Tulis & Tekan Enter
images

Ratusan nelayan saat demo buntut pencemaran limbah

Nelayan Muara Badak Terancam Pidana usai Perjuangkan Lingkungan, Menteri LH Hanif Turun Tangan

Kaltimkita.com, JAKARTA- Nelayan di Muara Badak, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, menghadapi ancaman pidana usai memperjuangkan hak lingkungan akibat dugaan pencemaran limbah PT Pertamina Hulu Sanga-Sanga. Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol turun tangan.

"Sudah dilakukan konfirmasi ke Bapak Kapolres oleh Pak Deputi Gakkum [Penegakan Hukum] Kementerian LH," kata Hanif kepada media ini, Sabtu (23/6). "Insyaallah [selesai permasalahannya, red]," sambung Hanif.

Hanif kemudian menyodorkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 10/2024 ke media ini. Isinya, menjamin perlindungan hukum bagi masyarakat yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Regulasi ini dikenal sebagai aturan Anti-SLAPP, atau gugatan strategis yang menyasar partisipasi publik. Aturan ini menegaskan bahwa warga yang memperjuangkan lingkungan tidak dapat dituntut pidana atau digugat perdata.

Terpisah, Kabid Humas Polda Kaltim, Kombes Pol Yulianto, belum mendapat informasi lebih lanjut. "Namun pada prinsipnya penegakan hukum adalah jalan terakhir," ujarnya, Minggu (22/6).

DUDUK PERKARA

Sejak Desember 2024, sebanyak 299 nelayan kerang dara terdampak dugaan pencemaran dari kolam limbah bekas pengeboran milik PHSS. Kerugian ditaksir mencapai Rp69 miliar. KLHK menyatakan akan menjatuhkan sanksi terhadap perusahaan.

Alih-alih mendapat keadilan, empat nelayan, Muhammad Yusuf, Muhammad Yamin, Muhammad Said, dan Haji Tarre, malah menerima surat panggilan dari Polres Bontang sebagai saksi dugaan penghasutan dan masuk pekarangan tanpa izin saat demo Januari–Februari 2025. Mereka dijadwalkan hadir pada 25 Juni 2025.

Menurut Yusuf, demo tersebut diikuti oleh ratusan warga terdampak dan memasuki area kerja RIG Great Wall Drilling Company 16, lokasi yang mereka yakini menjadi sumber pencemaran. “Kami melakukan protes karena khawatir pencemaran terus berulang,” ujar Muhammad Yusuf kepada media ini, Minggu (22/6).

Namun dalam prosesnya, kata dia, terjadi pemukulan dan penangkapan terhadap massa aksi. Para nelayan yang tidak mengerti hukum sempat mengucapkan pernyataan-pernyataan yang dianggap provokatif. "Padahal kami saat itu trauma dan tertekan karena represi dari aparat,” kata Yusuf.

"Kami ini masyarakat kecil yang justru dirugikan, tapi malah dicari-cari kesalahannya. Ini tidak manusiawi," lanjutnya. Ia juga memohon perlindungan agar nelayan tidak dikriminalisasi. “Alhamdulillah, allahuakbar,” ujarnya bersyukur atas atensi Menteri Hanif.

Pihak PHSS belum merespons konfirmasi dari media ini.  (faz/bie)


TAG

Tinggalkan Komentar