Catatan Rizal Effendi
INI trio ayah dan dua anak yang tangguh dan andal. Bahkan kuartet. Sangat menginspirasi kita. Usaha dan hobinya sama. Siapa yang tak kenal mereka. Pengusaha Roy Nirwan bersama dua putranya, Ryan Anggera Nirwan dan Glenn Aringga Nirwan. Satu lagi putrinya Arvicha Azizah Hendita Nirwan. Mereka membawa bendera PT Balikpapan Ready Mix (BRM), yang nama dan reputasinya sudah standar nasional bahkan internasional.
BRM terlibat dalam pembangunan konstruksi perluasan kilang Pertamina (RDMP) Balikpapan. Bahkan sudah siap-siap merebut pekerjaan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). “Sangat baik kalau pengusaha daerah bergabung dalam konsorsium, biar kekuatannya bisa bersaing dengan pengusaha luar,” kata Roy ketika berdiskusi dengan saya bersama pengusaha Sabri Ramdani menyinggung peluang usaha di IKN.
BRM sekarang memang besar. Markas utamanya di Batakan. Semua orang memberi apresiasi. Dia tumbuh dan berkembang menjadi perusahaan konstruksi bangunan yang andal dengan memproduksi beton cor dan cetakan bermutu tinggi. Rasanya sebagian besar kebutuhan beton di Kalimantan dan Sulawesi dari produksi BRM. Sudah banyak bangunan gedung, kantor, pabrik, pusat perbelanjaan dan bahkan stadion sepakbola menggunakan bahan baku dari BRM.
“Tapi jujur kami tumbuh tidak langsung besar. Penuh dengan perjuangan berat, kerja keras dan jatuh bangun,” jelas Roy. Dia merintis usaha sekitar tahun 1985. Usianya waktu itu masih muda 22 tahun. Demi keluarga dia meneruskan usaha ayahnya, Bernard Nirwan di bidang supplier pertambangan minyak dan gas. Sayangnya hanya berumur 2 tahun sudah kolaps. Gara-garanya harga minyak mentah anjlok, sehingga aktivitas pengeboran lesu. Otomatis usaha supplier juga terimbas.
Tapi Roy tidak patah semangat. Itu yang diajarkan ayahnya. Dia malah nekat ke Sangatta, Kutai Timur karena melihat ada peluang besar menyusul mulai beroperasinya perusahaan tambang batu bara raksasa PT Kaltim Prima Coal (KPC). Tapi dia tidak lagi menjadi supplier melainkan beralih ke bidang kontraktor dengan membangun rumah karyawan, kantor, dan workshop. “Saya banyak belajar dari sana,” katanya.
Beberapa tahun bergulat di KPC, Roy balik ke Balikpapan. Dia menemukan tantangan baru ketika melihat pekerjaan konstruksi di kota ini terhambat sarana pendukung. Dia menyaksikan betapa tidak efisiennya pekerjaan pengecoran karena alat yang digunakan sebatas mesin molen, yang kapasitasnya kecil. “Masak ngecor 30 kubik saja menghabiskan waktu sehari semalam. Padahal sudah menggunakan tenaga orang cukup banyak,” katanya heran.
Dari situasi itu, Roy mengambil keputusan untuk merintis usaha pengecoran dengan membangun fasilitas ready mix di bawah bendera PT BRM. Dan ternyata pilihan itu tidak salah. Produksi beton cor BRM memang sangat dibutuhkan sejalan makin banyaknya pembangunan konstruksi di daerah.
Dia ingat betul modal yang digunakan hanya Rp 10 juta. Itupun hasil tabungan dan jual radio komunikasi. Tapi dia punya modal lain, yakni kepercayaan dan nama baik orangtuanya. Dengan kepercayaan itu dia bisa mendapat dukungan dari rekan usaha dan perbankan, sehingga secara bertahap mampu tumbuh seperti sekarang dengan omzet sudah ratusan miliar.
Glenn, Roy dan Archiva Nirwan
Dari PT BRM lahirlah beberapa anak perusahaan yang saling menunjang. Misalnya untuk kebutuhan batu dan pasir dari Palu, Roy merasa tidak bisa selamanya ketergantungan dengan pihak lain. Lalu didirikannya PT Martadinata Indah Tambang yang mengelola dua konsesi tambang batu pecah di Sulteng sejak 2004. Ada juga PT BRM Tambang.
Untuk pengangkutannya, mengingat pemakaian tongkang dari luar sering benturan dengan pengangkutan batubara, maka didirikanlah PT BRM Marine. Hebatnya anak perusahaan yang berkaitan urusan kapal dan tongkang ini dipimpin putri Roy, Arvicha. Setidaknya BRM Marine memiliki 3 kapal pengangkut dan 3 kapal tongkang.
