Tulis & Tekan Enter
images

Khidmat di Jantung Kota: Simpang Lembuswana Jadi Altar Nasionalisme Urban Samarinda

Kaltimkita.com, SAMARINDA – Deru mesin dan hiruk pikuk yang menjadi rutinitas Simpang Empat Lembuswana mendadak senyap pada Minggu (17/8). Selama 15 menit, persimpangan yang menjadi simbol denyut nadi perekonomian dan mobilitas Kota Samarinda ini beralih fungsi.

Aspal panas yang biasanya menjadi lintasan roda kini menjadi sebuah altar khidmat, tempat ribuan pasang mata menatap haru Sang Saka Merah Putih yang membentang gagah.

Ini bukan upacara biasa. Di “altar” dadakan ini, tidak ada podium megah atau barisan pejabat.

Yang ada adalah potret Indonesia dalam skala mini, 1.500 relawan dari 95 satuan berbeda, anggota organisasi kemasyarakatan, pengemudi ojek online yang memarkirkan kendaraannya, hingga pengguna jalan yang spontan berhenti untuk ikut memberi hormat. Mereka semua melebur menjadi satu dalam sebuah manifestasi nasionalisme urban.

Fenomena ini adalah bukti bagaimana semangat kebangsaan beradaptasi dan menemukan ekspresinya di tengah lanskap perkotaan. Inisiatif yang telah memasuki tahun keenam ini lahir dari keinginan sederhana untuk membumikan perayaan kemerdekaan.

“Kami ingin seluruh lapisan masyarakat bisa terlibat langsung, tidak hanya terbatas pada upacara formal di lingkungan pemerintahan,” ungkap Joko Iswanto, Ketua Relawan Gabungan Info Taruna Samarinda.

Baginya, jalanan adalah ruang paling demokratis, tempat di mana rasa cinta tanah air bisa dirayakan tanpa sekat. “Kalau di pemerintah kan terbatas, nah kita ingin masyarakat juga ikut berbaur,” tuturnya.

Tradisi yang lahir dari keterbatasan di masa pandemi COVID-19 ini justru tumbuh menjadi simbol resiliensi dan persatuan. Setiap tahunnya, antusiasme warga terus bertambah, menunjukkan bahwa patriotisme tidak lekang oleh zaman, hanya berubah bentuk dan mediumnya.

Dukungan pun datang dari pihak aparat. Kasat Binmas Polresta Samarinda, AKP Danovan, yang turut hadir, mengapresiasi inisiatif warga yang terorganisir dengan cepat dan solid. “Terima kasih kepada masyarakat dan relawan Samarinda. Ini adalah kegiatan positif untuk menumbuhkan semangat kebangsaan,” ujarnya.

Ketika prosesi usai dan raungan klakson kembali terdengar, Simpang Lembuswana kembali pada kodratnya sebagai urat nadi kota. Namun, bagi mereka yang menyaksikannya, persimpangan itu kini memiliki makna baru.

Selama 15 menit yang khidmat itu, mereka telah membuktikan bahwa di jantung kota yang paling sibuk sekalipun, ada ruang untuk hening, ada tempat untuk hormat, dan ada altar untuk merayakan Indonesia. (fan)



Tinggalkan Komentar

//