Tulis & Tekan Enter
images

Pertumbuhan Ilmu Kewirausahaan Sosial untuk Generasi Milenial di Masa New Normal

Oleh : Fajar Ade Putra

(Ilmu Komunikasi Universitas Mulawarman)

PANDEMI Covid-19 melanda dunia, dan Indonesia termasuk di dalamnya. Indonesia berjuang melawan Covid-19 dengan memodifikasi kebijakan karantina wilayah (lockdown) menjadi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang bersifat lokal sesuai tingkat keparahan di wilayah provinsi, kabupaten, atau kota. Selama masa pandemi ini, perekonomian dunia dan Indonesia mengalami pelambatan. Pemerintah dan lembaga kajian strategis memprediksi Indonesia tumbuh rendah atau bahkan negatif di tahun 2020.

Pemerintah memperbarui data kasus COVID-19 di Indonesia. Hari ini dilaporkan ada penambahan angka terkonfirmasi (positif) COVID-19 sebanyak 255 kasus.
Dilaporkan juga kasus sembuh bertambah 195 dan kasus meninggal dunia akibat COVID-19 bertambah 6 orang. Data tersebut dibagikan BNPB kepada wartawan pada Sabtu (25/12/2021).

Data tersebut diperbarui dengan sistem cut off tiap pukul 12.00 WIB. Dari data hari ini, total kasus positif COVID-19 di Indonesia sedari awal ditemukan pada Maret 2020 hingga sekarang berjumlah 4.261.667.

Kemudian total kasus sembuh dari Corona sejak awal pandemi hingga hari ini 4.112.901. Lalu total kasus meninggal dunia akibat Corona sebanyak 144.053.
Dilaporkan jumlah kasus aktif per hari ini naik 54 kasus dari hari sebelumnya, menjadi 4.713 kasus. Sementara itu, kasus suspek yang diawasi pemerintah sebanyak 3.856 kasus. Pemerintah telah memeriksa 208.587 spesimen hari ini.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan keterangan pers menyikapi ditemukannya kasus COVID-19 varian Omicron di Indonesia. Jokowi mengajak semua pihak mencegah penyebaran Omicron.

"Sekarang yang harus kita lakukan adalah bersama-sama berupaya sekuat tenaga agar varian Omicron tidak meluas di Tanah Air. Jangan sampai terjadi penularan lokal," kata Jokowi dalam pernyataan pers yang disiarkan di akun Youtube Sekretariat Presiden.

Jokowi mengatakan ditemukannya varian Omicron merupakan sebuah hal yang tidak terelakkan. Jokowi menyebut varian Omicron menyebar sangat cepat.

"Ini memang tak terelakkan karena salah satu karakter varian ini penularannya sangat cepat," ujar Jokowi.

Jokowi juga meminta semua pihak mempertahankan kasus aktif COVID-19 tetap rendah. Selain itu, Jokowi meminta vaksinasi terus dipercepat.

Di balik kasus-kasus yang meningkat, pemerintah mencoba memunculkan hal-hal baru guna menumbuhkan motivasi bagi masyarakat agar bangkit bersama di masa pandemi Covid-19, Social Entrepreneurship atau kewirausahaan sosial wajib terus diperkuat. Karena jika sudah tumbuh, diyakini bisa menciptakan kesempatan kerja terhadap lingkungan sosial-ekonomi masyarakat.

Jadi, tujuan utama social entrepreneur bukan hanya untuk memperoleh keuntungan seseorang melainkan  dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat.

Hal itu dikatakan Guru Besar Politik dan Keamanan Unpad, Prof. Muradi saat menjadi pembicara dalam seminar nasional bertajuk “Social Entrepreneurship Pasca Pandemi Covid-19” yang diinisiasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Siliwangi, Jumat 24 Desember 2021.

"Ketika kewirauaahaan sosial tumbuh di lingkungan untuk sama-sama memanfaatkan ide maupun inovasinya dalam mengembangkan usaha, maka akan jadi solusi bagi kesejahreraan bersama," ujar Prof. Muradi.