Saat dia melihat kebutuhan tiang pancang makin meningkat dan waktu itu harus mendatangkan dari Jawa, Roy mendirikan PT BRM Pile dikomandani putranya, Glenn Nirwan. BRM Pile dibangun di kawasan Kariangau di atas lahan seluas 13 hektare. Sekarang sedikitnya memproduksi enam jenis pile (tiang pancang) dan precast (beton pracetak).
Kemudian Roy juga mendirikan PT BRM Tiang Beton, yang khusus melayani permintaan tiang listrik dari bahan beton. Sementara untuk melayani permintaan dan perluasan usaha sampai ke Samarinda didirikan juga PT Samarinda Ready Mix (SRM).
Ada satu jenis usaha baru di luar perbetonan yang dirintis Roy bersama pengusaha kontraktor H Achmad Asfia sejak 2017. Yaitu bidang tanaman industri. Mereka mendirikan PT Bukit Rimba Makmur dengan direkturnya Sulton Fahrudin.
Produksi pile PT BRM
PT BRM sekarang ini tidak lagi dipimpin langsung oleh Roy. Dia cukup menjadi komisaris utamanya. Sedang direktur utamanya diserahkan kepada putra sulung Ryan Nirwan dan direktur Glenn Nirwan. Kedua putra Roy ini sekarang memimpin tidak kurang 1.500 karyawan. “Meski relatif muda anak-anak saya, tapi sudah cukup ilmu dan pengalamannya bisa memimpin perusahaan,” kata Roy, yang 1 Juli 2022 merayakan ulang tahun ke-59.
Menurut Roy, saat ini makin banyak anak muda yang berkarya dan berwirausaha cukup maju. Mereka pintar-pintar dan punya latar pendidikan dari luar. “Saya pikir ini bagus, supaya ketergantungan kita dengan tenaga dari luar semakin berkurang,” tambahnya.
BERBURU KE AFRIKA
Roy, Ryan, dan Glenn juga aktif di dunia organisasi usaha dan olahraga. Roy pada tahun 2010 pernah menjadi ketua KONI Balikpapan dan sekarang ketua Perbakin Kaltim. Ryan dan Glenn pernah memimpin Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Balikpapan dan pengurus IMI. Ketiganya pernah dianugerahi penghargaan dari Pemerintah Kota dan lembaga lain atas prestasi dan pengabdiannya di bidang usaha dan olahraga.
Ryan sempat didorong menjadi ketua IMI Kaltim dan Glenn diminta menjadi ketua KONI Balikpapan. “Tapi saya tak suka kalau mengurus olahraga kita bertikai atau berpolitik, jadi saya lebih baik tidak maju,” kata Glenn, yang belakangan didorong juga jadi ketua Persatuan Golf (PGI) Balikpapan.
Hobi dan kehebatan Roy di dunia otomotif khususnya rally dia tularkan kepada Ryan dan Glenn. Keduanya jadi pereli nasional. Ryan pernah menjadi juara nasional 2017 dan 2018 untuk kelas speed rally. Selain sprint rally juga. Sementara Roy sekarang menekuni olahraga menembak termasuk berburu. Malah dia sudah pernah berburu sampai ke Afrika dan New Zealand. Sudah pernah menembak gajah dan singa. Salah satu meja di kediamannya yang asri di pantai Batakan, dibuat dari kaki gajah asli. “Berburu ke sana tidak sembarangan. Tidak bisa main tembak seenaknya. Ada aturannya,” kata Roy.
Yang unik, saya bersahabat dengan Roy berikut Ryan dan Glenn. Sering main golf bersama. Malah Glenn pernah saya minta menjadi ketua panitia HUT Kota ketika saya masih wali kota. Anak muda berusia 31 tahun ini saya percaya bekerjasama dengan para kepala dinas. Hebat, dia mampu beradaptasi dan sukses. Belakangan saya dimintanya menjadi saksi pernikahannya. Dua kali lagi, karena yang pertama tak panjang kisahnya.
“Meski pendidikan bhisnis saya dari Queensland University, untuk urusan rumah tangga saya masih banyak belajar,” kata ayah satu anak hasil perkawinanya dengan Jane, wanita berdarah Australia. Uniknya, sang anak bernama Musa. Mungkin Glenn ingin anaknya mempunyai sifat seperti Nabi Musa, sabar, bijaksana, pemberani dan penerus generasi Nirwan di masa mendatang. (*/bie)