Tulis & Tekan Enter
images

Presiden Mahasiswa Universitas Balikpapan, Agung Syahrir. (Istimewa)

Menolak Pasal anti Demokrasi di KUHP

Kaltimkita.com, BALIKPAPAN - Presiden Mahasiswa Universitas Balikpapan, Agung Syahrir menolak secara tegas pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi undang-undang. Ia menilai hal ini merupakan bentuk bangkitnya era otoriterianisme model baru di Indonesia

"Kalau kita melihat kebelakang, sangat gamblang ditunjukkan oleh Soeharto dengan kepemimpinannya pada saat itu. Namun sekarang era itu kembali muncul namun dengan model yg berbeda, ia muncul dengan aturan-aturan atau pasal-pasal sampah yang akan menjagal siapa saja yg berani melanggarnya," ucap Agung.

Aktivis mahasiswa ini menganggap bahwa beberapa pasal didalam RKUHP yang telah disahkan menjadi UU kini berpotensi akan mempidanakan siapa saja. Pengesahan RKUHP tersebut tidak hanya semakin memperkuat sewenang-wenangan negara dan semakin mengkonfirmasi keotoriterian pemerintah tapi juga menguntungkan para oligarki. 

Keputusan yang terkesan terburu-buru ini, kata Agung membuat masyarakat dipaksa untuk tunduk dan patuh terhadap seluruh kebijakan negara yang sangat merugikan.

“Secara umum saya tidak menolak sepenuhnya pengesehan dari RKUHP, tapi ada beberapa pasal yang harus direvisi karena sangat berpotensi menganggu kebebasan rakyat dalam berpendapat,” bebernya.

Salah satunya adalah, pasal 240 dan pasal 241, pasal tersebut berpotensi menjadi pasal karet dan menjadi pasal anti-demokrasi karena tidak ada penjelasan terkait kata “penghinaan.” Pasal ini juga problematis dan berpotensi untuk membungkam kritik terhadap pemerintah dan lembaga negara.

Selain itu masih ada juga pasal 603 yang berbunyi. “Setiap Orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau Korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat dua tahun dan paling lama 20 tahun,".

"Padahal Pidana penjara bagi koruptor itu lebih rendah dari yang sebelumnya diatur dalam Pasal 2 ayat 1 dan 2 UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. UU Tipikor mengatur sanksi pidana kepada koruptor paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun," ujarnya.

Agung menegaskan, akan ada aksi demonstrasi sebagai bentuk penolakan terhadap pengesahan KUHP. (Ian)


TAG

Tinggalkan Komentar