Tulis & Tekan Enter
images

Dyan Indriwati Thamrin

BERANGAN KESEJAHTERAAN MELALUI PERTAMBANGAN

Oleh : Dyan Indriwati Thamrin

Pemerhati Masalah Sosial dan Politik

Rencana perusahaan tambang batu bara yang memegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) berubah wujud jadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) direspons dingin pemerintah daerah.

Penghasilan dari pertambangan batu bara dinilai tak sepadan dengan dampak negatifnya. Jika pun masih harus batu bara, diharapkan yang dibangun adalah industri hilirnya. Tak melulu bertahun-tahun industri hulu.

Penjabat Sekretaris Provinsi (Sekprov) Kaltim M Sa'bani mengucapkan, wewenang perpanjangan kontrak ada di pusat. Kewenangan itu diatur dalam UU Minerba. Sa’bani berharap, perpanjangan izin harus memenuhi syarat yang ketat.

"Rata-rata perusahaan yang memegang PKP2B mematuhi peraturan yang ada. Mengingat, mereka adalah perusahaan besar. Mekanisme reklamasi dan sebagainya itu, pasti mereka sudah lebih tertib daripada yang kecil-kecil. Dan kita berharap sih, nantinya proporsional," paparnya.

Di sisi lain, lanjut dia, jika masih ada deposit batu bara yang bisa dimanfaatkan dengan baik dan membawa hasil buat daerah, pastilah pusat akan memperpanjang.

Sementara itu, ekonom Universitas Mulawarman (Unmul) Aji Sofyan Efendi mengatakan, pemerintah harus bisa melepas ketergantungan Kaltim terhadap batu bara. Mengingat, dampak negatif batu bara dirasa lebih masif dibandingkan hasil positifnya. Mulai kehancuran lingkungan maupun konflik horizontal dan vertikal karena batu bara.

"Cost sosialnya lebih besar dibandingkan untung ekonominya," kata Aji Sofyan.

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unmul ini pun menghitung berapa batu bara yang dihasilkan Kaltim dan dampak ekonominya. Dia mengatakan, dalam satu gunungan batu bara di kapal ponton yang hilir mudik di Sungai Mahakam itu, bisa bernilai Rp 5 miliar. Tiap satu kapal ponton, sambung dia, bisa memuat empat gunungan. Sedangkan dalam setengah jam bahkan 10 menit sekali, kapal lewat. Tetapi, nyatanya Kaltim tak juga sejahtera. Kemiskinan masih terjadi. Akses jalan juga masih banyak yang rusak. https://kaltim.prokal.co/read/news/375997-pemprov-kaltim-pkp2b-lebih-patuh-aturan-dibanding-perusahaan-kecil

Dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3 berbunyi : "Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat."

Hasil tambang merupakan kekayaan alam. Yang menjadi pertanyaan : "Apakah kekayaan alam di negeri ini dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat?" Paparan fakta sebelumnya sudah menjawab siapakah yang sepenuhnya menguasai kekayaan alam negeri ini dan akibat ikutan dari pengelolaan tambang yang dialami masyarakat. Islam dengan sempurna telah mengatur, tambang merupakan milik umat. Sebagaimana sabda Rasul SAW : “Manusia berserikat dalam 3 perkara, dalam hal air, padang dan api.” Dari hadits tersebut dapat disimpulkan bahwa tambang adalah representasi dari api, sehingga barang tambang adalah milik umum yang harus dikelola hanya oleh negara dan hasilnya harus dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk barang yang murah atau subsidi untuk kebutuhan primer, seperti pendidikan, kesehatan, dan fasilitas umum.

Pendapat bahwa sumber daya alam milik umum harus dikelola negara untuk diberikan hasilnya kepada rakyat dikemukakan oleh An-Nabhani berdasarkan pada hadits riwayat Imam At-Tirmidzi dari Abyadh bin Hamal. Dalam hadits tersebut, Abyadh diceritakan telah meminta kepada Rasul SAW untuk dapat mengelola sebuah tambang garam.

