pantai kecil itu pun ia beli.

"Saya khawatir kala itu dari angin kencang dan air yang pasang, karena lahan ini dulu lepas. Setelah saya mempelajari terus antisipasinya, akhirnya 2009 saya beli lahan ini seharga di atas Rp1 Miliar," ungkap Hadi saat diwawancara reporter kaltimkita.com, Sabtu (18/10/2025).

Ketika itu, belum ada dukungan berarti. Namun, kecintaannya terhadap lingkungan membuatnya terus menanam bibit bakau yang ia kumpulkan sendiri dari Bontang Kuala, Teluk Pandan Sangatta hingga Tanjung Lemo Sulawesi Tengah di tahun selanjutnya. 

"Saya pernah dapat sampai 1.000 bibit, dan saya tancap sekaligus," ujar pria berusia 57 tahun itu.

Dari kegigihan itulah, lahir semangat Hadi untuk menjaga ekosistem pantai agar tak musnah. Dari enam hektare luas lahan, Hadi dan kelompoknya berhasil menanam bibit mangrove. 

Titik balik terjadi pada 2019, saat perusahaan industri raksasa yakni Pupuk Kaltim datang dengan niat mulia membangun area pembibitan mangrove. Melalui mediasi kelurahan, perusahaan pupuk terbesar di Asia Tenggara itu mengajak kerja sama dengan kelompok yang dibentuk Hadi, bernama Kelompok Telok Bangko, atau aju bangko dari bahasa bugis.  

“Saya bilang ke mereka (Pupuk Kaltim, red), kalau untuk pembibitan mangrove, tak perlu sewa lahan. Silakan pakai saja. Dan Alhamdulillah kami pun membuat kesepakatan hingga akhirnya jalan sampai sekarang,” akunya.

Sinergi itu pun berkembang pesat. Pupuk Kaltim secara rutin memesan bibit mangrove hasil pembibitan kelompok Telok Bangko. 

“Awalnya sekitar 75 ribu bibit, lalu meningkat jadi 100 ribu, bahkan hingga 200 ribu per-tahun,” terang Hadi.

Hingga kini, lebih dari satu juta bibit mangrove telah ditanam di kawasan pesisir Bontang dan sekitarnya melalui program lingkungan Pupuk Kaltim. Jenis yang ditanam pun beragam, menyesuaikan substrat tanah, mulai dari apiculata hingga mucronata, semuanya berfungsi menahan abrasi dan menjaga keseimbangan ekosistem laut.

"Bahkan, Ceriops Tagal yang merupakan mangrove terlangka di dunia pun ada di sini," ucapnya.

Dukungan Pupuk Kaltim tidak berhenti pada penanaman saja. Perusahaan juga membantu membangun sarana dan prasarana wisata edukatif di area Telok Bangko, mulai dari jalan setapak, aula serbaguna, hingga fasilitas pertemuan yang kini menjadi tempat belajar bagi ribuan pelajar setiap tahunnya.

Program pembibitan mangrove tak hanya menumbuhkan pohon, tapi juga menumbuhkan kesejahteraan. Kelompok Telok Bangko kini menaungi sekitar 15 pelaku UMKM yang mengelola kios kuliner di kawasan wisata. Salah satunya, Nurdia seorang pelaku UMKM Wisata Mangrove Telok Bangko, yang sejak awal turut mengembangkan usaha bersama kelompok.

“Dari hasil pembibitan dan wisata ini, kami bisa menambah penghasilan keluarga. Bahkan beberapa anggota kelompok bisa berangkat umrah dari hasil kerja keras bersama,” kata wanita berusia 51 tahun itu dengan mata berbinar.

Nurdia juga merupakan istri dari Bapak Hadi, ia mengaku sempat terkejut saat suaminya ingin membeli lahan yang terbilang tidak murah tersebut. Namun, berkat diskusi panjang, akhirnya ia mengaminkan niat Hadi.

"Alhamdulillah, saat dibuka pertama kali untuk umum di pertengahan 2024, saya pernah mencapai keuntungan Rp2 juta sehari," ujarnya bangga.

Manfaat ekonomi dari kerja sama dengan Pupuk Kaltim terasa nyata dan terus bertumbuh. Setiap pembibitan menghasilkan keuntungan yang diputar kembali untuk kegiatan kelompok dan pengembangan wisata. Hasilnya, Telok Bangko kini tak hanya menjadi kawasan hijau, tetapi juga sentra ekonomi kreatif berbasis ekowisata.

"Pembeli kami juga ada yang dari luar. Jadi ribuan bibit kami sudah sampai ke Sangatta dan Sangkulirang, Kutai Timur. Per-bibitnya kami jual Rp11 ribu," kata Hadi.