Selain Muradi, seminar yang dilaksanakan melalui zoom meeting itu juga menghadirkan Menteri Koperasi dan UKM RI, Teten Masduki, Dosen Fisip Untirta, Leo Agustino, Ph.D, Kepala UPT Kewirausahaan Unsil, Euis Nurjanah, S.E, M.Ak.

Pembicara lainnya adalah Dosen Fisip Unsil, Fitriyani Yuliawati, S.IP. M.Si, Pelaku Usaha Looking Best, Redja Ramli dan Ketua BEM Unsil 2020, Jaka Pria Purnama.

Seminar itu sangat penting untuk membantu geliat pertumbuhan ekonomi yang mulai tumbuh saat pandemi mulai landai. Seminar dengan konsep pembagian peran setiap narasumber ini menjadi menarik sebab terdapat beberapa peran, yakni pemateri, pemantik dan pembahas.

Pemateri yang menyampaikan materi terkait Social Entrepreneur dan pemantik yang memantik diskusi antar pembahas.

Hal ini menjadi konsep yang menarik karena setiap pembahas dapat menyampaikan sudut pandangnya masing-masing.

Euis Nurjana menyampaikan bahwa minat social entrepreneurship cukup tinggi dan inilah yang coba digerakkan oleh UPT Kewirausahaan untuk civitas akademika unsil saat terjun di lingkungan masyarakat dalam setiap program pengabdian kepada masyarakat atau kuliah kerja nyata.

“Beragam kreasi, inovasi diterus didorong dalam menunjang kesejahteraan masyarakat,” katanya.

Sementara Fitriyani Yuliawati menyebut, peran perempuan dalam hal ini juga sangat penting mengingat kaum hawa banyak terlibat dalam mengembangkan UMKM. 

Kegiatan ini diapresiasi oleh Menteri Koperasi dan UKM RI karena tema social entrepreneurship yang memang belum terlalu diperhatikan khalayak.

"Barangkali sudah diaplikasikan, tetapi mungkin belum menyadari. Makanya, kewirausahaan sosial harua terus ditumbuhkan," ujar Teten

Hal senada, dikatakan  Kepala Kantor Perwakilan BI Tasikmalaya, Darjana. Ia mengapresiasi  FISIP yang keilmuannya Sosial dan Politik mampu mengakomodir diskusi terkait kewirausahaan yang sesuai dengan keilmuannya.

Gagasan utama kewirausahaan sosial adalah model bisnis sosial dapat membantu perusahaan baru (Start-Up), bisnis yang sudah ada, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk menjadi perusahaan sosial yang mampu membuat keputusan yang tepat untuk masa depan serta mampu bertahan secara finansial dan menghasilkan dampak sosial yang berkelanjutan. Gagasan ini mengandung konsekuensi yang membuat wirausahawan sosial harus bertujuan untuk melihat lebih jauh dari sekadar memberikan satu produk atau layanan untuk membantu menyelesaikan masalah lokal.

Secara lebih rinci kewirausahaan sosial membutuhkan kontribusi yang berdampak lebih luas pada masyarakat, proses produksi yang berkelanjutan dan dapat diterima secara sosial, serta keuntungan yang berkontribusi atau diinvestasikan kembali dengan cara yang bertanggung jawab.

Untuk menghasilkan dampak seperti itu, perusahaan sosial harus menggunakan pendekatan integral dan dilibatkan dengan organisasi lain. Untuk memberikan dampak, bukan hanya ukuran organisasi yang penting, tetapi juga ukuran jaringan di mana organisasi itu berpartisipasi. Dengan kata lain, mengembangkan kewirausahaan sosial tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja tapi semua stakeholders yang berkaitan harus dilibatkan. Harus diakui membangun, mengembangkan, dan menerapkan kewirausahaan sosial memang lebih mudah diucapkan daripada dilakukan.

