Oleh : Nabilah Aulia (PGSD UMM 2023)
Nim : 202310430311014
Korupsi, sebuah tindakan yang menunjukkan penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain. Tindakan ini masih menjadi permasalahan yang ramai diperdebatkan di kalangan masyarakat tanah air, termasuk strategi penanganannya. Dalam beberapa dekade terakhir, korupsi di berbagai aspek kehidupan kian meningkat, baik dari segi jumlah kasus, tersangka, maupun potensi kerugiannya. Dengan demikian, wajar saja jika banyak orang menyebut korupsi sebagai penyakit kronis yang merusak sendi kehidupan bernegara.
Peningkatan atas permasalahan korupsi dari tahun ke tahun ini menunjukkan, bahwa selama ini upaya penindakan oleh penegak hukum tidak benar-benar dilakukan secara serius. Dari hasil pemantauan tren penindakan kasus korupsi semester I tahun 2022, Indonesian Corruption Watch (ICW) menemukan, bahwa terdapat 252 kasus korupsi dengan 612 orang di antaranya ditetapkan sebagai tersangka, dengan potensi kerugian negara sebesar Rp33,6 Triliun. Berdasarkan pemantauan ini pula, kinerja Kejaksaan, Kepolisian, dan KPK terungkap. Penegak hukum hanya mampu merealisasikan 18% persen dari jumlah target kasus yang ada, yakni 1387 kasus, di tingkat penyidikan pada semester 1 tahun 2022. Ini berarti penindakan kasus korupsi oleh penegak hukum dianggap belum optimal.
Melihat korupsi yang terjadi secara masif, serta penindakan oleh badan hukum yang belum optimal, maka sudah sepatutnya seluruh komponen bangsa berkomitmen untuk memerangi tindakan yang merusak kepercayaan publik ini dengan strategi yang komprehensif. Strategi tersebut mencakup aspek preventif, detektif dan represif. Pertama, strategi preventif, melalui strategi ini pemerintah dapat meminimalisasi faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi, seperti memperkuat DPR, MA beserta jajaran peradilannya, mewajibkan instansi pemerintah untuk membuat perencanaan strategis dan laporan akuntabilitas, dan mengkaji penyebab korupsi secara berkelanjutan.
Kedua, strategi detektif, melalui strategi ini pemerintah diarahkan untuk melakukan identifikasi terhadap tindakan korupsi, seperti memperbaiki sistem dan tindak lanjut atas aduan masyarakat, mewajibkan para pemegang jabatan dan fungsi publik untuk melaporkan kekayaan pribadinya, dan mendorong masyarakat untuk terlibat dalam gerakan anti korupsi. Ketiga, strategi represif, melalui strategi ini pemerintah dapat memproses dan menindak perilaku korupsi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia, seperti membentuk Badan/Komisi Anti Korupsi, menyidik, menuntut, dan menghukum para koruptor besar, mempublikasikan kasus-kasus tindak pidana korupsi, dan memantau proses penanganan tindakan korupsi secara berkala.
Selanjutnya, dalam rangka menanggapi penindakan kasus korupsi oleh penegak hukum yang belum optimal, diharapkan hasil pemantauan yang ada mampu menjadi masukan bagi para pemangku kebijakan untuk merumuskan substansi hukum antikorupsi yang lebih baik. Sudah sepatutnya pula masyarakat bahu-membahu dalam memastikan, bahwa lingkungan sekitar bebas dari korupsi, serta mengawal kasus-kasus korupsi yang terjadi di Indonesia. (*)