Hadi mengaku tidak pernah memungut biaya sedikitpun dari kelompoknya yang memanfaatkan tempat wisata untuk usaha. Kendati begitu, ia bermaksud sembari mengajarkan kelompoknya untuk bisa mandiri dan dapat memanfaatkan peluang dari wisata Mangrove Telok Bangko. 

"Jadi pengunjung juga tak perlu lagi membawa bekal saat berwisata. Karena di sini, kami sediakan berbagai jajanan makanan dan minuman. Namun, diwajibkan tidak membuang sampah sembarangan," tegasnya.

Dukungan Pupuk Kaltim juga memberi nilai tambah pada pendidikan lingkungan. Setiap bulan, kawasan ini menjadi laboratorium alam bagi siswa-siswi sekolah dasar hingga mahasiswa. Mereka belajar tentang pentingnya menjaga mangrove dan membuat kerajinan ecoprint dari bahan-bahan alam sekitar.

“Saya ingin anak-anak paham, bahwa lingkungan adalah guru terbaik,” ungkap Muliati, guru SD 004 Bontang Utara, yang rutin membawa muridnya ke sini.

Dengan tiket masuk hanya Rp3.000 untuk dewasa dan Rp2.000 untuk anak-anak, wisata ini tetap ramah bagi masyarakat kecil dan tetap menjaga prinsip edukatif di atas nilai komersial.

Kini, kawasan Wisata Mangrove Telok Bangko menjadi contoh sukses sinergi antara masyarakat, pemerintah lokal, dan perusahaan industri dalam menjaga lingkungan. Hadi Wiyoto menyebut Pupuk Kaltim sebagai “mitra sejati” dalam menjaga bumi Bontang.

“Pupuk Kaltim itu luar biasa peduli. Mereka bukan hanya menanam, tapi memastikan yang ditanam tumbuh dan memberi manfaat bagi masyarakat,” tuturnya.

Tak hanya menjaga garis pantai dari abrasi, keberadaan mangrove juga menciptakan habitat bagi ribuan biota laut seperti kepiting, ikan baronang, dan burung bangau. Bahkan, peneliti dari dalam dan luar negeri telah datang meneliti keanekaragaman hayati di kawasan ini.

Hadi dan kelompoknya berharap sinergi ini terus berlanjut. 

"Semoga Pupuk Kaltim terus mencari dan membina masyarakat lain agar makin banyak yang peduli lingkungan,” tandasnya.

Senada, Assistant Vice President Pembangunan Sosial dan Lingkungan di Departemen TJSL Pupuk Kaltim, Uchin Mahazaki, menjelaskan bahwa pendampingan di Telok Bangko dilakukan secara komprehensif. Tak hanya berupa bantuan fisik, tetapi juga pembekalan ilmu dan keterampilan.

“Kami memberikan berbagai pelatihan, mulai dari hospitality, penanaman mangrove, hingga pengelolaan wisata,” ujar Uchin.

Pupuk Kaltim juga mendatangkan para ahli di bidangnya agar anggota kelompok bisa belajar langsung dari sumber berpengalaman.

Tak berhenti di situ, Pupuk Kaltim mengajak kelompok Telok Bangko melakukan benchmarking ke daerah lain yang berhasil mengembangkan wisata berbasis masyarakat. 

“Kami pernah bawa mereka (kelompok Telok Bangko, red) ke Gunungkidul, Yogyakarta untuk belajar dari kelompok yang mengelola wisata tanpa campur tangan perusahaan. Jadi mereka bisa meniru konsep kemandirian itu,” jelasnya.

Tahun 2025 menjadi tahun terakhir masa pendampingan intensif bagi kelompok Telok Bangko. Setelah empat tahun berjalan, kelompok ini dinilai sudah mampu berdiri di atas kaki sendiri.

“Sekarang mereka sudah bisa mengelola banyak hal secara mandiri. Misalnya pengembangan aula sewa dan warung-warung kuliner di kawasan wisata, itu semua inisiatif mereka sendiri, bukan arahan dari perusahaan,” jelas Uchin.

Meski begitu, Pupuk Kaltim tetap berkomitmen untuk mendukung melalui pola kemitraan partisipatif, bukan lagi pendampingan penuh. 

“Kami akan tetap berkolaborasi dalam kegiatan lingkungan, terutama penanaman mangrove,” tambahnya.

Selama periode pendampingan, total dukungan Pupuk Kaltim kepada Telok Bangko mencapai hampir Rp1 miliar dalam berbagai bentuk program, baik pelatihan, pembangunan infrastruktur, maupun penanaman mangrove.