Pengusaha sosial menghadapi banyak kendala dan tantangan, termasuk jenis badan hukum apa yang mereka pilih untuk diadopsi, akses terbatas ke keuangan, biaya yang lebih tinggi, dll. Hal-hal tersebut membatasi potensi mereka untuk menghasilkan dampak sosial dan ekonomi yang luas dan berkelanjutan. Dengan berbagai hambatan dan kesulitan yang dihadapi para pelaku kewirausahaan sosial sampai saat ini mungkin terlalu dini untuk menyatakan bahwa kewirausahaan sosial adalah katalisator transisi menuju ekonomi inklusif, tetapi bagaimanapun juga hal ini harus tetap menjadi tujuan utama kewirausahaan sosial.

Menyadari pentingnya sinergi berbagai pihak dalam mengembangkan kewirausahaan sosial, berikut kami berikan rekomendasi beberapa kebijakan atau langkah yang bisa diambil oleh pihak-pihak yang terlibat dalam pengembangan kewirausahaan sosial yang berfokus pada lima topik: komitmen politik, pengukuran dampak sosial, katalis untuk transformasi ekonomi, model bisnis sosial dan agen perubahan.

Pertama, kewirausahaan sosial hanya dapat berhasil jika ada komitmen politik. Penting diingat bahwa komitmen politik dari pemerintah dalam mengembangan kewirausahaan sosial jangan sampai digunakan untuk menutupi pemotongan dalam pengeluaran publik, tetapi untuk mempromosikan kesetaraan, partisipasi warga negara yang lebih besar dalam perekonomian, dan sektor produktif skala mikro, kecil, dan menengah. Ini berarti paket insentif tidak hanya termasuk pengadaan publik, perpajakan, juga legalitas, tetapi juga regulasi sektor keuangan dan perubahan dalam hukum perusahaan untuk mengurangi penekanan pada memaksimalkan keuntungan jangka pendek.

Kedua, agar usaha sosial berhasil, wiraushawan sosial perlu mengukur dampak sosialnya, jika tidak mereka tidak dapat belajar bagaimana meningkatkannya. Namun, banyak wirausahawan sosial masih belum mengukur dampaknya, padahal mereka sendiri yang menyatakan bahwa dampak sosial adalah alasan mereka terlibat dalam kewirausahaan sosial.

Mengintegrasikan pengukuran dampak sosial dalam organisasi dan bersikap transparan tentang hal itu adalah kunci untuk menjadi lebih berpengaruh.

Ketiga, untuk model bisnis sosial.

Seharusnya ada lebih banyak penekanan pada model apa yang dapat digunakan perusahaan sosial untuk menyeimbangkan misi sosial mereka dengan kebutuhan mereka akan stabilitas keuangan. Model bisnis seperti itu juga harus mengintegrasikan cara-cara agar layanan dan produk dapat dipasok secara berkelanjutan, dibayar dengan upah yang layak, dan kerusakan lingkungan dihindari.

Keempat, yang dapat membantu wirausahawan sosial untuk menjadi agen perubahan nyata hanyalah pengukuran dampak sosial yang lebih baik dan menggunakan model bisnis sosial yang lebih komprehensif. Seharusnya ada fokus yang lebih besar dalam mempromosikan perusahaan sosial sebagai pengubah permainan pada tingkat yang lebih makroekonomi. Memang ada banyak tantangan, untuk itu diperlukan pemahaman yang lebih mengenai potensi kewirausahaan sosial untuk membawa perubahan ekonomi.

Kelima, rekomendasi-rekomendasi yang sudah disebutkan menimbulkan pertanyaan penting yang harus dijawab. Apakah kewirausahaan sosial harus menjadi alat transisi yang harus menjadi bagian integral dari melakukan bisnis atau lebih dipromosikan sebagai entitas yang terpisah dengan lembaganya sendiri? (*)


TAG

Tinggalkan Komentar