Kaltimkita.com, BALIKPAPAN - Wajah Ade Rima Suryani mungkin tidak asing lagi di mata penonton acara debat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 lalu.
Ya, warga asal Balikpapan Timur ini acap kali tampil di TV Nasional dalam perhelatan adu gagasan Wali Kota dan Bupati sebagai juru bahasa isyarat bagi kaum disabilitas.
Sepak terjangnya sebagai juru bicara Isyarat pun terbilang lama. Berkiprah sejak 2014, sudah selama 10 tahun Ade dipercaya untuk mengisi berbagai macam kegiatan. Mulai dari even-even Pemerintahan sampai acara debat kemarin.
"Alhamdulillah sudah mendapat kesempatan sebagai juru bahasa isyarat diacara debat Pilkada 2024, baik itu PPU, Bontang hingga di Balikpapan," kata Ade saat ditemui belum lama ini.
Meski sudah puluhan tahun menekuni, namun baginya Profesi itu masih jarang diminati khususnya di kota Balikpapan. Dikarenakan berhadapan langsung dengan kelompok minoritas dan memicu nilai positif serta negatif.
Tapi menurutnya, penilaian itu sekarang semakin menjadi inklusif, di mana berbagai peluang pekerjaan pun semakin terbuka lebar. Ade sering dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan Pemerintahan untuk memfasilitasi penerjemahan bagi kaum difabel.
"Untuk di instansi, saya lumayan banyak mendapat undangan untuk mengisi kegiatan di Disnaker, kantor Pajak, Samsat, KPU dan sebagainya. Baru-baru ini di rilis akhir tahun Polda Kaltim," akunya.
Kendati begitu, Wanita berusia 31 tahun ini mengaku juga pernah menemui kendala saat menerjemahkan, yakni pada saat melakukan proses pendampingan hukum bagi kaum Difabel yang tersandung masalah.
Selain dihadapkan syarat dari kepolisian yang meminta sertifikasi keprofesionalan profesi, terdapat juga kosa kata yang menurutnya sulit untuk diterjemahkan saat persidangan.
"Untuk Profesi juru bahasa isyarat memang belum ada sertifikasi resmi yang dikeluarkan dari Pemerintah, hanya berupa surat tugas dari komunitas saja," jelasnya.
Sedangkan kesulitan saat pendampingan hukum, disebabkan prosesnya dilakukan secara berulang-ulang, dengan bahasa hukum yang lumayan sulit diterjemahkan seperti pasal-pasal dan sebagainya.
"Teman-teman tuli itu keterbatasan dalam kosa kata, sehingga ketika dihadapkan dengan kata-kata tingkat tinggi, maka menjadi tantangan bagi juru bahasa isyarat untuk menerangkannya. Seperti contoh kata transformasi," ungkapnya.
Pun begitu, lanjut Ade, kesulitan lainnya saat ia mesti membantu menerjemahkan bahasa arab saat berlangsungnya acara pernikahan penyandang disabilitas.
"Karena saya juga tidak bisa dan paham bahasa arab dari doa-doa yang disampaikan, maka sebisa mungkin saya sampaikan dalam bahasa Indonesia," serunya.
Menurutnya, setiap orang yang ingin menyandang profesi tersebut, pasti mampu menguasai bahasa isyarat. Asal, kata dia, berlatihlah secara intens, maka dengan tiga bulan saja sudah cukup untuk mahir berbahasa isyarat layaknya berlatih bahasa inggris. Dan belajarnya bisa otodidak melalui YouTube atau dengan komunitasnya langsung.
"Kalau saya sampai sekarang masih belajar. Tapi karena dulu dua hari diajari dan langsung terjun menerjemahkan kuliah di kampus Brawijaya, jadinya saya tidak kagok," ujar Ade yang sekaligus bekerja sebagai Guru SLB Negeri Balikpapan itu.
"Tapi lebih bagus kalau belajar langsung dengan yang punya bahasa (teman tuli, red)," sambungnya.
Mengenai harapannya, Ade ingin Pemerintah lebih memperhatikan segi pendidikan kaum disabilitas di perguruan tinggi. Yang mana, kampus-kampus Balikpapan lebih bisa mengakomodir kaum disabilitas.
Kata dia, di kota Beriman belum terdapat kampus yang menerima mahasiswa disabilitas plus pelayanan.
"Di Jawa ada Brawijaya, sedangkan Balikpapan belum. Jadi mereka (disabilitas, red) kalau mau daftar memang dipersilahkan, tapi tidak diberikan pelayanan/pendampingan. Sehingga yang gunakan kursi roda dipersilahkan mobile sendiri, kan bagaimana kalau kuliahnya di lantai tiga, tapi tidak ada lift untuk difabel," ucapnya kecewa.
Dengan demikian, Ade menginginkan peningkatan fasilitas khusus bagi kelompok disabilitas, agar sejatinya lahir pula teman-teman difabel dengan gelar sarjana. Yang memungkinkan dapat bersaing pada saat penerimaan CPNS.
Dia pun berharap setiap kantor Pemerintahan juga menyediakan karyawan yang mampu berinteraksi dengan disabilitas. Sehingga, pelayanan jadi lebih mudah bagi golongan difable.
"Jadi di OPD itu saya harap ada karyawannya yang bisa juru bahasa isyarat, jadi tidak perlu lagi harus menggunakan kami dulu supaya bisa melayani teman-teman difabel kita," tutupnya. (lex)