“Kalau ditotal, mungkin sekitar Rp1 miliar rupiah. Namun total itu bertahap dianggarkan tiap tahunnya tergantung kebutuhan,” ungkap Uchin.

Menurutnya, investasi sosial tersebut dilakukan secara bertahap, menyesuaikan dengan rencana kerja tahunan kelompok. Menariknya, kata dia, kerja sama dengan kelompok lokal seperti Telok Bangko justru terbukti lebih efisien. 

“Kalau penanaman mangrove di luar bisa mencapai 12.000-15.000 per bibit, dengan kelompok Telok Bangko hanya sekitar 10.000-11.000. Jadi selain efektif, biayanya juga lebih ekonomis,” ungkap Uchin.

Namun bagi Pupuk Kaltim, nilai terbesar dari program ini bukan pada rupiah, melainkan pada tumbuhnya kesadaran ekologis di masyarakat.

“Banyak orang bisa membuat dan menjual bibit mangrove, tapi sedikit yang benar-benar mencintai mangrove seperti Pak Hadi,” tutur Uchin, merujuk pada Hadi Wiyoto, tokoh utama di balik Wisata Mangrove Telok Bangko.

“Kalau ada orang menebang mangrove, Pak Hadi bisa marah. Bahkan pernah melapor ke pihak berwajib. Itu karena dia benar-benar peduli. Ini yang ingin kami tularkan ke masyarakat lain,” imbuhnya.

Bagi Pupuk Kaltim, Hadi adalah contoh nyata bagaimana kecintaan terhadap alam bisa menjadi inspirasi bagi warga lain. Ke depan, perusahaan berharap lahir lebih banyak bibit manusia yang memiliki semangat konservasi tinggi seperti dirinya.

Meski program pendampingan intensif berakhir tahun ini, Pupuk Kaltim memastikan dukungan terhadap Telok Bangko tidak berhenti. 

“Kami tetap ingin Telok Bangko menjadi partner dalam kegiatan penanaman mangrove di area lain seperti Malahing dan Gusung,” ujar Uchin.

Selain itu, kelompok juga diarahkan untuk memperkuat sektor ekonomi kreatif. Salah satunya dengan membangun rumah produksi olahan mangrove, yang kini tengah dalam proses penyempurnaan izin.

“Untuk izin PIRT sudah ada, tapi BPOM masih dalam proses karena kelompok sedang menyesuaikan arah usaha ke sektor kuliner, yang ternyata lebih menjanjikan,” jelasnya.

Pupuk Kaltim menilai, perubahan arah usaha ini adalah bukti kematangan kelompok dalam membaca peluang pasar. 

“Yang penting mereka sudah bisa menyusun rencana tahunan sendiri, tanpa menunggu inisiatif dari perusahaan. Itu tanda kemandirian,” kata Uchin menegaskan.

Kini, Telok Bangko bukan sekadar kawasan konservasi, tetapi simbol kemitraan yang hidup antara industri dan masyarakat. Setiap sudut hutan mangrove yang hijau, setiap langkah di jalur kayu ulin yang dibangun, menjadi saksi bagaimana kerja sama berbasis kepercayaan mampu melahirkan perubahan besar.

“Telok Bangko tetap menjadi kebanggaan kami. Setiap kali ada tamu manajemen atau mitra perusahaan berkunjung, kami pasti ajak ke sini. Karena di sinilah terlihat jelas, bagaimana Pupuk Kaltim menanam bukan hanya pohon, tapi juga harapan," tutup Uchin.

Akhir kata, kisah ini menggambarkan bagaimana Pupuk Kaltim tidak sekadar menjalankan program CSR, tetapi sejatinya menumbuhkan semangat kemandirian masyarakat pesisir melalui pendidikan, pemberdayaan, dan pelestarian lingkungan. Telok Bangko menjadi bukti bahwa harmoni antara industri dan alam bukanlah utopia, melainkan kenyataan yang tumbuh dari akar mangrove dan hati manusia.

 Perubahan besar itu tak lepas dari sentuhan tangan PT Pupuk Kalimantan Timur (Pupuk Kaltim), yang sejak 2019 menjadikan Telok Bangko sebagai lokasi binaan dalam program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) perusahaan. (*)

Penulis: Herman

Sapaan: Alex

Media: kaltimkita.com

Cabor: Karya Jurnalistik Porwada Bontang 2025.

Prestasi: Juara 1 Lomba Tinta Bank Indonesia (BI) 2025.



Tinggalkan Komentar

//