Tulis & Tekan Enter
images

Presiden Jokowi mengenakan baju adat Bangka Belitung bersama Ibu Negara Iriana Jokowi, yang tampil dengan kebaya warna pink.

Pucuk Rebung dan Kebaya Puan

Catatan Rizal Effendi

MESKI tak lagi menjadi wali kota, saya tetap mengikuti acara tahunan menyambut HUT ke-77 Kemerdekaan RI di Gedung Nusantara MPR/DPR RI, Selasa (16/8) kemarin. Saya bisa lebih rileks karena tidak dalam acara formal. Cukup di depan layar TV di rumah pribadi sambil menikmati pisang goreng kesukaan saya.

Sebelumnya saya sempat ke RS Siloam menjenguk istri saya, Bunda Arita yang lagi dirawat di sana. Dia terkena demam dan batuk agak berat sehingga perlu diopname. Syukurlah, hasil PCR-nya negatif Covid. Sepertinya dia tertular cucu saya, Defa dan Dafin yang lebih dulu kena. Tapi sekarang sudah sembuh. “Cepat sembuh, ya Ibu,” kata Defa dan Dafin mendoakan neneknya.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, Presiden Jokowi tampil dua kali di panggung rapat paripurna wakil rakyat. Pertama, menyampaikan pidato pada Sidang Tahunan MPR RI 2022 dan pidato kenegaraan dalam rangka HUT ke-77 Kemerdekaan RI. Kedua, menyampaikan pidato dalam rangka penyampaian keterangan pemerintah atas RUU APBN Tahun Anggaran 2023 pada sidang bersama DPR RI dan DPD RI.

Sidang Tahunan MPR RI itu, mengingatkan saya ketika saya menjadi anggota MPR RI Utusan Daerah masa bakti 1999-2004. Waktu itu saya mewakili utusan daerah dari Kaltim di antaranya bersama tokoh pengusaha dan olahraga H Harbiansyah serta tokoh adat Dayak, notaris  Laden Mering SH.

Yang paling seru ketika berlangsung Sidang Istimewa MPR RI pada 23 Juli 2001. Sidang dipimpin Prof Amien Rais. Di tengah hujan interupsi yang bertubi-tubi, MPR memutuskan memakzulkan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dan menetapkan Megawati Soekarnoputri sebagai pengganti presiden. Saya tak bisa melupakan peristiwa itu dan menjadi saksi sejarah bersama ratusan anggota MPR lainnya.

Sidang Tahunan MPR RI era Presiden Jokowi punya warna lain. Presiden selalu tampil dengan baju adat daerah. Kemarin, Jokowi mengenakan baju adat Bangka Belitung, daerah kelahiran Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yang sekarang jadi komisaris utama Pertamina.

Dalam pidatonya, Jokowi menjelaskan makna di balik baju yang dikenakannya. “Ini baju adat paksian berasal dari Bangka Belitung. Motifnya bernama pucuk rebung, yang melambangkan kerukunan dan warna hijau mengandung filosofi kesejukan, harapan, dan pertumbuhan,” katanya.

Sepertinya Presiden mengajak masyarakat tetap menjaga kesejukan meski kita menghadapi situasi yang berat. Dengan kesejukan itu, ada harapan dan pertumbuhan yang lebih baik di tengah situasi perekonomian global, yang penuh ketidakpastian.

Jokowi sendiri menegaskan, Indonesia termasuk negara yang mampu menghadapi krisis global saat ini. “Fundamental ekonomi Indonesia tetap sangat baik di tengah perekonomian dunia yang sedang bergolak. Di satu sisi kita memang harus tetap waspada dan harus tetap hati-hati. Namun di sisi lain, agenda-agenda besar bangsa harus kita lanjutkan untuk meraih Indonesia maju,” tandasnya.

Mengutip penelusuran detikcom, baju adat Bangka Belitung yang dikenakan Jokowi memang sudah disesuaikan dengan makna yang diinginkan. Makanya berwarna hijau, meski baju adat itu umumnya didominasi warna merah dan emas.

