Tulis & Tekan Enter
images

Nugraha Besoes (Foto : ist)

SEKRETARIS JENDERAL PSSI ITU ADALAH NUGRAHA BESOES

KANG Nug, selamat jalan. Tidur nyenyak di sana. Aku akan selalu mengenang persahabatan kita; saat-saat indah kita dulu di Senayan. Kita pasti jumpa lagi; ngobrol sepak bola sambil menikmati bekicot rebus.

OLEH : YON MOEIS

TIDAK sulit mengingat-ingat kembali nama Maha Thray Sithu U Thant. Dia adalah Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa pertama dari Asia. U Thant—lahir di Pantanaw, Burma (sekarang Myanmar), 22 Januari 1909—akan cepat disebut ketika seorang guru bertanya siapa Sekjen PBB kepada muridnya, padahal diplomat yang rendah hati itu sudah digantikan Kurt Josef Waldheim pada 1 Januari 1972.

U Thant meninggal di New York, Amerika Serikat, pada 25 November 1974. Dan, 33 tahun setelah kepergiannya, kursi Sekjen PBB kembali ditempati orang Asia: Ban Ki-moon pada 1 Januari 2007. Sejak itu pula anak-anak sekolah dasar pada zaman tersebut tak bisa melupakan U Thant.

Nugraha Besoes tentu saja tidak bisa disetarakan dengan U Thant, dalam banyak hal. Tapi dua tokoh ini harus dikenang sebagai orang penting. Nugraha adalah Sekretaris Jenderal (dulu Sekretaris Umum) Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia yang sudah menjabat sejak 1983; dengan berbagai kelebihan dengan tidak menyebut ada kelemahan dalam dirinya.

Nugraha adalah manusia langka. Dia tidak dijatuhkan dari langit. Kecerdasan Nugraha luar biasa, yang ia perlihatkan di mana pun berada. Ia bisa menjadi public relations yang baik bagi PSSI. Suaranya enak terdengar. Intonasinya naik-turun, sesuai dengan arah ke mana dia hendak menekankan isi pernyataannya. Tidak salah jika ada wartawan muda mengagumi Nugraha dengan menulis, “Saya masih berusia 7 tahun ketika Nugraha Besoes menjadi Sekjen.”

Saya tidak mengagumi Nugraha dengan berlebihan. Kami hanya berteman dan, bertahun-tahun, memelihara pertemanan itu dengan baik. Hanya kebaikan Nugraha yang saya ingat. Kenangan berada satu meja di Long Beach—waktu itu Nugraha asyik menguliti bebek panggang, yang menjadi menu utama restoran yang terletak di lantai bawah pusat belanja mewah di kawasan Senayan—sulit dilupakan. Juga ketika dia menyantap bekicot rebus di restoran La Brasserie, Hotel Le Meridien.

Nugraha akhirnya pergi dan saya tidak berada di sampingnya ketika ia ”terpaksa” meninggalkan kursi Sekjen PSSI. Nugraha pergi bukan lantaran surat pendek berseri yang saya tulis di Facebook dengan judul ”Surat tuk Nugraha Besoes yang Tak Pernah Selesai”. Surat pendek yang menyiratkan agar dia segera pergi sebelum ada yang memaksanya pergi, setelah sebelumnya Gerakan Reformasi Sepak Bola Nasional bergulir pada 2010.

Dulu, pada 1995, ketika Azwar Anas menjabat Ketua Umum PSSI untuk yang kedua kalinya, saya pernah mendorong Nugraha agar dia terpilih kembali mendampingi Pak Azwar. Waktu itu Nugraha saya ibaratkan sebagai petinju bertipe slugger, petinju yang senang bermain jarak dekat sebelum melayangkan pukulan-pukulan berkekuatan tinggi. Nugraha pasti ingat pujian itu.

Sekretaris Jenderal PSSI itu adalah Nugraha Besoes. Kang Nug, selamat jalan. Aku akan mengenang persahabatan kita, saat-saat indah dulu kita di Senayan. (*)

 

 

 

 

 

 


TAG

Tinggalkan Komentar