Oleh : Silvia Rahmadina
(Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Balikpapan)
Kaltimkita.com, BALIKPAPAN - Tinggal berdampingan dengan alam memberikan kenyamanan dan kepuasaan batin tersendiri. Selain mendapat suguhan pemandangan alam yang memesona, udara nan segar tanpa polusi juga menjadi keuntungan tersendiri. Namun, tinggal berbarengan dengan alam juga tidak menjamin keamanan dari kemungkinan bencana alam yang bakal terjadi entah kapan waktunya.
Seperti yang terjadi saat ini di kota yang kita cintai. Memang tempat saya tinggali serasa cukup aman dari ancaman bencana, namun kabar terjadinya bencana alam di sekitar saya sudah sering saya dengar. Ajakan penggalangan dana untuk korban bencana juga tak jarang saya temui di media sosial.
Masih segar dalam ingatan saya peristiwa banjir dan longsor yang terjadi di pertengahan Agustus lalu. Bahkan bencana banjir dan longsor ini sampai menyedot perhatian banyak pihak, hingga menjadi berita nasional akibat dahsyatnya bencana dan kerugian yang ditimbulkan. Dan yang sedang hangat dibicarakan akhir-akhir ini, kebakaran pemukiman yang 2 hari berturut turut menimpa warga di Kecamatan Balikpapan Barat. Dan bencana serupa banjir (genangan) dan longsor masih terjadi, seperti sudah menjadi rutinitas saja bukan?.
Berbicara mengenai bencana alam secara luas, selain disebabkan oleh faktor alam, faktor kelalaian manusia juga dapat memicu terjadinya bencana. Banjir dan tanah longsor kalau kita cari sebabnya, tidak sepenuhnya faktor alam semata tapi ada andil ulah manusia di sana. Banjir, tanah longsor, adalah beberapa contoh bencana alam yang timbul akibat kelalaian manusia dalam mengelola alam dan belum adanya budaya sadar bencana.
Selain bencana alam yang timbul akibat kelalaian dan kurangnya kesadaran masyarakat, ada bencana alam yang timbul memang karena faktor alam yang tidak mungkin bisa dicegah.
Lewat serangkaian kabar dan peristiwa yang alami langsung, akhirnya saya pribadi sadar bahwa anggapan saya sudah tinggal di tempat yang aman adalah salah. Ternyata saya sendiri pun masih awam dengan budaya sadar bencana yang harusnya saya ketahui dan kuasai mengingat banyaknya serangkaian peristiwa bencana yang pernah saya alami. Selama ini, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) selalu menjadi garda depan menghadapi bencana dan selalu menjadi pihak yang introspeksi. Betapa berat tugas sebagai garda terdepan. Namun, sudahkah kita sebagai masyarakat yang sama-sama tinggal di bumi Indonesia ini introspeksi diri?
Serangkaian bencana banjir dan longsor yang terjadi menimbulkan pertanyaan, apakah selama ini kita sudah terlalu menyakiti alam? Ingat salah satu pemicu bencana banjir dan longsor adalah ulah manusia lewat pencemaran lingkungan dan perusakan alam. Memang kita mungkin sudah merasa benar namun apakah kita benar-benar sudah merawat alam?
Ada beberapa langkah sederhana merawat alam seperti langkah berikut ini :
- Tidak membuang sampah di sungai
- Tidak membakar sampah termasuk membakar lahan dengan dalih membuka lahan
- Menghemat energi, baik listrik maupun air
- Menggunakan produk daur ulang (Reduce, Reuse, Recycle, dan Replace)
- Melakukan penghijaun dengan menanam pohon di sekitar rumah
- Mengurangi penggunaan kendaraan pribadi demi mengurangi polusi asap kendaraan
- Melarang perburuan liar
- Memeriksa jaringan listrik yang acapkali menjadi pemicu kebakaran pemukiman.
Bencana alam memanglah kehendak alam yang kita tak mampu mencegahnya, namun bukan berarti menjadikan kita pesimis, pasrah dan melupakan pentingnya melakukan langkah preventif agar tidak timbul kerugian yang besar.
Menghadapi bencana dibutuhkan pemikiran, sikap, dan perilaku tangguh. Dibutuhkan kesadaran masyarakat akan potensi bencana yang mungkin bakal terjadi, termasuk informasi mengenai prediksi cuaca dan peta daerah rawan bencana, sehingga perlu keasadaran pemikiran masyarakat akan pentingnya akses informasi kebencanaan. Sederhananya, masyarakat kita perlu kesadaran mitigasi bencana.
Apa itu mitigasi bencana?
Berdasarkan Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi bencana.
Ada dua poin penting dari pengertian di atas. Mitigasi bencana memang memiliki misi untuk mengurangi risiko kerugian dan kerusakan akibat bencana, namun untuk mencapai hal tersebut dua poinnya adalah pembangunan dan kesadaran kemampuan. Risiko bencana tidak akan menjadi parah apabila masyarakat memperhatikan informasi kebencanaan dengan benar, seperti menghindari daerah yang ditetapkan rawan bencana dan tidak merusak alam demi terjaganya keseimbangan alam. Apabila ini sudah tercapai, selanjutnya akan lebih mudah mengurangi risiko ketika masyarakat juga mengetahui langkah menghadapi bencana dan evakuasi ketika bencana terjadi.
Kesiapsiagaan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
Kesiapsiagaan inilah yang menjadi kunci menghadapi situasi bencana agar tetap tenang dan tidak panik.
Hidup berdampingan dengan alam sudah selayaknya menjadikan manusia peka. Alam bukan hanya untuk dimanfaatkan dan dinikmati saja, tapi alam juga harus dirawat dan dilestarikan. Tanggung jawab tersebut tidak ditanggung oleh BPBD, ataupun Perangkat Kerja terkait, namun tanggung jawab bersama seluruh lapisan masyarakat. Sebagai masyarakat yang hidup berdampingan secara langsung dengan alam, merawat dan peka terhadap alam mutlak hukumnya. Jangan sampai ketika terjadi bencana, kita hanya melempar tanggung jawab kepada pahlawan-pahlawan kebencanaan, namun peran masyarakat sangatlah diperlukan. Dengan membudayakan sadar bencana dan kesiapsiagaan bencana sejak dini, risiko dari timbulnya bencana akan minim. Saatnya membangun sinergi, kolaborasi dalam mengantisipasi bencana. (*)
#Siaga Yes, Pasrah No
#Kita Jaga Alam, Alam Jaga Kita
#Bersama mewujudkan Balikpapan Kencana_Balikpapan Berketahanan Bencana