Tulis & Tekan Enter
images

Pagi ini, puluhan warga Muara Kate menempuh ratusan kilometer ke Samarinda. Mereka tak datang untuk wisata, melainkan membawa luka yang belum sembuh.

Bongkar Kasus Muara Kate! Solidaritas Massa Bergerak ke Kantor Gubernur Kaltim

Kaltimkita.com, BALIKPAPAN — Pagi ini, puluhan warga Muara Kate menempuh ratusan kilometer ke Samarinda. Mereka tak datang untuk wisata, melainkan membawa luka yang belum sembuh—dan tuntutan yang belum dijawab. 

Tragedi yang menewaskan Russell dan mencederai Anson, konflik tambang yang memakan nyawa, serta jalan negara yang dikuasai truk batu bara, menjadi bara yang tak kunjung padam.

Mereka datang bukan sekadar berdemo. Mereka datang untuk mengingatkan: negara belum hadir. Mereka datang bersama Koalisi Masyarakat Sipil, menyuarakan jeritan dari kampung yang terluka akibat konflik pertambangan yang tak kunjung usai.

"Segera tangkap pembunuh Paman Russell, dan bebaskan jalan raya dari angkutan batu bara," kata perwakilan warga Muara Kate, Wartaw Linus dikontak media ini, Selasa (15/4).  

Sudah Tiga Nyawa

Ketegangan di Muara Kate sudah berbulan-bulan. Jalan raya yang seharusnya untuk rakyat, dilalui truk-truk hauling batu bara milik perusahaan. 

Masyarakat terus bersuara, namun respons dinilai lamban. Serangkaian tragedi terjadi. Semua dimulai pada Mei 2024, saat Teddy, tewas dalam kecelakaan yang diduga tabrak lari oleh truk tambang. Teddy, ustaz muda yang baru menikah, ditemukan tak bernyawa di tepi jalan Songka, Batu Kajang.

Lima bulan kemudian, Veronika, seorang pendeta, menjadi korban berikutnya. Ia dilindas truk hauling PT Mantimin Coal Mining (MCM) yang gagal menanjak di kawasan Marangit. Sepeda motornya ringsek, tubuhnya tak tertolong. 

Namun itu belum yang terparah. Pada dini hari 15 November 2024, dua warga Muara Kate—Russell dan Anson—diserang saat berjaga di posko pemantauan warga. Russell, yang dikenal gigih menolak aktivitas hauling di jalan negara, tewas di tempat. Anson mengalami luka parah dan masih berjuang pulih hingga kini.

Sudah 150 hari berlalu sejak insiden berdarah itu. Polisi belum menetapkan satu pun tersangka. Pelaku masih misterius, padahal nyawa sudah melayang. “Komnas HAM merekomendasikan penegakan hukum yang adil dan transparan,” kata Komisioner Uli Sihombing, Minggu (13/4).

Muara Kate adalah dusun kecil di Kecamatan Muara Komam, Paser. Jaraknya ratusan kilometer dari pusat pemerintahan: 141 km ke Tanah Grogot, 166 km ke Ibu Kota Nusantara, dan 219 km ke Kota Tanjung, Kalimantan Selatan. Mayoritas warganya adalah suku Dayak, hidup bertani dan meramu hutan. Kini, jalan yang dulu sunyi berubah jadi lintasan truk-truk tambang.

Sejak tragedi pecah, warga tak pernah berhenti berjaga. Truk dari arah Kalimantan Selatan yang coba melintas ditahan. Perlawanan tak hanya fisik, tapi juga administratif dan legal. LBH Samarinda telah menyiapkan surat keberatan kepada gubernur. Dugaan pembiaran terhadap pelanggaran HAM dan kerusakan lingkungan mereka soroti. Aktivitas hauling PT MCM dinilai menyalahi Peraturan Daerah Kaltim Nomor 10 Tahun 2012.

"Lemahnya penegakan hukum sudah menimbulkan kerugian bahkan kehilangan nyawa yang berdimensi pelanggaran HAM," jelas Irvan kepada media ini. 

Pemerintah provinsi akhirnya bersuara. Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas’ud, mengatakan siap bertemu warga yang berdemo di Samarinda. “Setelah pelantikan Bupati Berau, kami akan menerima delegasi dari Muara Kate, mungkin sekitar 20 orang,” ujarnya, Senin (14/4) dikutip dari Antara. Ia menyatakan keterbukaan untuk berdialog langsung dan menampung aspirasi masyarakat.

Sebelumnya, Rudy sempat melontarkan komentar yang menuai sorotan. Saat ditanya soal tragedi Muara Kate usai safari subuh pada 9 Maret lalu, ia menjawab, “Anda sudah ke sana belum? Kalau belum ya saya juga belum.”

Wakil Gubernur Seno Aji menjanjikan bahwa persoalan ini akan diselesaikan. Tapi janji saja tak cukup bagi warga yang sudah kehilangan nyawa, tanah, dan rasa aman.

Di Kalimantan Selatan, dampak konflik ini turut dirasakan. Setelah jalur hauling di Paser diperketat, truk-truk PT MCM beralih ke arah Banjarmasin. Imbasnya, sisi kiri jalan dari hulu sungai menuju ibu kota Kalsel rusak berat. Pengendara mulai terancam, warga di sepanjang jalur resah. “Jika tuntutan tak dipenuhi, kami akan suarakan hingga ke DPR RI,” tegas Emma Rivilia, tokoh masyarakat Hulu Sungai, Minggu malam (13/4).

Aksi lanjutan dijadwalkan berlangsung di Kalimantan Selatan, 17 April mendatang. Muara Kate mungkin hanyalah titik kecil di peta, tapi hari ini solidaritas mengalir dari berbagai lapisan masyarakat berdiri sebagai simbol perlawanan—dari desa kecil yang menuntut keadilan di hadapan negara yang terlalu lama diam. (*/bie)


TAG

Tinggalkan Komentar