Baju adat Bangka Belitung merupakan perpaduan kebudayaan Arab, Tionghoa, dan Melayu. Kabarnya ada saudagar Arab yang datang ke daerah tersebut, lalu menyunting gadis setempat, yang umumnya keluarga keturunan. Dari situ muncul baju adat daerah, yang kemudian akrab disebut Baju Seting dan Kain Cual.

Menurut Sekretaris Pribadi Presiden, Anggit Nugroho, baju adat Bangka Belitung itu dipilih Presiden dari tiga baju adat daerah yang belum pernah dikenakannya. “Kami usulkan tiga, tapi yang dipilih Bapak Presiden baju adat Paksian,” jelasnya.

Sementara Ibu Negara Iriana Jokowi yang tampil anggun mendampingi Jokowi mengenakan kebaya nasional modern, yang berwarna merah muda atau pink. Kebaya brokat itu dipercantik dengan model tunik dan aksen tile berdetail kristal di tangan kanannya. Kerudungnya berwarna senada dan bawahannya rok kain batik berwarna cokelat.

“Itu disiapkan oleh Ibu Negara sendiri. Mulai dari desain bajunya, bahan yang dipilih hingga menjadi baju siap pakai,” kata Anggit.  

DESAINER TERKENAL

Ketika memimpin sidang bersama DPR RI dan DPD RI Selasa kemarin, Ketua DPR Dr (HC) Puan Maharani Nakshatra, S.Sos juga tampil mengenakan  kebaya. Beda dengan Ibu Negara yang dirancang sendiri, sedang Puan tampil dengan kebaya kutubaru hasil rancangan desainer terkenal Didiet Maulana.

Didiet memerlukan waktu dua bulan untuk merancang dan mengerjakan baju kebaya Puan, yang sangat anggun itu. Dia memerlukan riset dan observasi yang dalam sebelum mewujudkan idenya. Sehingga tercipta rancangan bermakna membumi.

Kebaya dari bahan brokat penuh itu, kata Didiet hadir dalam warna terakota atau tembikar. Ia memilih warna tersebut karena tersirat makna membumi atau back to the roots alias kembali ke akar.

Didiet melengkapi kebaya itu dengan selendang yang disandangkan di bahu kanan menjuntai ke belakang dan memanjang hingga tersampir anggun di tangan kiri. Lalu sebuah bros disematkan mempercantik selendang tersebut.

Ketua DPR RI Puan Maharani tampil dengan busana kebaya hasil rancangan desainer terkenal Didiet Maulana

Untuk bawahannya, desainer terkenal ini, menyiapkan batik motif Semen Romo. Motif ini dimaknai sebagai penggambaran  kehidupan yang bersemi, berkembang, dan sejahtera. “Sebuah pengharapan dan doa untuk kehidupan yang lebih makmur,” tulisnya di Instagram.

Putri bungsu Presiden Megawati ini, menyempurnakan gaya berkebayanya dengan sanggul klasik hasil tatanan Yayuk Paes dan riasan wajah hasil polesan Bubah Alfian.

Dari sekian isi pidato pengantar dari Puan, tentu yang sangat saya cermati berkaitan dengan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).  Dia minta semua pihak tetap memberikan dukungan. Ia mengakui dalam menyusun dan membangun negara termasuk IKN terdapat kekurangan dan ketidaksempurnaan. Tapi itu tidak boleh menjadi alasan untuk memusuhi atau mencaci maki Negara.

“Jangan kita selalu mengutuk kegelapan, tetapi marilah kita mulai hidupkan lilin penerang, yang dapat memberikan cahaya, sekecil apa pun itu,” katanya dalam kalimat puitis, yang mendapat applaus  hadirin.

Saya lihat Gedung Nusantara MPR/DPR penuh suasana  ceria kemarin. Seorang teman dari Nasdem mengirimi saya WA. “Tahun 2024 saya tunggu Kakak Rizal berada di sana,” katanya dalam pesan singkat. “Merdeka!!!,” kata Puan menutup sidang.(*)

 

 


TAG

Tinggalkan Komentar