Kaltimkita.com, SANGATTA – Dalam upaya menanggulangi tingginya angka pernikahan dini dan dampaknya terhadap stunting, Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kutai Timur (Kutim) meluncurkan program baru bertajuk Advokasi Promosi dan Edukasi pada Remaja dan Anak Sekolah tentang Pencegahan Pernikahan Dini (APRESIASI) pada Senin (18/11/2024). Program ini resmi diluncurkan di Kantor DPPKB Kutim dan dipimpin oleh Kepala Bidang Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga, Ani Saidah.
Program ini bertujuan untuk memberikan edukasi dan penyuluhan kepada remaja, khususnya di sekolah-sekolah dan bagi mereka yang putus sekolah, tentang bahaya pernikahan dini dan dampaknya pada kesehatan generasi muda. Ani Saidah, dalam sambutannya, menekankan pentingnya program ini dalam menghadapi isu besar yang tengah dihadapi daerah, yakni pernikahan dini yang seringkali berdampak pada peningkatan angka stunting.
“Aksi perubahan saya adalah pembinaan dan penyuluhan langsung kepada remaja. Kita harus memberikan pemahaman bahwa pernikahan dini bukan hanya soal usia, tetapi juga kesiapan mental, sosial, dan ekonomi yang berdampak pada kesehatan generasi mendatang,” ujar Ani.
APRESIASI dirancang dengan tiga tahap pencapaian. Dalam 60 hari pertama, fokus program adalah memberikan edukasi pranikah di dua kecamatan dan menggelar kompetisi video edukasi bagi Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R). Pada tahap menengah, program ini akan diperluas ke 18 kecamatan dalam satu tahun, disertai dengan monitoring dan evaluasi serta penghargaan bagi kader terbaik pada Hari Keluarga Nasional. Target jangka panjang program ini adalah menurunkan angka stunting di Kutim menjadi di bawah standar nasional 14 persen sebelum tahun 2026.
Program ini tidak hanya berdampak positif pada masyarakat tetapi juga pada internal DPPKB. Ani menjelaskan bahwa kader dan petugas lapangan KB akan dilatih lebih intensif agar lebih terampil dalam menjalankan tugas mereka. "Melalui pelatihan ini, petugas lapangan dan kader akan lebih berdaya dalam menyampaikan pesan edukasi kepada masyarakat," katanya.
Salah satu tantangan yang dihadapi adalah rendahnya pemahaman masyarakat mengenai kontrasepsi dan pengasuhan dini, serta tingginya angka pernikahan dini, terutama di daerah pedesaan. Untuk itu, DPPKB merancang strategi komunikasi yang melibatkan berbagai pihak, mulai dari pemerintah daerah, PIK-R, Duta Genre, hingga masyarakat setempat. Kegiatan edukasi langsung di sekolah-sekolah dan lomba video berbasis edukasi menjadi metode utama untuk menyampaikan pesan ini.
Indikator keberhasilan program APRESIASI meliputi penurunan angka pernikahan dini, tercapainya target stunting nasional, dan tingginya partisipasi masyarakat dalam kegiatan edukasi yang diselenggarakan. Dengan kolaborasi lintas sektor, program ini diharapkan dapat menjadi solusi nyata dalam mengatasi masalah pernikahan dini dan stunting di Kutim.
“Ini bukan hanya soal data atau angka, tetapi tentang bagaimana kita membangun masa depan yang lebih baik untuk generasi muda kita,” tutup Ani penuh optimisme. Program APRESIASI diharapkan menjadi gerakan kolektif yang menggerakkan seluruh elemen masyarakat Kutai Timur menuju perubahan yang lebih baik.(Adv)