Rasul SAW meluluskan permintaan itu, tapi segera diingatkan oleh seorang sahabat : “Wahai Rasulullah, tahukah engkau, apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (ma’u al-‘iddu)”. Rasul SAW kemudian bersabda : “Tariklah tambang tersebut darinya.” Ma’u al-‘iddu adalah air yang karena jumlahnya sangat banyak digambarkan mengalir terus-menerus. Hadits tersebut menyerupakan tambang garam yang kandungannya sangat banyak dengan air yang mengalir.

Sikap pertama Rasul SAW memberikan tambang garam kepada Abyadh menunjukkan kebolehan memberikan tambang garam atau tambang yang lain kepada seseorang. Akan tetapi, ketika Rasul SAW mengetahui bahwa tambang tersebut merupakan tambang yang cukup besar, digambarkan bagaikan air yang terus mengalir, Rasul SAW mencabut pemberian itu. Hal ini karena dengan kandungannya yang sangat besar itu tambang tersebut dikategorikan milik umum. Adapun semua milik umum tidak boleh dikuasai oleh individu. Yang menjadi fokus dalam hadits tersebut tentu saja bukan “garam”, melainkan tambangnya. Terbukti, ketika Rasul SAW mengetahui bahwa tambang garam itu jumlahnya sangat banyak, Ia menarik kembali pemberian itu. https://m.facebook.com/notes/250-juta-dukungan-untuk-ganti-kapitalisme-sosialismekomunisme-dgn-islam/syariah-islam-dalam-pengelolaan-sumber-daya-alam/10150182057564506

Dalam pengelolaan pertambangan pun, harus berdasarkan proses dan mekanisme yang ditentukan. Kegiatan pertambangan diawali dengan proses studi kelayakan yang melibatkan masyarakat pemangku kepentingan (stake holders), kemudian dilaksanakan dengan ramah lingkungan (green mining), tidak menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan melalui pengawasan (monitoring) berkelanjutan, dan dilanjutkan dengan melakukan reklamasi, restorasi dan rehabilitasi. Pelaksanaan pertambangan wajib menghindari kerusakan (daf’u al-mafsadah), antara lain: menimbulkan kerusakan ekosistem darat dan laut, menimbulkan pencemaran air serta rusaknya daur hidrologi (siklus air), menyebabkan kepunahan atau terganggunya keanekaragaman hayati yang berada di sekitarnya, menyebabkan polusi udara dan ikut serta mempercepat pemanasan global, mendorong proses pemiskinan masyarakat sekitar, dan mengancam kesehatan masyarakat. http://kaltim.prokal.co/read/news/347708-akibat-tambang-kerusakan-meradang

Kalaupun harus melibatkan pihak swasta, hanya sebatas menggunakan jasanya, bukan sebagai pemilik. Mereka akan dibayar sesuai dengan jasa yang digunakan. Sehingga semua proses mulai dari pemilihan lokasi, aktivitas eksplorasi, distribusi, sampai pemulihan pasca tambang selalu dalam pengawasan ketat negara. Sehingga negara bebas menyalurkan hasilnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dengan harga yang terjangkau. https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1069253033268460&id=954316118095486

Dengan pengaturan demikian, dampak negatif eksplorasi pertambangan menjadi nihil. Sehingga pencapaian kesejahteraan masyarakat melalui pertambangan tidak lagi hanya sebatas angan karena negara memiliki sumber pemasukan yang maksimal melalui pengelolaan tambang apabila dikuasai sepenuhnya oleh negara. Alhasil, hanya sistem Islam yang mampu mengelola sumber daya alam dengan sempurna, karena Islam mempunyai sistem yang mumpuni dalam menjamin kesejahteraan manusia di segala sisi kehidupan.

Penerapan sistem Islam secara keseluruhan dalam bingkai negara ialah solusi satu-satunya guna mengatasi berbagai permasalahan di dalam kehidupan dunia ini. Karena banyak ketentuan syariah Islam berurusan langsung dengan hajat hidup orang banyak, seperti pengelolaan kekayaan alam.

Pengelolaan tambang sepenuhnya hanya ada di tangan negara, hasilnya dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk barang maupun jasa yang murah bahkan gratis, seperti sandang, pangan, papan dan kebutuhan kolektif seperti pendidikan, kesehatan, keamanan dan fasilitas umum. Wallahu'alam. (*)


TAG

Tinggalkan Komentar